4
Dayana kaget saat sampai di tempat parkir depan butik, ia melihat tubuh menjulang Pandu. Langkahnya seketika terhenti.
"Aku yang jemput kamu, mama yang suruh karena Abi mendadak ke luar kota, mama juga ada janji sama klien dan mama nggak mau kamu pulang sendiri."
Dayana tak banyak bicara ia berbalik tapi lengannya dipegang erat oleh Pandu dan tubuh tinggi besar itu telah menempel di belakang tubuh kecilnya lalu berbisik dengan nada mengancam.
"Masuk ke mobil! Jangan bikin semua mata menoleh ke sini, karena aku tidak segan untuk menggendongmu agar masuk ke dalam mobilku!"
Dayana menghela napas berat, ia berbalik dan menuju mobil Pandu dengan kaki gemetar, ia masuk lalu duduk di jok depan saat Pandu membuka pintu mobil dan berjalan memutar bergegas masuk setelah memastikan Dayana duduk nyaman. Ia pasangkan sabuk pengaman untuk Dayana lalu berhenti sejenak di depan wajah wanita yang selalu saja mampu membuatnya bernapas lebih cepat. Dan ...
Cup!
Mencium bibir Dayana sekilas lalu seolah tanpa terjadi apa-apa Pandu melajukan mobilnya. Dayana berusaha menenangkan debar jantungnya yang mendadak seolah tak bisa berhenti bertalu-talu.
Setengah jam kemudian tubuh Dayana benar-benar tegang, ia menatap nanar bangunan menjulang megah di depannya.
"Kenapa ke sini lagi?"
"Kenapa? Kau tak suka? Bukankah di sini kita lebih dekat? Di sini kita ..."
"Aku ingin pulang Pandu! Jangan bikin semuanya jadi tak nyaman."
"Kau tahu? Tempat ini hanya kita berdua yang tahu."
"Aku tak peduli, aku mau pulang!"
"Silakan kau berteriak jika bisa!"
Dan Dayana hanya bisa menahan tangis, ia ingat kata-kata Renata, ingat wajah Abi yang sabar.
"Masuklah, aku sudah siapkan makan malam dan di sini tempat kamu pulang, selamanya!"
.
.
.
"Dari mana saja Pandu? Kok sampai malam? Yana kamu masuk saja ke kamar, kamu terlihat lelah Yana, pasti Pandu ngajak kamu nonton ya? Senengannya kan gitu meski di sini di rumah sudah ada ruang khusus untuk nonton tetep aja dia bilang lebih asik nonton di luar, sudah sana masuk Yana."
Dayana hanya mengangguk dan berjalan menuju kamarnya dengan kepala tertunduk.
"Duduk Pandu! Kamu ini kok nggak ngerti sih, dia itu belum terbiasa dengan gaya hidup kita, jangan bikin dia tak nyaman, dia pasti sungkan sama mama karena pulang malam, lihat jam tuh sampe jam dua belas lewat, tadi kan mama bilang jemput dia setelah magrib."
Pandu yang duduk di dekat Renata hanya bisa tersenyum lebar dan merengkuh bahu mamanya.
"Mama Sayang, aku ngajak dia jalan-jalan jauuuuh ke negeri kayangan, negeri tak terjangkau."
"Ck, kamu nggak usah bergurau, kamu ajak ke mana?"
"Biasa laaaah kayak kata mama tadi."
"Kan sudah mama duga pasti kamu nonton dua film dan dia sampai terlihat lelah, bosan tahu!"
"Iya Mama, iyaaaa."
"Ini Abi nelepon mama tadi, dia masih di luar kota paling dia nginep."
"Oh gitu, ok lah, aku naik dulu ya Ma, mau tidur."
"Iyaaa, eh Panduuuu! Jangan ganggu Yana loh!"
"Iya Mama Sayaaang."
.
.
.
Di dalam kamar mandi, Dayana menangis tersedu, ia usap kasar tubuhnya di bawah shower, ia merasa kotor karena lagi-lagi tak bisa menolak saat tangan, bibir dan kata-kata penuh rayu Pandu menggema di telinga dan desir gairahnya tak bisa ditahan karena usapan pelan yang lama-lama jadi tak beraturan menjamah setiap jengkal tubuhnya.
Dayana menyabuni setiap inci tubuhnya dengan air mata berderai, ia menggeleng pelan sambil bergumam.
"Ini salah Pandu, ini salah, tapi aku, aku mencintaimu, aku tak tahu cara menghentikan rasa yang salah ini."
Dan klek!
Pintu kamar mandi terbuka, ia kaget saat menoleh Pandu telah berdiri dan sama dengan dirinya yang tak menggunakan apapun.
"Kamu, keluar!"
"Sssstttt ... Kamu nggak ingin semuanya jadi kacau kan?"
Dan Pandu memeluk Dayana, menggendongnya ke luar dari kamar mandi, Dayana memukul berulang dada Pandu.
"Sssstttt, diamlah, kita nikmati saja, tubuhmu tak pernah menolak Yana, meski mulutmu berkata tidak tapi desah dan eranganmu tak bisa mengelabui aku jika kau menikmatinya, malam ini akan jadi malam yang panjang, kau akan semakin tahu jika nikmatnya sampai ke ujung kepalamu bahkan getarannya akan terasa di seluruh tubuhmu, kesucianmu akan jadi milikku malam ini."
Pandu merebahkan Dayana di kasurnya, menciumi tubuh yang telah menjadi candu baginya sementara air mata Dayana semakin deras mengalir, ia pejamkan matanya saat rasa nyaman berubah menjadi sakit teramat sangat dan kembali lagi menjadi alunan kenikmatan teramat sangat dan membawanya ke awan-awan tinggi yang semakin tak terjangkau.
.
.
.
"Pandu, kamu paling bawa Yana tadi malam terlalu lama jalan-jalannya."
"Memang kenapa Ma?" Pandu pun terlihat masih mengantuk, ia baru ke luar dari kamar Dayana menjelang subuh.
"Tadi aku ke kamarnya karena dia tak kunjung turun, ternyata badannya panas, tadi sudah aku kasih obat penurun panas, biar dia nggak usah masuk dulu."
"Iya kah Ma? Apa aku panggilkan dokter aja Ma?"
Wajah Pandu terlihat sangat khawatir.
"Nggak usah dulu, mama siang nanti mau balik ke sini, mau lihat dia gimana."
"Biar aku yang balik ke sini kalo mama sibuk."
"Beneran Pandu? Mama memang banyak kerjaan, dua hari lagi kan pembukaan cabang butik mama yang baru."
"Iya Ma, biar Pandu aja, Pandu yang bikin dia kayak gitu biar Pandu yang menyembuhkan Dayana."
Renata menggenggam tangan Pandu.
"Makasih Sayang, jagalah calon istri adikmu."
Pandu mengangguk pelan.
"Nggak Ma, dia mempelaiku! Sejak tadi malam dia telah benar-benar jadi milikku."
.
.
.
Dayana mengernyitkan keningnya saat ia menggerakkan bokongnya dan pangkal pahanya lagi-lagi masih terasa tak nyaman, perih dan sakit yang tak bisa dijabarkan. Dengan tetap memejamkan mata ia tarik selimut ke dadanya namun ia tersentak saat merasakan genggaman tangan yang sangat ia hafal. Ia buka matanya dan air matanya mengalir tanpa ia minta.
"Pergilah, semuanya sudah kau ambil hingga tak bersisa, apa yang kau tunggu di sini, ini sudah sangat siang."
Pandu tak melepaskan genggaman tangannya.
"Aku memang tak ke kantor, aku menungguimu, maafkan aku Dayana, aku betul-betul tak mengira kau akan sakit seperti ini, desahmu aku anggap kau juga menikmatinya, menikmati malam pertama kita hingga subuh tiba."
"Cukup! Itu kesalahan berulang yang selalu kau lakukan padaku, kau tahu cara menaklukkan aku, dan aku yakin kau pun tahu jika aku akan jadi milik adikmu, jangan pernah sentuh aku lagi."
Pandu menggeleng dengan keras.
"Tidak! Selamanya kau akan jadi milikku, kau milikku sejak sebelum kau mengenal Abimanyu, aku tak mengambil miliknya, justru dia yang merebutmu dariku."
"Gimana kondisi Yana, Pandu?"
Tiba-tiba saja Renata sudah berdiri di depan pintu kamar Dayana.
💗💗💗
4 Juli 2022 (17.07)
Double up Dayana 💗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top