08. Heboh Fangirl Baru

Holla. Kalian lagi satnite atau sadnite nih? Gausah sad-sad lah. Mending nongkrong sama Hari di sini. Btw, buat yang penasaran sama series yang aku tulis di bawah dan barangkali kalian belum tau, tonton mulmed ya. Aku kasih trailer season 1nya. Bukan promo lho ya 😂
.
.
.
.
.

"Kata siapa, cinta sendirian itu bikin sakit hati? Nggak, tuh. Contohnya, cinta sama idol."

----

Meninggalkan perihal Bulan, Hari, Bintang dan betapa rumitnya perasaan mereka yang tak beda jauh dengan tali layangan yang lupa digulung kembali, saatnya meracuni kedua sahabat Bulan dengan series-series dan aktor Thailand favoritnya.

Didi dan Jihan tidak tertarik meski tawaran Bulan sangat menggiurkan. Alasan mereka adalah, mereka tidak suka menjadi fangirl. Jadi, meski mereka bertiga bersahabat sejak lama, kalau urusan bucinin idol, Bulan berjalan sendiri.

Lain halnya di minggu yang kebetulan cerah ini, Bulan memaksa kedua sahabatnya untuk datang ke rumahnya. Dengan iming-iming traktiran di kedai eskrim yang baru dibuka, Didi dan Jihan mengiyakan ajakan Bulan. Meskipun, mereka tahu maksud Bulan.

"Assalamualaikum..."

"Atok, oh, Atok!"

"Punten..."

"Permisi, Mbak. Kami dari dinas kependudukan. Rumah anda telah kami kepung karena Mbaknya berstatus jomlo."

Teriakan demi teriakan dilontarkan Didi dan Jihan di depan rumah Bulan sebelum sang empunya membukakan pintu.

"Heh! Berisik banget, sih? Nanti, tetangga kira ada orang kesurupan terus manggil paranormal, terus banyak kamera, terus rumahku viral karena disinyalir terdapat hantu tanpa otak, gimana?"

Didi dan Jihan hanya tertawa sebelum masuk ke rumah Bulan walaupun belum dipersilakan. Memang, tamu model begini tidak boleh dilestarikan. Eh, tapi kan, Bulan yang mengundang mereka.

"Bul, eskrimnya kapan?"

"Masih pagi. Kata Mamah, gak boleh makan es pagi-pagi, nanti batuk." Bulan mengikuti gerakan anak kecil yang hanya bileh makan eskrim kalau sudah siang.

"Yeu..." sorak Didi dan Jihan serempak.
Bulan mengarahkan kedua sahabatnya menuju kamarnya yang sudah barang tentu terdapat banyak camilan untuk persiapan nonton.

"Kok, aku tiba-tiba ngantuk, ya, Bul?"

Bulan tahu, Jihan hanya pura-pura menguap agar tidak jadi menonton.

"Udah basi, Ji. Aku tau!"

Bulan membuka channel youtube yang sudah ia subscribe dan menjadi channel youtube favoritnya.
"Aku udah rewatch ini berkali-kali."

"Ah, sabodo teuing. Gak mau mikirin."
(Bodo amat)

Bulan tetap memutar series yang ia rekomendasikan pada Didi dan Jihan walaupun keduanya tampak tidak minat sama sekali. Biarkan saja, toh, televisi di kamar Bulan itu mirip layar tancep kecamatan. Jadi, lambat laun, kedua sahabatnya itu pasti menonton juga.

Sedangkan, Bulan malah sibuk memperhatikan Didi dan Jihan yang mulai menunjukkan gelagat penasaran. Memangnya, kalau ngebucin sendiri enak? Nggak, lah. Makanya, Bulan mulai semakin gencar meracuni Didi dan Jihan.

Dan satu jam kemudian...

"AAA... WAVE GANTENG BANGET, BUL. ANJIR AKU TIDAK BISA BERNAPAS!" teriak Didi sambil memegangi dadanya dengan alaynya.

"Gak, gantengan Pang!" sahut Jihan tak mau kalah.

"Gak! Wave!"

"Pang!"

Bulan menutupi telinganya karena keributan Didi dan Jihan terdengar sangat bising. Semoga, tidak ada yang menganggap kalau rumahnya jadi sarang pesta narkoba. Nggak! Nggak! Macam-macam saja khayalan Bulan.

"Bulaaan, kok kamu gak bilang, kalo pemain The Gifted cogan-cogan?" Didi malah dengan teganya menjambak rambut Bulan dengan gemas.

"Dulu, aku pikir ngajak ngehype idol bareng temen bakal seru. Ini, kok malah serem, ya?" Bulan bergidik ngeri.

Didi dan Jihan menjadi sepuluh kali lebih bar-bar dari biasanya. Bulan yakin, nanti malam, badannya pasti sakit-sakit karena habis ditarik-tarik oleh Didi dan Jihan.

"Bul, ada rekomendasi lagi, gak?

"Hooh. Yang cogan-cogan. Ada gak?"

"Ada. Tapi---"

"Gak pake tapi-tapian!"

Bulan semakin ngeri melihat kedua sahabatnya. Apa jangan-jangan, selama menonton tadi, kedua temannya itu ditukar oleh alien?

"Ada, tapi, nanti aku bisikin aja. Gak boleh dikasih tau ke publik. Bahaya!"

Dan selanjutnya, Bulan hanya tinggal menyesali keputusannya yang memaksa Didi dan Jihan ikut fangirling bersamanya.

"Pulang, deh. Pulang. Aku capek!"

"Tadi, kamu yang maksa kita ke sini, udah ke sini malah diusir. Gimana, sih?"

"Iya, nih!"

Selanjutnya lagi, Didi dan Jihan semakin kepo pada sosial media aktor-aktor favoritnya dan tak henti-hentinya berteriak heboh. Fix, mereka kesurupan. Begini, kalau cewek biasanya lihat mamang-mamang cilok, dikasih coba sedikit langsung bar-bar.

Capek mengurusi kedua sahabatnya yang baru gila, Bulan memutuskan mengajak mereka membeli eskrim yang sudah ia janjikan. Siapa tahu, setelah makan eskrim, kepala mereka beku. Eh, dingin maksudnya.

Hari ini, semua orang di rumahnya pergi. Jadi, ia bisa mengendarai mobilnya tanpa harus bernegosiasi dengan mamanya yang akan banyak bertanya seperti petugas sensus.

"Nanti, sekalian anterin kita pulang, ya, Bul."

"Enteng banget. Gak, gak! Lagian, kenapa tadi gak bawa mobil aja?"

"Weekend semua orang ada di rumah mana dibolehin bawa mobil," sahut Didi yang berbanding terbalik dengan Bulan.

"Pilih mana aja yang kalian mau, ya. Asal gak lebih dari goceng."

"Sendoknya doang!"

"Dah lah, aku ngadem di freezer aja, Bul."

Protesan Didi dan Jihan hanya mendapat cengiran dari Bulan. Memang, kalau ketiga cewek itu pergi main, situasi sekitar pasti gak akan tentram lagi. Kalau ada orang bangun tidur dan mendengar keributan mereka, pasti mengira kalau World War III sudah dimulai.

"Rame banget, sih. Dasar warga +62, kalo ada diskonan aja pada gercep!" gerutu Bulan yang masih berdiri di panjangnya antrean.

"Ngaca kamu kalo mau ngomong." Didi menoyor kepala Bulan.

"Emang, aku ngomong sama diri sendiri, kok."

Karena kedai eskrim padat oleh pengunjung, ketiga cewek rempong itu memilih duduk lesehan di trotoar depan kedai tersebut. Untung saja, tidak ada yang memberi mereka uang recehan karena dikira mengemis. Atau bahkan, lebih fatalnya mereka bisa kena razia Satpol-PP.

"Jadi, selain jadi pelajar, kalian punya sampingan jadi pengemis juga, ya?"

Lelaki dengan vespa kuning khas yang sangat Bulan kenal itu menepikan motornya tanpa mematikan mesinnya dan membuat polusi di sekitarannya.

"Berisik!"

"Cie... Masih ngambek?"
"Nggak!"

"Bul, kalian ini ada masalah apa, sih?" bisik Jihan.

"Gak ada, kok. Balik, yuk! Di sini banyak polusi!"
Bulan menatap sinis ke arah Hari. Rasa kesal di hatinya masih saja tersisa.

****

Hal yang paling membuat Bulan kesal kedua setelah Hari adalah jemputan yang tidak datang dan memberikan kabar mendadak. Dikira tahu bulat apa bisa dadakan? Di tambah, ia sudah seperti anak hilang yang berdiri di depan gerbang sekolah sambil celingukan. Setidaknya, kabari sebelum jam pulang sekolah. Agar ia persiapan memesan ojol. Atau lebih baik lagi ia diperbolehkan membawa mobil.

"Jemputannya gak dateng lagi?"

Bulan menulikan telinganya karena tahu siapa yang bertanya. Deru vespanya terdengar khas.

"Ayo, pulang."

"Gak usah. Makasih udah nawarin," tolak Bulan.

"Apa susahnya bilang iya? Apa emang semua cewek ditakdirin ribet ya?"

"Ya udah, iya ikut! Gak usah ngomong kayak gitu!"
Bulan mengambil helm yang terletak di belakang jok motor vespa milik Hari dan langsung memakainya.

"Gak mau beli cilok dulu?" tanya Bulan pelan sebelum Hari melajukan vespanya.

"Nggak, ah. Nanti aku jadi bulet kalo makan cilok mulu. Tapi, kalo nawarin mampir ke mekdi, aku gak nolak."

"Ya udah, ayo!" Bulan memukul bahu Hari pelan sambil tertawa.

Kalau dipikir-pikir, kenapa Bulan harus sebegitu marahnya pada Hari karena tidak mau mendengarkan ceritanya? Padahal, harusnya urusan bersama Bintang itu tetap menjadi privasinya. Bulan diam-diam tersenyum karena berbaikan dengan cara yang sama. Tebengan.











Stay safe ya seluruh rakyat Indonesia. Especially pembaca setia Day is Hari. Semoga kita dilindungi dari bahaya apapun. Aamiin
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomblosedunia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top