Dua
'Menjagamu, mungkin akan menjadi salah satu kebahagian untuk kami'
☘️
"Jadi namamu Jeon Jungkook?"
Jungkook mengangguk perlahan, ia ingin sekali melihat siapa mereka sebenarnya dan bagaimana bentuk wajah mereka.
Apakah mereka tampan atau mereka berwajah seram seperti hantu yang ia bayangkan?
Tetapi hanya kegelapan yang Jungkook pandang saat ini. Semuanya gelap, dunia yang dingin penuh dengan rasa sakit. Anak itu ketakutan setiap kaki kecil yang ia miliki ingin melangkah.
Tangan mungilnya terangkat, meraba ke atas hingga ia mendapatkan wajah Seokjin di tangannya. Merabanya dengan hati-hati sambil membayangkan bentuk wajah tampan milik Seokjin di dalam pikirannya.
"A-anak ini... buta?" Jimin terkejut. Tangannya mengambang di udara saat sedetik sebelumnya ia berniat ingin mengusap rambut hitam milik Jungkook.
Pertanyaan spontan dari Jimin membuat Jungkook berkaca-kaca, ia merasa sedih akan kalimat itu. Terdengar seperti kalimat akan penolakan yang menyakitkan.
"Hei, jangan menangis lagi Kookie. Kau sudah banyak mengeluarkan air mata sejak tadi."
Seokjin menatap geram kedua adiknya bersamaan. Ia sudah lelah menenangkan bocah di pangkuannya sejak tadi. Taehyung dan Jimin bungkam, melirik satu sama lain memikirkan kira-kira apa yang selanjutnya akan mereka lakukan pada anak ini.
Meletakkannya di panti asuhan?
Atau
Merawatnya?
Tapi anak ini buta, tak bisa melihat walau wajahnya sangat menggemaskan. Jika ingin merawat, berarti mereka harus bekerja ekstra untuk itu.
.
.
.
Yoongi terbangun karena silau matahari menyapa kamar gloomy miliknya. Matanya menyipit mencoba memfokuskan pandangan yang buram, Yoongi tergerak untuk bangkit dari kasur miliknya.
Tetapi gerakannya terhenti saat ia merasakan nyeri di perut kirinya. Yoongi lupa bahwa semalam dirinya terluka karena tusukan dari salah satu mafia yang mengejarnya. Ia kembali terbaring, menatap kamar miliknya yang didominasi oleh warna hitam dan abu-abu.
Sunyi.
Tak ada suara apapun.
Yoongi menoleh, menatap seorang bocah yang tertidur mengenggam jari-jari miliknya. Dahinya mengkerut, mencoba mengingat kembali siapa gerangan yang mempunyai rambut sehitam malam itu.
Ahh... Ternyata bocah ini ia temui menangis semalam diguyur hujan. Tangannya putihnya terangkat, membelai surai yang ia akui sangat lembut dan terlihat sedikit panjang.
"Hei..."
Menepuk pipi gembil itu perlahan, bocah itu bergerak gelisah dalam tidurnya. Membawa dirinya yang semakin meringkuk mencari posisi nyaman dan memeluk tangan Yoongi semakin erat.
"Bangunlah..." gumannya kembali.
Dan ketukan pintu membuat Yoongi menghentikan acara membangunkan Jungkook pagi ini. Ia mendeham sebagai jawaban untuk mempersilahkan masuk ke dalam biliknya.
Lalu pintu kayu itu terbuka, menampakkan kakak tertua dari mereka yang tersenyum cerah sebagai sapaan. Yoongi membalasnya, Seokjin-pun berjalan perlahan, menyibak tirai hitam agar cahaya matahari dapat menghangatkan ruangan pagi ini.
"Apa kau merasa lebih baik, Yoongi?"
"Yah, tidak buruk. Rasa sakitnya mulai terbiasa untukku." jawabnya sambil mengelus luka miliknya.
"Cukup dalam kau tahu, satu jam aku lakukan hanya untuk menjahit luka lebarmu. Kali ini apa lagi? Kau selalu saja bekerja sendiri."
"Yah terima kasih untuk itu, hyung. Karena ini tanggung jawabku." kekehnya.
Lantas mata sipit miliknya menatap kembali gumpalan putih di samping.
"Kau yang membawa ia kemari?"
Aktivitas Seokjin terhenti, ia menoleh menatap Jungkook yang masih tertidur dengan nyaman.
"Maksudmu Jungkook?"
"Jadi namanya Jungkook, Kau yang memberikan nama itu padanya?" tanya Yoongi.
"Tentu saja tidak, ia sendiri yang menjawab saat aku bertanya."
Seokjin membantu membersihkan kamar, merapihkan senjata api milik Yoongi yang tak sempat ia simpan semalam. Menaruhnya pada lemari khusus di sudut ruangan. Meletakkan di samping barang-barang kesayangan adik dinginnya yang satu itu.
"Kau tahu? Bocah itu menangis saat aku menemukanmu. Jika tak ada dia mungkin kau akan mati karena kehabisan darah."
Yoongi mengerutkan dahinya menanggapi ucapan Seokjin. Ia perlahan bangkit dari baringnya, mendudukan tubuhnya dan bersandar pada ranjang membuat pelukan lengan itu terlepas.
Lalu ia kembali teringat akan tatapan yang Jungkook berikan padanya.
"Hyung, Apa... Apa anak ini baik-baik saja?" pertanyaan yang Yoongi lontarkan terdengar ragu.
"Ia baik-baik saja, dimana kau menemukan anak itu? Mengapa ia bisa bersamamu?" Seokjin mendudukan dirinya pada tepian ranjang. Mengusap punggung kecil berpiyama merah tersebut dengan lembut.
"Aku tak tahu, saat bersembunyi pada toko-toko tua dan anak ini mengejutkanku. Ku kira ia salah satu dari mereka yang mengejarku, tapi ternyata bukan. Ia menangis dan aku mencoba menenangkannya. Aku sendiri bingung mengapa ia bisa berada di pinggiran hutan malam-malam." ceritanya singkat.
"Saat itu langkahnya gontai. Ia berjalan dengan memejamkan matanya. Aku rasa ia ketakutan, tetapi saat ku suruh bocah ini membukanya, ia seperti tak menatapku. Ini aneh."
"Jungkook buta." jawab Seokjin.
Tubuh Yoongi menegang, mulutnya terbuka dan tertutup secara cepat. Suaranya tertahan pada tenggorokan, terasa sakit. Ia tak mampu berkata-kata.
Seokjin masih menatap Jungkook dalam lelapnya. Lalu menarik tatapannya pada Yoongi, adiknya yang begitu terkejut terhadap fakta yang baru saja ia lontarkan.
"Sama sepertimu, aku terkejut bukan main. Tapi aku berusaha tenang, sepertinya ia ketakutan saat ada yang membicarakan matanya." jelas Seokjin.
"Akan ku bangunkan anak ini, kau bersihkanlah dirimu."
Seokjin mengangkat Jungkook dalam gendongan. Membawanya seperti anak koala, ia keluar dari kamar Yoongi, meninggalkan pemuda pucat yang masih terdiam pada ranjang hitamnya.
"Jungkook..."
.
.
.
.
.
"Bangunlah kelinci."
Seokjin sudah membuka semua baju yang melekat pada tubuh mungil itu, membawanya pada bathup. Jungkook masih setia menutup matanya. Sepertinya anak ini mengantuk sekali.
Menatap gemas dengan tangan yang menggosok sabun pada Jungkook perlahan, ia terkikik geli kala Jungkook merasa terganggu akan gerakan tangan Seokjin. Dan setelahnya, mata bulat itu terbuka, menampilkan retina sehitam jelaga yang cantik.
"Sudah bangun?" tanyanya.
"Dingin..." guman Jungkook mengepalkan kedua tangannya membuat pemuda penyuka warna pink tersebut tertawa.
"Maaf ya kookie. Aku tak sempat menyiapkan air hangat."
Jungkook mengangguk sebagai jawaban, ia mengengam pergelangan tangan Seokjin yang masih tergerak membersihkan tubuhnya. Membilas sisa sabun yang melekat, Seokjin memberikan sebuah sikat gigi pada Jungkook.
"Kau bisa sendiri bukan? Apa perlu bantuan?"
"Ti— tidak perlu, terima kasih, hyung."
Setelah mandi, Seokjin membawa Jungkook turun untuk sarapan, semua orang sudah menunggu termaksuk Yoongi dan keempat adiknya yang lain.
Namjoon, Hoseok, Jimin serta Taehyung.
"Kau lama sekali, aku sudah hampir mati kelaparan menunggumu hyung!" protes Taehyung yang sudah siap dengan seragam sekolah yang sama dengan Jimin.
"Diam! Atau tak ada sarapan sama sekali."
Taehyung memberengut mendengarnya, ia memalingkan wajah tanda kesal karena diomeli.
"Sudahlah Taehyung." Namjoon mengelus pucuk kepala Taehyung dengan lembut.
Dan matanya melirik bocah lucu yang duduk di samping Yoongi. Semua orang melihatnya, kecuali lelaki pucat disebelah. Menatap Jungkook yang hanya diam tanpa bersuara.
"Oh, siapa dia?" suara laki-laki lain terdengar memecah keheningan.
"Dia Jungkook, Jeon Jungkook. Keluarga baru kita Hoseok."
Yoongi berucap tanpa meolehkan wajahnya dari koran yang tengah ia baca pagi ini.
"Wahh... Aku tak menyangka kita mempunyai adik manis seperti dia. Taehyung pasti cemburu sekali posisi maknaenya direnggut." Hoseok tertawa keras di tempatnya. Jarinya menunjuk Taehyung seakan mengejek remaja tanggung yang semakin kesal saat ini.
༺༻
TBC
'IndahHyera
02022021'
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top