; death day
》》dedicated to D-Amantes《《
'Ah ... pemuda berkacamata itu ada di sini lagi.' Batin Hiroi kala sepasang netranya menangkap sosok wajah berbingkai kacamata biru tua yang sedang asyik memainkan permainan di hadapannya.
Gadis itu terus memperhatikan dengan seksama betapa lincahnya tangan sang pemuda menari di atas tombol mesin. Saking terfokusnya memperhatikan, ia bahkan tidak menyadari fakta kalau antrean sudah mulai panjang.
"Anu ... Hiroi-chan? Kau mau membeli berapa koin?"
Pertanyaan yang diucapkan kembali oleh kasir game center membuat Hiroi tersadar. Wajahnya memucat setelah melihat orang-orang yang mengantre di belakangnya mulai menatap sinis.
"O-oh uh ... maaf," sahutnya sedikit tergagap. Mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku, gadis bersurai cokelat tua itu menyerahkannya pada pria di hadapannya. "Um- tolong 10 koin, Chika-san .... "
Setelah lembaran uang dan koin berpindah tangan, tak lupa dengan ucapan terima kasih bervolume kecil, Hiroi menarik tudung jaket hingga menutupi helaian rambut miliknya. Berusaha sebaik mungkin untuk menyembuyikan wajah dari tatapan sinis orang-orang.
"Aku harus bisa mendapatkan full perfect combo kali ini!" Gumam Hiroi. Tangannya memasukkan dua keping koin pada mesin permainan bertuliskan "Danz Base."
Memilih lagu Senbonzakura, dengan tingkat kesulitan master tak membuat gadis tersebut kewalahan. Seolah sudah hafal gerakannya di luar kepala, rentetan "perfect" didapatkan kala mengikuti gerakan karakter di layar.
Tanpa disadari olehnya, iris kehijauan tengah memperhatikan dari kejauhan.
▪ ▪ ▪
"Fuah! Tsukaretaa~" Meneguk habis minuman dingin ditangan, Hiroi mengulas senyuman puas akan keberhasilannya hari ini dalam mencetak high score pada permainan Danz Base dan Pump It Up.
"Are? Itu apa?"
Tangan yang hendak memasukkan botol bekas ke tempat sampah terhenti kala ujung mata menangkap sebuah mesin capit boneka yang baru dilihatnya berada tak jauh dari tempat sampah, "mesin crane game baru?"
Gadis bersurai cokelat tua itu melangkah mendekati mesin. Mengamati aneka ragam boneka yang ditaruh di balik kaca pemisah transparan.
"Astagaー apa itu boneka kucing?!"
Ekspresinya berbinar melihat boneka kucing berwarna hitam putih terletak dekat lubang menjatuhkan boneka untuk diambil. Memasukkan koin terakhirnya tanpa basa-basi, dengan perlahan ia menggerakkan pencapit. Namun, raut wajah seketika berubah masam saat pencapit gagal mengangkat boneka yang diinginkan.
"Guh ... aku memang tidak berbakat dalam permainan seperti ini." Rutuk Hiroi, lalu menempelkan dahinya ke kaca transparan mesin. Netra di balik lensa kacamatanya masih menatap boneka dengan lekat.
"U-uhm ... a-ano!"
Menolehkan kepala, sang gadis menemukan bahwa sosok pemuda berkacamata yang sempat diperhatikannya dengan seksama, kini berdiri tak jauh darinya dengan wajah yang terlihat canggung.
"Ah, maaf. Aku menghalangi ya?"
Mengira bahwa pemuda bersurai blonde tersebut hendak memainkan crane game, Hiroi melangkah kesamping. Bermaksud menyingkir agar sang pemuda dapat memainkan permainan itu.
"B-bukan begitu! U-uh, aku tadi melihatmu memainkan Danz Base dan Pump It Up ...." ucap pemuda itu, dengan nada antusias namun canggung.
Wajah Hiroi bersemu setelah mendengarkan ucapannya. Sisi canggungnya ketika berhadapan dengan orang baru, seketika muncul, "kau melihatnya?"
"M-maaf! Aku tidak bermaksud menguntitmu! Umm ... kau terlihat keren saat memainkannya dengan tingkat kesulitan tertinggi dan mendapatkan high score dengan mudah."
"B-begitukah? ... t-terima kasih, i guess?"
"Kalau boleh tahu ... kenapa kau menempelkan dahi pada kaca mesin ini? A-ah! Maaf kalau aku terdengar lancang! Kalau kau tidak mau bilang juga tidak apa!"
Pemuda tersebut menggerakkan tangan dengan panik, takut menyinggung perasaan gadis yang namanya belum ia ketahui. Namun, alih-alih tersinggung, Hiroi justru tertawa kecil saat melihat tingkah pemuda itu. Menunjuk boneka kucing dari luar kaca, ia menghela nafas, "aku mencoba mendapatkan itu, namun gagal." Jawabnya, "well, this kind of game isn't my forte anyway."
Sang lawan bicara terdiam sejenak, sebelum memasukkan koin dan menggerakkan pencapit ke boneka yang ditunjuk. Manik gadis itu mengerjap ketika melihat benda tersebut berhasil diangkat dan dijatuhkan ke lubang dengan mudah. Sang pemuda lalu memberikannya pada Hiroi.
"Eh? Untukku? T-tapi ini 'kan menggunakan koinmu!" Pekik Hiroi pelan. Merasa tidak enak pada pemuda itu, yang justru dibalas dengan gelengan kepala, dan sebuah senyum kecil terulas di wajah bersemu.
"Tidak apa-apa! Anggap saja ini permintaan maaf karena sudah ... menguntitmu."
Kedua ujung bibir Hiroi terangkat. Tangannya menerima boneka yang disodorkan padanya, "kalau begitu, berikan namamu agar kita impas."
"A-ah! Yuuki Makoto desu, kau bisa memanggilku Ukki. Umm ... k-kau sendiri?"
"Hoshizora Hiroi. Jaa, terima kasih bonekanya, Ukki!"
▪ ▪ ▪
"Ah! Ukki!" Panggil Hiroi. Sang empunya nama menoleh sebelum menghampirinya di permainan Danz Base dengan senyuman terulas. Wajah Hiroi spontan bersemu kala melihat senyum sang pemuda. Berdeham pelan, ia kembali membuka suara, "kau selalu kesini setelah pulang sekolah?"
"Bukan, bukan pulang sekolah. Tapi pulang latihan unit."
Memiringkan kepalanya, gadis bersurai cokelat tua itu mengerjap, "unit? Ah iya, aku lupa ... kau bersekolah di Yumenosaki, 'kan?"
"Un," Makoto mengangguk, lalu memasukkan kepingan koin pada mesin Danz Base, "Hoshizora-chan sendiri?"
"Aku ... homeschooling. Tidak terlalu nyaman untuk berinteraksi dengan orang asing karena social anxiety yang kuidap, serta ada sedikit masalah pribadi."
Pemuda itu terdiam. Enggan untuk bertanya lebih jauh karena nada dan kalimat yang diucapkan oleh sang gadis seolah menyiratkan agar ia tidak bertanya apapun. Lamunannya terbuyarkan ketika Makoto mendengar lagu Senbonzakura.
"Hora, Ukki. Pilih tingkat kesulitanmu!"
"U-uh ... mungkin normalー"
"ーosoi! Sudah terlanjur kupilihkan master!~"
"E-eehhh?!"
Protes tak sempat dilayangkan oleh Makoto, karena permainan sudah terlanjur dimulai. Seperti biasa, Hiroi menari mengikuti karakternya dengan lincah, bahkan tanpa adanya lingkaran notes di layar. Sementara Makoto terlihat agak kerepotan mengikuti gerakan karakter miliknya.
Ketika hasil ditampilkan, dua buah huruf S tertera di layar Hiroi, sementara pemuda di sebelahnya mendapat F.
"Ukki, idol itu harus jago menari lho," Gadis berkacamata tersebut berkomentar dengan nada jahil. "Masa kau cuma dapat F?"
"A-aku tidak pernah memainkan ini! Lagipula, Hoshizora-chan yang memilihkan tingkat kesulitan master!" Sanggah Makoto. Helaan nafas keluar dari mulutnya, tak terima akan pernyataan yang dilontarkan sang gadis.
Keduanya kemudian saling bertatapan, sebelum akhirnya tertawa bersama.
'Sial ... sepertinya aku menyukainya.'
▪ ▪ ▪
Bersenandung pelan, netra hazel milik Hiroi berbinar senang saat ia berhasil mendapatkan sebuah boneka monyet kecil dari crane game setelah puluhan kali percobaan. Gadis itu berniat memberikannya pada Makoto sebagai balasan untuk boneka kucing yang diterimanya waktu itu.
"Aneh, biasanya jam segini latihan unitnya sudah selesai ...." gumam Hiroi, tatapannya terus diarahkan pada pintu masuk game center.
Ketika sosok yang ditunggunya muncul dari pintu masuk, gadis dengan mahkota cokelat tua itu membuka mulutnya. Hendak memanggil nama sang pemuda. Namun partikel suaranya seolah tertahan kala ia melihat sosok gadis dengan seragam yang sama mengekor di belakang Makoto. Keduanya terlihat sedang berbincang dengan akrab.
'Sesak.' Batin Hiroi saat mendengar satu kalimat yang terucap dari bibir sosok tersebut, sebelum mengurungkan niatnya untuk memanggil sang pemuda. Menyakukan boneka yang didapatnya, ia membalikkan tubuh. Setelah bersembunyi di balik sebuah mesin permainan, seketika nafasnya terasa sesak, kerongkongannya seolah tersumbat sesuatu.
Tubuhnya melengkung ke depan saat Hiroi mulai terbatuk tanpa henti. Tangan diarahkan ke mulut ketika gadis tersebut merasakan sesuatu yang menyumbat kerongkongannya terdorong naik.
"Hiroi-chan! Kau baik-baik saja?!" Chikafusaーsalah satu pekerja di game center yang sudah akrab dengan Hiroi, berlari menghampirinya dengan tergesa. Pria bersurai cokelat muda itu mengelus punggung sang gadis dengan lembut dan penuh kekhawatiran.
Membuka kepalan tangannya, alih-alih melihat cairan berlendir, Hiroi justru menemukan kelopak bunga daffodil berwarna kuning.
"H-Hiroi-chanー"
"ーC-Chika-san ... a-apakah ini fenomena hanahaki yang sering diberitakan itu?"
Chikafusa mengangguk pelan. Raut wajah khawatir dan simpatik terlukis jelas. Hiroi terkekeh miris, tangannya meremas kelopak bunga daffodil tersebut, "tidak apa, Chika-san. Karena aku seorang Hoshizora ... cepat atau lambat, pada akhirnya, aku akan rusak dan hancur seperti keluargaku. Tolong jangan katakan soal ini pada siapapun."
"Hoshizora-chan?" Suara yang familiar memanggil namanya. Memasukkan tangan yang menggenggam kelopak bunga ke dalam saku, Hiroi berdiri. Tanpa mengucapkan sepatah kata, atau menatap wajah Makoto, ia berlari keluar dari game center.
▪ ▪ ▪
Sejak kejadian sebulan yang lalu, Hiroi berhenti mendatangi game center. Hari demi hari dihabiskannya di dalam kamar, memuntahkan kelopak bunga berwarna kuning cerah yang kian hari intensitasnya kian bertambah. Baik dari banyaknya kelopak, hingga intensitas ia memuntahkannya dalam sehari.
Setiap kali Hiroーsang kakak kembar bertanya soal batuknya, Hiroi selalu berhasil menepisnya dengan mengatakan kalau itu hanyalah batuk biasa. Lagipula, Hiro jarang ada di rumah. Jadi ia tidak perlu repot mengarang alibi lagi.
Menekan flush toilet, gadis bersurai cokelat tua itu menghampiri wastafel untuk membasuh wajahnya. Menatap pantulan wajah di cermin, ia meringis kala melihat betapa pucat wajah dan bibirnya.
"Wow, kau terlihat seperti hantu, Roi," komentarnya, "yah, tidak salah mengingat aku akan menjadi seperti itu ... dan sebelum itu terjadi, aku harus memberikan bonekanya."
Melangkah keluar dari toilet, ia mengambil jaket dan mengenakannya. Kemudian berjalan ke sebuah tempat yang sudah dikenal baik olehnya. Belum sempat dirinya mendorong pintu game center, sebuah suara memanggil namanya.
"Hoshizora-...chan?"
Berbalik, Hiroi berhadapan dengan sosok pemuda yang wajahnya dibingkai oleh kacamata. Sosok yang hendak ditemuinya untuk terakhir kali.
"Ah, Ukki ... lama tidak bertemu." Sapa Hiroi, kemudian menyunggingkan senyuman tipis yang nyaris tidak terlihat.
Makoto tidak menjawab. Ia justru membuat raut wajah khawatir, "Hoshizora-chan, kau sakit? Wajah dan bibirmu terlihat pucatー"
"ーhanya kelelahan."
Pemuda itu memandangi gadis berkacamata di hadapannya. Jujur, ia sangat khawatir ketika sosok sang gadis tidak pernah muncul lagi di game center setelah Hiroi berlari keluar. Kekhawatirannya semakin bertambah ketika Makoto melihat wajah dan bibir Hiroi yang pucat. Kedua netra hazel yang dulu selalu berbinar, kini meredup seolah kehilangan cahayanya.
"U-umm ... Hoshizora-chan, besok kau senggang? Aku mau mengajakmu bertemu dengan produser dan teman unitku." Makoto mengucapkannya dengan penuh keraguan.
Tanpa basa-basi, Hiroi menggelengkan kepala, "aku ... akan pergi jauh. Dan, ini, balasan untuk boneka kucing waktu itu," mengeluarkan boneka monyet dari saku jaket, ia menaruhnya di tangan sang pemuda. "Aku cuma mau memberikan itu. Jaa, sampai jumpa."
"T-tunggu, Hoshizora-chan! Kau mau pindah?"
"... tidak juga, aku hanya akan pergi ke tempat yang sangat jauh."
Mengeratkan genggaman pada boneka monyet di tangannya, netra kehijauan milik Makoto menyiratkan kekhawatiran, "apa kita akan bertemu lagi?"
"Entahlah."
"K-kalau begitu ... berjanjilah agar kau tidak melupakanku!"
"Tentu saja. Karena aku adalah temanmu, 'kan? Sore jaa, sampai jumpa lagi di lain waktu ... Ukki."
▪ ▪ ▪
Setiap kali seorang Yuuki Makoto pergi ke game center setelah Hiroi pergi, rasanya tidak pernah sama lagi. Tidak ada yang mengajaknya berduel Danz Base ataupun Pump It Up dengan tingkat kesulitan tertinggi, meskipun dia 100% pasti kalah. Tidak ada lagi seseorang yang bisa diajak menyantap es krim dari mesin capit es krim bersama. Tidak ada lagi sosok seorang gadis bersurai cokelat tua, dengan jaket dan netra hazel dibalik lensa kacamata yang menemaninya bermain tembak-tembakan.
Aneh.
Itu yang dirasakannya ketika ia terakhir kali bertemu sang gadis. Kalimat perpisahan yang diucapkan oleh Hiroi, seolah menyiratkan bahwa Makoto tidak akan pernah bertemu dengannya lagi.
Menghela nafas, tangannya merogoh saku celana untuk mengeluarkan boneka monyet kecil pemberian gadis berkacamata tersebut.
"Ah, Yuuki Makoto-kun?"
Makoto menoleh, dan mendapati Chikafusa menatapnya dengan tatapan sendu. Tidak, pria tersebut tidak menatapnya. Tatapannya justru terarah pada boneka monyet kecil yang dipegang oleh pemuda itu.
"Hiroi-chan mencoba puluhan kali lho, untuk mendapatkan itu. Syukurlah, setidaknya ia sempat memberikannya padamu."
"Eh?" Kata bernada tanya itu keluar dari mulut Makoto, "Hisashi-san, apa anda tahu Hoshizora-chan pergi kemana? Aku tidak bisa menghubungi ponselnya sama sekali ...."
"Sebetulnya, aku dilarang untuk memberitahu siapapun ... tapi, ya sudahlah. Apa kau ingat saat dia berlari keluar game center?"
Pertanyaan yang dilontarkan Chikafusa dijawab oleh anggukan.
"Saat itu ... Hiroi-chan memuntahkan kelopak bunga daffodil berwarna kuning cerah."
Netra kehijauan Makoto melebar kala mendengar soal itu, "m-maksudnyaー"
"ーgejala itu bisa berangsur mematikan dalam hitungan tahun. Namun, tidak untuknya. Masalah keluarganya membuat gejala mematikan tersebut terjadi lebih cepat ... bukan dua tahun, ataupun setahun. Melainkan sebulan. Dan apa kau tahu makna bunga daffodil?"
Pemuda bersurai blonde itu menggelengkan kepalanya kaku. Genggamannya pada boneka monyet kecil semakin erat.
"Bunga daffodil bermakna cinta tak berbalas. Baik itu cinta dari orangtuanya, kakak kembarnya, dan kau."
"L-lalu ...," ujar Makoto terbata, "d-dimana Hoshizora-chan sekarang?"
"Pergi."
"Pergi ke?"
"Pergi dari dunia ini. Ia sudah meninggal, sehari setelah kau menerima boneka monyet itu darinya. Hanahaki yang dideritanya sudah sampai tahap membunuh, tapi Hiroi-chan tetap tidak ingin melakukan operasi."
Boneka monyet kecil yang dipegangnya terlepas dari genggaman, dan jatuh mengikuti gravitasi ke lantai, bersamaan dengan tetesan air mata yang berasal dari netra kehijauan milik Yuuki Makoto.
》 fin《
Astaga aku ngetik apaan hshsh.
Yha, mohon maaf kalau banyak terjadi keooc-an ditambah plot tyda jelas, karena zee ngetik ini ngebut dalam sehari.
2k12 words- lumayan juga;;
Anywaayy, terima kasih sudah membaca.
Regards,
zee.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top