12. Virus Karena
Apa kabar guys? Lanjut lagi, ya.
.
.
.
.
.
"Saat semua lockdown, yang tidak bisa lockdown hanya hatiku. Terlanjur mencintaimu. Iya."
----
Libur cukup lama tidak lantas membuat pelajar benar-benar bebas. Karena, tugas yang dipersiapkan ternyata tak beda dengan saat masuk sekolah. Hanya beda lokasi tapi kegiatan tak beda sama sekali.
Sejak pagi, Bulan berkutat dengan tugas-tugasnya. Setelah sarapan, ia langsung kembali ke kamar tapi bukan untuk rebahan, melainkan mengerjakan berbagai macam tugas yang hampir membuat kepalanya meledak. Laptop, buku paket dan rekan-rekannya dibiarkan berserakan begitu saja di atas tempat tidurnya.
"Ini mah lebih-lebih dari sekolah efektif!" keluh Bulan sambil bersiap mengirimkan tugas melalui e-mail.
Sekali mengecek sosial medianya tidak masalah, bukan? Bulan butuh asupan cogan (cowok ganteng) untuk menambah semangat belajarnya yang sudah mulai melempem kayak kerupuk disiram kuah bakso.
Instagram adalah pilihan terbaik meski ia harus menggunakan second account agar tidak latah melihat story gurunya. Bisa gawat.
"Eh, siapa nih?" Bulan menajamkan penglihatannya pada layar ponselnya. "Kok bisa-bisanya masuk explore akun bodong aku, sih?"
Akhirnya, tanpa sengaja, Bulan tahu cewek yang dibonceng Hari tempo hari. Namanya April, sekelas dengan Hari dan Bintang. Yang lewat di explorenya adalah snap bersama Hari.
"Orang disuruh belajar di rumah masing-masing, ini malah pacaran! Dasar gak ada akhlak!"
Bulan terus misuh-misuh meski sudah menutup ponselnya. Rencana berburu cogan gagal sudah. Ia sudah tidak bersemangat lagi setelah melihat story kakak kelasnya itu.
Menutup akun instagram dan mencoba kembali fokus pada bertumpuk tugas di depannya adalah pilihan terbaik. Namun, semakin ia mencoba menutup dan melupakannya, rasa penasarannya malah semakin menjadi-jadi. Bulan melirik ponselnya tanpa ingin menyentuhnya sama sekali. Sampai ponselnya berbunyi dan tertera nama kedua sahabatnya di sana.
Tentu saja, mereka bukan ingin belajar bersama karena jurusan saja sudah beda. Tetapi, sesekali bergosip di tengah tugas yang banyaknya bukan main, tidak ada salahnya. Hitung-hitung menghilangkan stress.
"Kenapa? Aku lagi belajar tau!" sembur Bulan sambil memutar bola matanya.
Gadis mungil itu tentu saja berbohong. Hanya mengerjai teman-temannya yang sudah paham juga triknya.
"Gak usah bohong kamu. Memang, kita gak tau kalo tadi kamu bikin boomerang? Pencitraan banget!" balas Didi sengit.
"Paham banget, sih." Bulan tertawa geli saat melihat wajah Didi yang nampak kesal.
"Eh, tadi aku liat cowok itu, guys." Jihan yang sedari tadi diam akhirnya buka suara.
"Cowok saha ari maneh?"
(Cowok siapa kamu?)
"Cie, Bulan kepo!"
Bulan dan Didi menatap serius ke layar ponsel masing-masing menunggu Jihan mengatakan sesuatu. Wajah sahabat berhijabnya itu tampak sangat serius. Siapapun yang melihatnya pasti akan terbawa penasaran.
"Em..."
"Cepet, Jihuuun! Lama banget deh!" Didi yang memang tak sabaran, langsung tancap gas.
"Aku lupa namanya," cengir Jihan tanpa dosa.
Bulan dan Didi melayangkan kepalan tangannya. Kalau saja mereka sedang berdekatan, kepala Jihan sudah menjadi bahan jitakan kedua sahabatnya itu.
"Maaf atuh. Itu, cowok yang suka bawa vespa itu, lho. Yang waktu itu sama kamu, Bul."
"Oh, Hari? Astaghfirullah Jihan! Perasaan kita sering bahas, deh?" Didi membuang napas kasar.
Meski sering kali menghadapi Jihan yang pikirannya sering macet, tapi ada kalanya Bulan dan Didi kesal juga dibuatnya.
"Gimana, Hari? Kamu liat di mana, Ji?" tanya Bulan kepo.
"Switwiw... Ada yang penasaran nih," goda Didi.
"Yeh, orang nanya biasa juga!" Bulan mendelik sewot.
Selanjutnya, mereka membicarakan tentang Hari. Hal itu membuat hati Bulan terasa sedikit tercubit. Ia masih memikirkan perkataan Jihan kalau ia bertemu dengan Hari dan April di supermarket. Meski sedang pembatasan sosial, tapi orang-orang masih diperbolehkan belanja kebutuhan sehari-hari. Itu artinya, mereka ada hubungan spesial, kan? Tak mungkin tidak.
Setelah menutup video call dengan kedua sahabatnya, Bulan memilih menutup buku dan laptopnya. Menaruhnya kembali ke tempatnya. Semangat belajarnya sudah menguap setelah mendengar cerita Jihan. Entah kenapa, jantungnya berdebar cepat. Perasaannya juga tak karuan.
Ia membuka kembali ponselnya, membuka aplikasi google dan menuliskan 'perasaan berdebar saat memikirkan seseorang' pada kolom pencarian. Hasil yang muncul membuatnya menggeleng kuat. Tidak mungkin. Mana bisa ia jatuh cinta pada Hari?
Walau sebenarnya, akhir-akhir ini merasakan hal ini, Bulan masih saja menyangkal perasaannya. Katakanlah ia denial.
Ia juga mencari ciri-ciri orang cemburu dan hasil menunjukkan apa yang ia rasakan sekarang adalah perasaan cemburu. Ia tak suka melihat Hari bersama April. Rasanya, ia ingin menangis saja. Kenapa bisa seperti ini? Padahal, pertemuan ia dan Hari terbilang cukup menyebalkan. Kedekatan mereka juga terpaksa karena Bulan tertangkap basah menyukai Bintang.
"Harusnya, aku masih suka sama kak Bintang. Bukan sama Hari. Aku gak mau! Nyebelin!" teriak Bulan sambil mengacak rambutnya.
Kalau saja ada orang yang melihat, sudah bisa dipastikan kalau ia kurang waras.
Bulan memeluk boneka pandanya erat. Seakan menyalurkan kekesalan hatinya. Ia masih tak terima dengan apa yang terjadi dengan perasaannya. Iya, perasaan yang ternyata dirinya mencintai Hari. Sudah dipastikan.
"Aku harus gimana dong?" tanya Bulan pada boneka pandanya yang pelukannya sudah ia kendurkan.
Melihat mata bonekanya yang bulat membuat Bulan semakin kesal. Ia menganggap kalau panda malah menatap menghakiminya. Ia membalik boneka yang cukup besar itu agar membelakanginya. Jika sudah begini, semua bisa saja menjadi pelampiasan Bulan.
"Ih, gara-gara mikirin Hari, aku jadi lapar!" gerutunya sambil mengelus perutnya yang sesekali berbunyi.
Namun, ternyata Bulan lapar bukan karena Hari. Melainkan, memang sudah memasuki waktu makan siang. Akhirnya, ia hanya terkekeh pelan dan berjalan ke luar kamar.
****
Lama-lama di rumah membuat Bulan merasa sangat bosan. Meski awalnya ia senang karena tak perlu bangun pagi dan buru-buru karena takut terlambat pergi sekolah dan rasa bosan yang dirasakannya hanya sesekali. Namun, kali ini ia merasa berlipat-lipat lebih bosan. Sangat tidak tertolong. Imbasnya, ia mengomeli boneka pandanya lagi.
"Ini kapan sih udahan? Pengen ketemu Hari. Eh, pengen sekolah maksudnya. Panda, kamu diem-diem, ya. Tadi, Bulbul keceplosan aja. Oke? Awas kalo kamu ember sama Didi dan Jihan. Apalagi, sama Hari. Diem, ya?"
Setelah mengatakan itu, Bulan menggerakkan kepala pandanya seakan mengangguk.
"Bagus. Kamu memang paling oke." Bulan mengacungkan jempolnya ke depan wajah boneka tak berdosa itu.
Benar-benar sangat kebosanan, kan Bulan ini? Kasihan sekali. Ia memang jarang memainkan ponselnya setelah kejadian melihat Hari. Ia tak ingin perasaannya berkembang lebih jauh. Maka dari itu, ia hanya membuka whatsapp. Itu pun karena tugas saja. Selebihnya, ia memilih menonton atau membaca novel.
Bunyi pesan masuk kali ini menarik perhatiannya. Bisa saja itu grup kelasnya dan apa lagi kalau bukan tugas isinya? Ia tak ingin tertinggal meski sering malas-malasan. Masalahnya, selama belajar di rumah, ibunya lebih sering memeriksa tugas sekolahnya. Jadi, mau tidak mau bukan?
0812 xxxx xxxx : Halo, Bulbul. Gimana di rumah? Udah mulai bosen apa makin betah? Save ya. Hari ganteng.
Ternyata, bukan grup kelas dan bukan tugas. Bulan benar-benar tak bisa mengendalikan detak jantungnya kali ini. Ia tak membalasnya dan memilih menelungkupkan wajahnya di atas bantal. Membiarkan layar ponselnya kembali redup.
Kalian kangen Hari juga gak kayak Bulan? Ehehe
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomlosedunia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top