1. Zahra Dengan Hidupnya
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
*
**
Sebagai hamba manusia memang terkadang lupa kalau terlalu mengejar dunia akan membuat lalai.
~De Beste Imam
Thierogiara
***
Dengan tawa bahagia yang menghiasi wajahnya seorang gadis berambut hijau baru saja keluar dari sebuah gerai di dalam mall yang menjual berbagai jenis barang-barang k-pop. Sekitar empat tahun ini Zahra memang menobatkan dirinya sebagai k-popers. Gadis itu selalu berusaha untuk terlihat paling keren dan paling cinta dengan idolnya. Jika salah satu boyband kesukaannya comeback maka Zahra tak akan segan-segan merogoh kocek hingga jutaan rupiah hanya untuk membeli album dan merchandise yang pihak agensi keluarkan.
Iya! Zahra memang sangat menyukai para penyanyi dan aktor dari Negeri Ginseng tersebut. Bahkan sekarang jika ditanya apa cita-citanya, mungkin Zahra akan langsung menjawab kalau cita-citanya adalah menjadi istri dari Kim Taehyung--salah satu member dari boyband BTS.
Tiga gadis tujuh belas tahun dengan rambut warna-warni itu tampak santai berjalan menyusuri toko demi toko di dalam mall. Bukannya malu mereka justru senang saat menjadi pusat perhatian.
Ketiganya masuk ke sebuah kafe untuk makan siang kemudian pulang ke rumah setelah itu.
"Kayaknya gue bosen banget deh sama warna rambut ini, mau ganti cocoknya apa ya?" Zahra bertanya sembari berkaca dengan layar ponselnya.
"Yakin lo? Baru juga sebulan lo ganti warna rambut, entar rambut lo rusak sayang tau," sambut Olla menanggapi.
Di kalangan mereka sangat wajar tradisi mewarnai rambut, namun Zahra sangat sering bahkan belum genap satu bulan terkadang gadis itu sudah mengganti warna rambutnya kembali.
"Iya sih, tapi lo lihat dong emangnya masih pantes?" Zahra bertanya lagi, kali ini sambil menopang kedua pipinya dengan tangan tersenyum menunggu jawaban dari kedua sahabatnya.
"Gue sih terserah lo aja, tapi yang ini masih pantes kok, lo kan putih warna mencolok juga cocok sama lo," terang Veby, Veby adalah seseorang yang warna rambutnya bisa dibilang paling normal, rambut gadis itu di ombre dengan warna merah, tak terlalu mencolok seperti Zahra yang warna hijau dan Olla yang berwarna ungu.
Zahra kembali mematut wajahnya melalui layar ponsel. Benar kata Veby, sejatinya Zahra memang selalu cantik setiap hari, tapi tetap saja rasanya kurang puas kalau sudah bosan dengan satu warna.
"Emangnya lo nggak pernah lagi direcokin sama abi lo suruh berhijab?" tanya Veby, sekali lagi Veby adalah sosok yang paling waras dan dewasa dalam persahabatan mereka. Bahkan karena kedua orang tua Zahra tak menyukai Zahra bergaul dengan mereka, Veby memutuskan untuk menjadikan rumahnya tempat mereka berkumpul menghabiskan waktu jika ada kesempatan.
Tidak suka tak lantas membuat kedua orang tua Zahra mengusir mereka saat bermain ke rumahnya, namun Veby dan Olla sendiri yang merasakan bagaimana perlakuan kedua orang tua Zahra terhadap mereka. Selanjutnya diputuskan saat mereka akan berkumpul bersama atau bahkan menginap maka tempat yang dipilih adalah rumah Veby.
"Kalau itu mah jangan ditanya, sering banget lah! Terakhir gue warnain ini aja ancamannya mau dibotak." Zahra bercerita dengan nada agak sedih, keluarganya memang sedikit, bukan sedikit lagi tapi memiliki banyak perbedaan dengan keluarga Veby dan Olla, kalau kedua orang tua sahabatnya itu sangat mengerti anaknya, sangat open minded dengan pergaulan zaman sekarang, kalau kedua orang tua Zahra berbeda, mereka selalu memaksakan kehendak dan ingin sekali Zahra hidup seperti apa yang mereka inginkan.
Beruntung Zahra terlahir menjadi anak perempuan satu-satunya dengan berbagai ancaman yang sebenarnya membahayakan dirinya sendiri, pada akhirnya Zahra bisa hidup sebagaimana yang dia inginkan. Dua saudara laki-laki Zahra juga sangat menyayanginya hingga keduanya tak sanggup untuk bertindak tegas ke Zahra. Pokoknya ada banyak keuntungan yang Zahra dapet hanya karena dia terlahir menjadi anak perempuan satu-satunya.
"Kenapa nggak nurut aja sih lo! Sekarang model hijab juga udah beragam, lo nggak bakal kelihatan tua hanya karena make kain di atas kepala." Tentu saja yang berkata itu adalah Veby, sempat terpikir oleh Zahra tentang hal ini, namun ternyata nafsu setan masih lebih kuat dalam dirinya, bagaimanapun Zahra belum pernah masuk diskotik, dia masih ingin mencicipi kebandalan yang lebih jauh dari ini. Kalau dia berhijab sekarang, akan sangat aneh ketika dia melakukan sesuatu yang menyimpang jauh dari norma agama nantinya. Dan lebih lagi Zahra memiliki keinginan untuk kuliah ke Belanda, dia sangat ingin melihat sejarah Indonesia di salah satu universitas tertua di Leiden.
"Lo kenapa sih Veb, biarin aja sih si Zahra kayak gini, dia kerenan kalau bar-bar, pake hijab nggak cocok banget." Akhirnya Olla menimpali.
"Iya, gue nggak pantes kayaknya," ujar Zahra sembari memakai lipstik warna hitamnya, Zahra memang tipe gadis yang menyukai sesuatu yang dark.
Kemudian Veby hanya mengetikkan bahu, mereka bertiga melanjutkan kegiatan dengan makan siang karena kebetulan makanan sudah datang.
***
Arifin--abi Zahra--sedang duduk bersama kedua anak laki-lakinya. Fatih dan Al, duduk tak nyaman.
"Harus bagaimana lagi mendidik Zahra? Kalian nggak lihat story yang dia bagikan di whatsapp. Anak itu benar-benar sudah tak memiliki rasa malu." Arifin mengurut keningnya sendiri, bisa-bisanya anak gadisnya itu meng-upload video sedang berjoget-joget sambil karaokean.
Fatih menghela napas, menurutnya itu adalah sesuatu yang wajar mengingat adiknya memang masih remaja, namun tentu saja kewajaran itu tak akan pernah sesuai dengan konsep hidup Arifin, semua anak-anaknya harus menjadi anak yang saleh dan salehah.
"Kayaknya Abi nggak perlu terlalu keras sama Zahra, mungkin dia emang nggak bisa kalau dikerasin, coba pelan-pelan ajak dia bicara," ujar Al kalem, laki-laki dua puluh lima tahun tersebut berprofesi sebagai pilot, itu alasan kenapa dia lebih banyak menghabiskan waktu di luar dan jarang tahu apa yang terjadi di rumah.
"Abi sudah selalu ajak Zahra bicara baik-baik, bahkan Abi tanya maunya apa kalau menurut Abi kemauan dia masuk akal, Abi akan turuti kemauan dia. Mungkin ini juga gara-gara kalian berdua yang selalu memanjakan Zahra!"
Fatih melirik Al kemudian menghela napas. Memang Zahra jadi memiliki banyak uang jajan ya karena mereka berdua, karena keduanya belum menikah dan gaji mereka lumayan besar alhasil mereka berdua sibuk memanjakan Zahra dengan uang karena memang sudah tak tahu lagi uangnya harus dikemanakan.
"Abi nikahkan Zahra, dia sepertinya butuh suami untuk membimbing karena jujur saja Abi udah nggak sanggup mendidiknya lagi," putus Arifin membuat Fatih dan Al kaget setengah mati.
"Ya nggak gitu caranya Bi, biar aja Zahra menikmati masa remajanya dulu nanti dia pasti bakal berubah kok." Fatih berusaha membicara selembut mungkin pada abinya.
"Memangnya kalian berdua dulu waktu remaja begitu? Abi merasa gagal mendidik Zahra!" Arifin berkata penuh emosi membuat Fatih dan Al terdiam.
"Jadi Abi mau menikahkan Zahra sama siapa?" tanya Al, kalau menurut abinya itu adalah yang terbaik mereka berdua mungkin akan ikut saja.
"Andaru."
Kompak dua bersaudara itu membelalakkan mata.
"Abi yakin? Ini bukan masalah Andaru anak supir Abi, tapi mereka berdua masih sama-sama sekolah, Abi yakin Andaru bisa mendidik Zahra?" tanya Al tak percaya, dia tahu Andaru, remaja itu sering berada di rumahnya mengantar Zahra ke mana-mana karena memang kedua orang tua mereka sangat percaya dengan anak itu.
"Sangat yakin, Abi lihat Zahra juga sudah mulai ketergantungan sama Andaru. Anaknya saleh, kalau kalian berdua sibuk Abi sering diskusi keagamaan sama dia, meski masih remaja pemikiran Andaru sangat hebat, selain bisa menjadi imam yang baik untuk Zahra, Abi yakin Andaru juga bisa menjadi partner belajar Zahra yang katanya mau kuliah ke Belanda."
Fatih diam, jujur saja semuanya membuatnya cukup terkejut, namun soal kebaikan Andaru memang tak bisa diragukan lagi, bocah tujuh belas tahun yang tak pernah mengenyam pendidikan pesantren namun mampu menghafal sepuluh juz dalam Al-Qur'an itu sangat luar biasa. Selain abinya, Fatih juga sering berdiskusi dengan Andaru dan menurutnya Andaru memang anak yang pintar.
"Andaru mau?" tanya Fatih, sejauh yang Fatih lihat Andaru tak pernah memikirkan soal perempuan.
"Katanya IsyaAllah kalau Abi percaya sama dia," ujar Arifin.
"Abi nggak bisa memutuskan begitu saja karena ini menyangkut masa depan dua orang manusia, mereka berhak atas hidup mereka." Al yang memang selalu menjadi yang paling logis, pendidikan agama itu penting menurutnya, tapi selagi masih hidup di dunia mereka harus tetap mengejar dunia. Al yakin kalau Andaru hanya sungkan karena ayahnya bekerja dengan Arifin, Andaru tetaplah memiliki masa depan, anak laki-laki tersebut tak mungkin dikorbankan untuk merubah Zahra.
"Abi akan tetap menikahkan Zahra dengan Andaru!! Andaru adalah satu-satunya orang yang tepat untuk Zahra," pungkas Arifin tanpa bantahan.
"Umi gimana?" tanya Fatih perihal pendapat uminya karena bagaimanapun Zahra anak uminya juga.
"Umi ikut abi aja," ujar Yumna selaku umi dari Zahra, Fatih dan Al.
Arifin beranjak dari duduknya diikuti oleh Yumna.
"Kayaknya ini bukan hanya perihal mengubah Zahra, tapi karena Abi emang nggak mau melewatkan kesempatan untuk memiliki menantu seperti Andaru," ujar Fatih menyeruput kopinya.
Al mengangguk setuju dengan pendapat abangnya.
***
Zahra keluar dari taksi online yang mengantarnya ke rumah, gadis itu tersenyum melambaikan tangannya karena kedua temannya masih berada di dalam taksi, saat netranya sudah tak dapat menjangkau mobil barulah Zahra membuka pagar untuk masuk ke dalam rumah.
Namun hawa panas karena pembakaran di tong sampah yang tumben-tumbenan berada di halaman dalam sedikit mengusik Zahra. Gadis itu berniat melangkah saat tiba-tiba sebuah foto polaroid kecil terbang ke hadapannya membuat Zahra refleks mengutip foto yang terbawa angin tersebut.
Zahra membelalakkan matanya terkejut saat mendapati foto salah satu Idol kesukaannya itu berada di luar. Awalnya Zahra ingin masuk begitu saja ke dalam rumah, namun gadis itu menaruh kecurigaan terhadap tong sampah yang tumben-tumbenan malah dibakar bukannya dibiarkan diangkut oleh truk pengangkut sampah.
Melangkah dengan sedikit berlari Zahra mendekati tong tersebut dan betapa terkejutnya dia mendapati yang di dalam tong adalah album dan berbagai barang k-kpop miliknya yang sudah setengah terbakar.
Saat Zahra ingin memasukkan tangannya mengeluarkan benda-benda kesayangannya itu agar tak ludes terbakar seseorang menariknya.
"Ini apa-apaan sih Bang! Ini semua tuh mahal dan Zahra masih suka kenapa dibuang, terus dibakar lagi." Dan detik selanjutnya remaja tujuh belas tahun tersebut menangis, menangisi koleksi barang-barang kesukaannya hangus terbakar. Seketika belanjaannya tergeletak mengenaskan di atas rumput dan tawa bahagia karena menghabiskan waktu dengan teman-temannya satu harian berganti menjadi tangisan memilukan.
***
Hai guys!!!
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Aku bawa cerita baru nih. Hoho
Jadi kisah ini akan menjadi kisah gemes ala-ala. Karena yang nikah anak remaja berusia tujuh belas tahun.
Pokoknya stay tuned terus yaw...
Awas baper😆😆😆 soalnya aku baper parah pas buat outline.
Okey semangat puasanya👍
Jangan lupa vote and comment semoga kisah ini bisa konsisten sampai selesai. Aaamiiin.
Selamat menjalankan ibadah puasa untuk kita semua🥰🥰🥰
Jangan lupa follow yaw
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top