06. Kencan, Katanya
Votenya cuy votenya. Hihi
.
.
.
.
.
"Kalau keberatan, berarti beban kamu terlalu banyak. Turunkan. Jangan ribet!"
----
Bulan sudah bersiap saat Hari tiba di rumahnya. Kali ini, lelaki itu tidak menggunakan vespa kuning kesayangannya. Melainkan, menggunakan mobil yang sebenarnya baru boleh ia gunakan saat usianya delapan belas tahun. Namun, ia tidak akan membiarkan Bulan terlihat kucel dan bau matahari. Memang, hanya Hari yang terlalu gabut sampai repot-repot membantu perempuan yang menyukai sepupunya. Alasannya, sih, ia kesal melihat Bintang yang banyak murungnya setelah putus dengan pacarnya. Apa salahnya mendekatkan Bulan pada Bintang? Toh, gadis mini itu juga sudah menyukai sepupunya itu dari zaman SMP. Ia tak masalah biarpun nantinya, ia harus lebih banyak berurusan dengan gadis bersuara toak ini.
"Kamu ngerampok mobil siapa, Har?" tanya Bulan saat melihat mobil mahal yang terparkir di depan rumahnya.
Tak lupa, sang pemilik juga tengah bersandar di sana.
Katanya, tak usah berpamitan, karena di rumahnya sedang tidak ada siapa-siapa.
"Enak aja ngerampok! Memangnya, saya ada tampang maling, apa?"
"Ya, gitu. Muka-muka kriminal, lah." Bulan mengangkat bahunya sambil terkikik karena melihat ekspresi Hari yang kesal.
Jadi, hari ini, Hari mengundang Bulan ke acara sepupunya, sepupu Bintang juga. Mereka ini saling sepupuan. Ah, terserah!
Konyolnya, ini adalah acara anak TK. Awalnya, Bulan menolak mati-matian karena Hari memberikan undangan khas anak lima tahun yang akan berulang tahun. Begitu juga, Bulan harus membawa kado dan menggunakan dress code yang tertera di kartu undangan. Lumayan, dapat ciki nanti. Ucap Hari tempo hari untuk meyakinkan Bulan. Kalau bukan karena ciki, eh Bintang maksudnya, Bulan tidak ingin pergi ke acara konyol ini. Bisa-bisa, ia dianggap masa kecil kurang bahagia.
"Nah, nyampe." Hari menghentikan aktivitas Bulan yang sepanjang jalan hanya membuat boomerang dengan love sign di tangannya.
Memang, kadang perempuan ini aneh, bukan berfoto muka saja harus take berulang-ulang sampai hasilnya maksimal. Lagipula, love sign mau beberapa kali take pun, bentuknya akan seperti itu. Tapi, Hari lebih memilih tak menegur daripada mulut mercon Bulan beraksi lagi. Ia terlalu malas untuk pergi ke THT dekat-dekat ini.
"Jadi, ini rumah sepupu kamu dan sepupu Kak Bintang itu?" tanya Bulan berbelit.
"Iya, jadi, Januar ini anak adik bunda saya, tapi anak kakak ayahnya Bintang," jawab Hari tak kalah ribet.
"Oh, gitu." Bulan hanya mengiyakan sambil mengekori Hari dengan kepalanya masih berpikir tentang silsilah keluarga mereka.
"Hallo, jagoan!" sapa Hari pada bocah yang tengah bersiap di depan kue ulang tahun sambil mengepalkan tangannya untuk tos gaya lelaki.
Bulan yakin, anak ini yang bernama Januar yang akan merayakan ulang tahun.
"Hallo." Bulan melambaikan tangannya ke arah bocah lelaki itu sambil tersenyum lebar.
"Wah, Kak Hari bawa pacar!" sorak Januar heboh.
"Eh, bukan, bukan pacar Kak Hari. Noh, pacar Kak Bintang," bisik Hari yang langsung mendapatkan jeweran dari seorang wanita yang Bulan terka adalah ibu Januar.
"Gak boleh ngajarin anak kecil yang nggak-nggak! Bandel pisan, maneh mah ih!"
"Aw, ampun, Hari bercanda aja, ih."
"Nah, ini anak geulis siapa, kok mau-maunya diajakin sama anak ini?"
Bulan menyunggingkan senyumnya sebelum menjawab. Namun, belum sampai gadis itu mengucapkan kata pertamanya, Hari langsung menyambar.
"Ayo, kenalan. Tapi, biasa aja, jangan kayak orang lagi interview kerja."
"Tau!" cibir Bulan.
"Saya Bulan, Tante. Temennya---"
"Temennya Bintang." Lagi-lagi, Hari memotong pembicaraan Bulan.
"Temen Bintang tapi sama kamu?"
Sebelum kekepoan tantenya semakin menjadi-jadi, Hari menarik lengan Bulan menjauhi tempat itu. Hari mengajak Bulan ke taman belakang.
"Sumpah, ide kamu absurd banget! Gak ngerti lagi sama pola pikir kamu. Masa iya dateng ke acara keluarga kamu. Kenapa gak makan di luar atau apa? Atau biar secara alami aja aku sama Kak Bintang deketnya. Sumpah ini konyol!"
"Banyak omong, lo! Tuh, Bintang baru nyampe."
Bulan menoleh ke arah tangan Hari menunjuk. Kenapa, kedua lelaki itu memakai pakaian yang nyaris sama? Jeans hitam, kaos putih yang dilapisi jaket berwarna hitam. Bahkan, mereka memakai sneaker dengan warna dan merk yang sama.
"Kalian belanjanya buy one get one free ya?" tanya Bulan.
"Yeu, namanya juga dress codenya gini."
"Tapi, gak harus sesama ini, Hari! Kocak banget deh."
Hari beberapa kali melontarkan godaan pada Bulan saat Bintang berjalan ke arah mereka.
"Dah lama di sini?" tanya Bintang pada Hari.
"Lumayan. Eh, iya. Nitip anak kurcaci ini dong, Tang. Kesian, katanya dia gabut banget sampe maksa ikut ke sini." Alibi Hari sungguh sangat luar biasa. Mana ada Bulan seperti itu? Karangan yang sangat tidak indah.
"Tang, Tang. Dikira aing perkakas bangunan apa?" protes Bintang karena panggilan Hari yang tak pernah berubah.
"Eh, Bulan. Aku gak tau, lho, kamu deket banget sama Hari." Bintang memulai percakapan.
"Gak deket, masa. Malahan, aku kenal Kak Bintang duluan," jawab Bulan agak pelan. Ia masih belum terbiasa berbicara dengan Bintang. Karena, dulu ia hanya mengagumi dari jauh.
"Oh, ya?"
"Iya. Kita satu SMP. Hehehe"
Sebenarnya, Bulan ingin bicara kalau ia juga sudah suka Bintang sejak lama. Tapi, masa, istilahnya baru punya kesempatan bicara langsung bilang suka. Memangnya, Bulan cewek apaan?
Percakapan mereka berlangsung baik, membahas banyak hal tentang SMP mereka dulu. Dari hal yang tidak penting sampai yang sangat tidak penting. Ternyata, Bintang bukan seperti cowok-cowok Wattpad yang kaku dan dingin. Ya, lagak-lagak cool boy begitu. Lelaki itu sangat pandai mencairkan suasana. Tapi tidak seabsurd Hari.
Entah, berapa banyak waktu yang mereka habiskan untuk mengobrol. Bulan juga tanpa malu-malu tertawa lepas saat Bintang menceritakan betapa konyolnya guru IPA mereka saat SMP dulu.
"Asyik banget ini bocah dua." Hari menepuk bahu Bintang.
"Eh, iya, Tang. Lo anterin bocil ini, ya. Gue harus nganter kanjeng mami belanja."
Tentu saja, Hari berbohong. Mana mau lelaki itu menemani bundanya belanja? Ia sudah bergidik ngeri saat membayangkan harus membawa banyak belanjaan dan berkeliling. Apalagi, kalau harus dimintai pendapat tapi malah tak dipakai.
"Bae-bae, ya, anak perawan. Misi berhasil?" bisik Hari pada Bulan sebelum meninggalkan kedua sejoli itu.
Bulan juga tak bisa berlama-lama di sana. Setelah Hari pamit, ia juga langsung beranjak untuk memberikan kado pada Januar dan langsung pulang juga.
Mendekati Bintang tidak sesulit yang ia pikirkan, ternyata. Tapi, kalau Hari tidak memulainya, ia tidak akan punya cara untuk mendekati lelaki itu.
Sepanjang jalan, Bulan dan Bintang sibuk menertawakan orang-orang yang mencari jodoh via radio. Bintang malah menyarankan Bulan untuk mengerjai salah satu lelaki yang mengaku ganteng dan memberikan nomor ponselnya.
"Makasih, Kak Bintang udah nganterin Bulan pulang."
"Sama-sama. Jangan sungkan gitu. Anggap aja sama kayak Hari."
"Hari kan otaknya masih dijemur sebelah. Kak Bintang juga sama?"
"Kalo gitunya nggak."
"Kirain. Oke, Bulan masuk dulu, ya."
"Sip."
Bulan mendengar deru mobil yang dikendarai Bintang mulai menjauh saat ia menutup pintu rumahnya. Gadis itu tak bisa melepaskan senyum dari bibirnya. Untung saja, bibirnya tak kram.
Cie, kutil geprek pedekate! Awokawok
Spam komen ayok ayok 😭
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomblosedunia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top