01. Hari yang Tidak Cerah-cerah Amat
Vote dulu yaw...
.
.
.
.
.
"Mau gak mau harus disebut. Dasar mimpi buruk!"
-Bulan Syeindara-
----
Bulan yang dasarnya tidak pintar-pintar amat, harus menerima kalau dirinya harus berpisah dengan sahabat-sahabatnya yang lolos kelas MIPA. Ia belum sempat berkenalan dengan satu orang pun di kelasnya. Dirinya yang datang sangat terlambat mendapat tatapan tajam dari teman sekelasnya.
Sialnya lagi, bangku yang tersisa hanya di bagian depan. Siswa di sebelahnya pun tampak tak peduli. Tidak mempersilakan Bulan duduk di sebelahnya. Bahkan, saat ia duduk pun, tidak ada respon apa-apa. Ia hanya mengikuti kegiatan MPLS dengan serius. Tanpa peduli punya teman atau tidak.
Baru saja bel istrahat berbunyi, Bulan langsung tancap gas ke kantin. Tak lupa mengirimkan pesan di grup cuap-cuapnya.
"Kok bisa terlambat sih, Bul?"
"Iya, bukannya kamu yang prepare banget, ya?"
Cecaran teman-temannya masih belum Bulan jawab dan masih pura-pura sibuk mengaduk jus melonnya tanpa diminum.
"Heh, kalo ditanya itu jawab. Ulah cicing bae!" celetuk Didi --sahabatnya yang mengeluarkan logat sundanya.
(Jangan diem aja!)
Didi ini bukan laki-laki. Perempuan tulen, katanya. Biarpun, penampilannya memang agak ke-laki-lakian.
"Aya jama gelo!" pekik Bulan akhirnya.
(Ada orang gila!)
"Atuh naha bet nyasab ka RSJ? Sugan poho lokasi?"
(Kenapa bisa nyasar ke RSJ? Memangnya, lupa lokasi?)
"Ih! Bukan gitu! Jama gelonya di sekolah ini."
"Masa? Jangan ngadi-ngadi. Sekolah kita mana ada orang gila?" Kali ini, Jihan yang menimpali.
Jihan ini gadis berhijab yang tak bisa lepas dari kaca dan kerap kali bertanya pada Bulan ataupun Didi, 'eh, jilbab urang bener teu?'
(Eh, jilbab saya betul gak?)
SMA Kujang Pusaka ini seperti namanya terletak di daerah Jawa Barat. Tepatnya berada di kota yang cukup terkenal, ada di google maps, kok. Tapi, tidak akan disebutkan. Takut ada yang mencari.
Bulan akhirnya menceritakan kejadian buruk yang menimpanya tadi pagi dengan berapi-api. Didi dan Jihan menyimak dengan santainya sambil memakan kuaci.
"Maneh ngadéngékeun urang teu sih?" sembur Bulan yang melihat kedua sahabatnya tengah asyik dengan kuaci.
(Kalian dengerin aku gak sih?)
"Iya, Bul. Kita nyimak, kok," jawab Didi yang juga di iya kan oleh Jihan.
"Jangan-jangan, dia jodoh kamu, Bul. Kan, sama gelonya."
Didi langsung mendapatkan tabokan mesra di kepalanya.
"Aku sukanya sama Kak Bintang, bukan si Hari gelo!"
"Kak Bintang yang itu?" tunjuk Jihan pada lelaki bertubuh tegap yang tengah berjalan ke arah kantin.
Kenapa harus ditanya lagi? Orang mereka dan Bintang satu sekolah sejak SMP.
"Sttt, jangan keras-keras. Nanti, ketahuan, berabe."
Jihan hanya tertawa karena memang dasarnya sering keceplosan.
Senyum di bibir Bulan yang baru saja akan muncul langsung hilang seketika. Seperti bulan yang tertimpa mendung. Ia mendadak ingin hilang saja dari tempat itu saat melihat lelaki di samping Bintang dan dengan beraninya merangkul mesra bahu pujaan hatinya.
"Bul, itu, Kak Bintang homoan--"
"Heh! Sembarangan!" sambar Bulan tak terima.
Kalaupun Bintang homo, ia akan menerima dengan lapang dada. Asal tidak dengan Hari. Iya, yang merangkul pundak Bintang adalah Hari. Bisa-bisanya, makhluk durjana itu berdekatan dengan makhluk seterang Bintang.
"Eh, ayam geprek. Ketemu lagi kita," sapa Hari pada Bulan dengan sangat santai.
Apa ia tidak sama sekali merasa bersalah sudah mengerjai Bulan sekejam itu?
"Nama saya bukan ayam geprek!" jawab Bulan sewot.
"Oke, jadi, nama lo siapa?"
Belum sempat Bulan menjawab, memang dasarnya ia juga malas menjawab, Bintang langsung menggeplak kepala Hari.
"Ulah ningkah! Sok-sokan pake lo-gue segala!"
(Jangan bertingkah!)
Bulan yang menyaksikan hal itu merasa puas. Apalagi, yang melakukan itu Bintang. Ia seperti dibela secara tidak langsung. Ia otomatis tergelak tanpa peduli sekitarnya.
"Gak usah ketawa! Nanti kunti di gudang itu ngerasa kesaing sama kamu!" bentak Hari sewot.
"Idih jadi kamu-kamuan."
"Naha? Takut baper?"
(Kenapa?)
Bulan langsung bungkam tanpa membalas ucapan absurd Hari dan kembali pada mode cantiknya. Tengsin berhadapan dengan Bintang.
Namun, tak butuh waktu lama, kedua kakak kelas Bulan itu meninggalkan tempat ia dan teman-temannya makan dan mencari tempat yang masih tersisa.
"Itu Hari, Bul?"
"Kok bisa sama Kak Bintang?"
"Gak usah nanya lagi!" jawab Bulan sewot.
Selera makannya sudah hilang. Padahal, makanan dihadapannya masih tersisa dan Bulan bukan orang yang suka membuang-buang makanan. Ya, lebih baik membuang perasaan yang tersisa sama mantan. Namun, kali ini, situasinya sangat berbeda. Bulan mendadak kesal ketika memori di kepalanya memutar bagaimana Hari tertawa.
Bel masuk yang sudah berbunyi membuat Bulan, Didi dan Jihan terpaksa berpisah kembali.
****
"Ayam geprek!"
Bulan mengabaikan suara-suara ghaib yang samar-samar terdengar memanggil nama panggilannya selama MPLS. Ia mencoba mengusir makhluk itu dengan merapalkan doa-doa dalam hatinya dengan mulut yang terlihat komat-kamit.
"Heh, ini manusia kasepnya di sini."
(Ganteng)
"Astagfirullah, Bulan gak ganggu, numpang-numpang ya."
"Ampun! Bulan, ngapain sendirian di halte kayak gini?"
"Bukan urusan kamu!"
"Haih, mau pulang, kan? Ayo!" Hari menepuk jok vespa bagian belakang miliknya.
"Gak usah!"
Penolakan Bulan bukan karena tengsin, tapi memang ia tidak ingin bahkan tidak sudi bertemu apalagi sampai dibonceng Hari setelah kejadian tadi pagi.
"Bentar lagi hujan. Daripada nunggu di sini tanpa kepastian, mending sama aku aja," tawar Hari yang terdengar ambigu.
Langit memang sudah hampir didominasi dengan awan pekat yang sudah tentu akan hujan. Tapi, Bulan masih teguh dengan keyakinannya. Mendung belum tentu hujan, dekat belum tentu jadian.
"Dijemput?"
"Kamu kalo mau pulang, ya pulang aja!" bentak Bulan yang tanpa embel-embel 'kak' dalam memanggil Hari.
"Sebagai permintaan maaf, saya temenin kamu deh kalo gak mau dianter pulang."
"Gak usah! Nanti kamu kehujanan terus nuntut!"
Hari yang mendengar ucapan Bulan malah tertawa. Siapa yang akan menuntut hal konyol seperti itu?
"Ayo, sih. Kamu belum pernah ngerasain gimana romantisnya naik vespa berdua."
"Kamu aja sama keluarga kamu sana!"
"Vespa segede gini mana bisa satu keluarga. Keluarga saya banyak, lho. Saya aja delapan bersaudara. Belum lagi bunda sama ayah saya. Emak, abah, uwa, mamang, bibi juga."
Bulan semakin dibuat kesal oleh Hari yang malah menyebutkan keluarganya. Memang, siapa yang peduli? Ia bahkan semakin kesal karena taksi online yang dipesannya membatalkan pesanannya secara tiba-tiba.
"Sia-sia nunggu! Malah cancel gini sih, aduh!" maki Bulan pada ponselnya.
"Kan, dari tadi juga dibilang, jangan nunggu yang gak pasti."
Hari menyodorkan helm yang sengaja ia bawa, takut-takut ada temannya yang nebeng pulang. Biar gesrek otaknya, Hari tak mau kena tilang. Padahal, ia juga sering ketakutan karena belum mempunyai SIM.
Mau tidak mau, Bulan menerima ajakan Hari. Ya, benar. Hitung-hitung permintaan maaf. Lagi pula, ia sudah terlalu malas memesan kendaraan.
"Pegangan ke baju saya. Nanti, kamu jatuh."
"Gak! Vespa kan gak bisa ngebut!"
"Jatuh cinta sama saya, maksudnya. Hiya, hiya, hiya."
"Jokes kamu kayak bunyi bel sepeda!" teriak Bulan.
"Gimana?" balas Hari.
"Cringe, cringe, cringe!"
"Hampir lucu. Dikit lagi."
"Siapa yang ngabodor?!"
(Ngelawak)
Selanjutnya, hanya terdengar deru vespa yang Hari kendarai tanpa satu orang pun yang berniat berbicara lagi. Bulan memilih mendekap erat tasnya daripada berpegangan pada Hari.
"Kamu tinggal di mana?" tanya Hari agak keras.
"Di rumah."
"Tau, ayam geprek. Maksudnya, rumahnya di mana?"
"Ih, jangan modus, ya!"
"Mana ada? Ini saya antar kamu ke TPU, mau?"
Bulan yang memang merasa jawabannya kurang tepat langsung menyebutkan alamat rumahnya. Ia lupa kalau saat ini ia diantar pulang oleh Hari.
"Makasih!" ucap Bulan yang terdengar jauh dari kata tulus. Bahkan, terdengar sakras.
"Eh," panggil Hari sebelum Bulan membuka gerbang rumahnya.
"Apa? Saya gak nawarin buat mampir, lho, ya!"
"Suudzon terus! Itu helmnya. Mau dicolong?"
Bulan hanya bisa terdiam karen lagi-lagi ia yang salah. Kenapa lama-lama tengsin juga sama Hari?
Gimana? Masih mau lanjut gak?
Btw, percakapan dalam bahasa sunda ada terjemahannya ya (:
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomblosedunia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top