Dua Puluh Satu

Yoongi menunduk.

Ia sadar bahwa perbuatannya salah. Ia menyadari itu semua.

Tetapi ia tak bisa. Ia tak bisa mengendalikan satupun emosi dan perasaan yang ia rasakan.

Yoongi tahu, bahwa bukan dirinya saja yang seperti ini. Bukan hanya dirinya yang kehilangan sosok Jungkook. Tetapi mereka semua.

Bahkan Yoongi sering kali melihat Taehyung menangis sendirian di taman belakang rumah mereka. Tetapi, Yoongi mengabaikan itu semua.

Amarah membuat dirinya menjadi iblis lagi dan lagi. Ia tak tahu harus bagaimana, ia selalu bertanya-tanya, apakah semua akan baik-baik saja?

Apakah keadaan mereka akan kembali seperti semula?

Nyatanya, selama 5 tahun ini, mereka tenggelaam dalam ke tidak pastian akan kabar Jungkook.

Perusahaan Jeon Sungha yang sudah berada ditangannya terasa begitu sia-sia ia perjuangkan.

Malam dimana mereka menghancurkan Min Ritsu.

Malam dimana Yoongi mengetahui semua fakta.

Serta malam dimana luapan emosi tak dikenal yang merusak seluruh kediaman Jeon Seungha malam itu, Yoongi berada di ambang batas jiwanya.

Ia tak tahu apakah dirinya masih bisa di katakan waras atau tidak.

Mencincang habis tubuh wanita yang melahirkan dirinya. Apakah pantas mulutnya berkata dan menerima bahwa sosok tersebut adalah ibunya?

.
.
.
.

That Night, 5 Years ago...

Dibalik penampakan awan hitam, seorang pemuda, dengan mata sayunya menatap dari kejauhan. Bagaimana gumpalan di atas langit itu bergerak, menari dengan melodi angin yang berteriak semu.

Tidak ada yang tahu, apa yang kiranya angin itu sampaikan. Entah sebuah jeritan kesedihan, teriakan penyesalan, atau sebuah tangis yang tak mampu di keluarkan.

Yoongi menatap, di balik jendela jet pribadi yang akan membawa mereka pergi meninggalkan Seoul.

Gelap.

Berawan.

Tanpa adanya sinar rembulan.

Atau bahkan kelipan bintang, yang menemani perjalanan mereka selama dua setengah jam lamanya.

Saat ini, Hoseok tengah berusaha mendaratkan burung terbang yang ia kendarai. Memberikan sinyal pada pusat penerbangan Bandara Narita, lalu selama kurang dari 10 menit dirinya berhasil membawa mereka kembali menapak bumi.

Yoongi berdiri dari duduknya. Mengambil sebuah kotak kecil dari saku celana miliknya, tepat saat kakinya menuruni anak tangga, di pucat memantik apinya.

Membakar satu buah cerutu dengan label Taru Martani yang dibuat pada tahun 1995, Yoongi baru saja mendapatkannya dari lelang bawah tanah di Asia Tenggara.

Rasa cengkeh yang khas dari Indonesia, dengan rasa asam yang bercampur dari hasil fermentasi selama lebih dari 20 tahun, membuat Yoongi memejamkan matanya.

"Laporannya Namjoon." serunya dengan berjalan santai keluar dari pintu bandara.

"Sebuah mansion yang berada di pinggiran kota Yokohama, target berada di sana pada malam ini." jelasnya dengan membawa tab di tangannya.

Namjoon mengikuti langkah Yoongi di belakang pemuda tersebut. Ke-empat lainnya, Jimin, Taehyung, Hoseok, bahkan Seokjin yang membawa masing-masing tas di punggung mereka.

"Berapa lama?"

"Hanya sekitar 1-2 jam perjalanan, itu artinya seperti perkiraan, kita akan beroperasi pada pukul 11 malam ini." ucap Namjoon.

Dua buah mobil SUV yang telah di siapkan menunggu mereka. Dengan cepat mereka memasuki tampat masing-masing. Yoongi bersama dengan Namjoon dan Hoseok. Sedangkan, Jimin, Taehyung, dan Seokjin berada di mobil lainnya.

Peralatan tambahan yang telah mereka kirim beberapa hari yang lalu telah tersusun rapih di bagasi.

Mereka meninggalkan bandara, pergi menuju tujuan yang tidak terlalu jauh bagi Namjoon.

Sengaja tidak membawa orang lain dalam perjalan kali ini. Anak buah Yoongi yang berada di Jepang hanya bertugas membawa mobil sampai bandara saja, sisanya Seokjin dan Hoseok-lah yang mengendarainya.

Kakak tertua mereka, Seokjin, sedang mendayu, mencoba untuk memecah keheningan di dalam mobil yang mereka naiki. Jimin sibuk dengan senjatanya, memoles mereka dengan sebuah kain sutra dan sebuah cairan yang ia dapatkan dari salah satu koleksi mereka.

Hal yang membuat Seokjin terheran adalah, Taehyung yang hanya terdiam menatap lampu jalan dengan pandangan kosong.

"Kau baik-baik saja?" Seokjin tersenyum, berharap bahwa ia bisa sedikit menghibur adik bungsunya yang lain.

Tidak ada senyum.

Biasanya Taehyung atau Jimin akan bersuara paling heboh. Kedua adiknya akan begitu senang jika mereka mendapatkan sebuah misi dari Yoongi. Tetapi kali ini, si sulung tidak melihat kebiasaan itu muncul.

"Apa kau lapar Taehyung?" Seokjin bertanya sekali lagi, karena sebelumnya ia tidak mendapatkan respon apapun.

Taehyung memalingkan pandangannya, menatap Seokjin dengan hazel-nya yang redup, "Aku tidak lapar." balasnya pelan.

"Lalu tidurlah, kau nampak lelah saat ini." Seokjin berkata sangat lembut.

Memancarkan aura keibuannya, si sulung tersenyum dengan teduh.

"Kau juga Jimin, berhenti lah mengusapnya!" omel Seokjin kecil.

"Mengapa kau meninggikan suara mu hanya kepada ku hyung?" Pemuda bersurai pirang itu sedikit cemberut mendengarnya.

Seokjin tidak membalas, hanya terkekeh mendengar celotehan serta beberapa umpatan yang di gumamkan oleh bibir tebal adiknya.

Hingga satu setengah jam perjalanan, mereka telah sampai pada sebuah kota yang sangat indah. Kota yang berada di pinggir laut dengan pemandangan lampu dan gedung menjulang, Yokohama.

Perdagangan yang terjadi di sebuah pelabuhan dan beberapa mafia yang tersebar di seluruh kota, Yokohama adalah tempat Hoseok sering bertransakasi dengan kolega Yoongi.

Setelah 5 menit, mereka sampai pada sebuah mansion bergaya semi modern.

Nuansa Jepang yang kental dan sedikit gaya masa kini, rumah tersebut terhalang pagar tembok yang mengelilingi tanah berukuran lebih dari 1500 meter tersebut.

Mereka berenam turun dari mobil yang terparkir sedikit menjauh dari lokasi. Menempatkannya pada titik buta cctv, baik dari rumah tersebut maupun umum yang berada di sekeliling.

"Sesuai pada rencana awal," Namjoon membuka suaranya, "Pergilah pada posisi kalian masing-masing. Kali ini aku akan turun tangan, seperti biasa, Lalu Hoseok akan ikut bersama Yoongi hyung." perintahnya mutlak.

Mereka akhirnya menyebar. Taehyung dengan M200 Cheytac Intervention-nya, Jimin dengan senjata jarak dekatnya—berbentuk jarum tebal sepanjang 60cm— dan Seokjin dengan pisau bedahnya.

Yoongi dan Hoseok bersembunyi, di sebuah paviliun yang gelap tanpa penerangan sedikitpun.

Namjoon berjalan dengan santai, di antara yang lainnya, mungkin dirinya lah yang paling rapih saat ini. Satu set suit berwarna biru dongker yang di padukan dengan rompi di baliknya, dan sebuah jas hitam berukuran panjang yang menutupi hingga betisnya.

Harus Yoongi akui, Namjoon begitu berwibawa dan elegan saat ini. Proporsi tubuhnya yang pas membuat pria manapun iri melihatnya.

Kim Namjoon berdiri di ambang pintu, dengan lembut ia menekan sebuah bel.

"Tunggu sebentar!" sebuah suara menyahut dari dalam.

Tak lama kemudian, sosok wanita dengan rambut panjangnya muncul di balik pintu. Hal pertama yang Namjoon lakukan adalah tersenyum hangat.

Menampilkan kedua lesung pipinya, ia menunduk, mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi si wanita yang hanya memakai gaun tidurnya.

"Konbanwa, Nyonya Jeon..."

༺༻
TBC

*Konbanwa : Selamat Malam (Jepang)

Ohayouu Minna~~
Sumimasenn, kemarin aku sedang tidak dalam keadaan yang baik, jadi di manfaatkan untuk istirahat seharian. 🥺🙏
Happy Reading, tolong tinggalkan banyak cinta dan komentar untum Day By Day!❤️

'05112022
IndahHyera'

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top