Epilog

Cuaca cerah, awan putih berarakan di langit biru, cahaya matahari terasa hangat menerpa pipi pucat Emily. Derap langkah kuda terdengar dari kejauhan, ketika kerumunan kuda pacu semakin mendekat, sorak sorai penonton semakin riuh dan menggebu-gebu. Kuda-kuda terbaik ditandingkan pada pacuan kuda Inggris yang terkenal dengan sebutan Royal Ascot. Sekalipun acara pacuan kuda berlangsung sepanjang tahun, hanya pada bulan Juni-lah, pertandingan ini disebut Royal Ascot. Karena sang ratu sendiri menghadiri ajang bergengsi ini.

Emily merapatkan tangan dan berdoa. Ketika suara gemuruh sorakan semakin meninggi dan berakhir dengan tepuk-tangan, Emily membuka mata. Ia melihat wajah James yang tersenyum lebar, tampak bangga, dan kemudian Emily tahu.... Doanya sudah terjawab,

"Luar biasa, Darlington."

"Terimakasih," James tersenyum senang sambil menerima jabatan tangan dari seorang Lord bertubuh agak bungkuk.

"Darlington, tidak kusangka kau berhasil memenangkannya..."

Senyum Emily mencerah melihat siapa yang datang dan menepuk pundak James. Rupanya Mr. Gregory, suami Emeline. Kakaknya, Emeline mengekor di belakang suaminya, menghampiri Emily dengan senyuman. Emily bertukar pelukan hangat dengan kakaknya.

"Well, setidaknya dia lebih baik daripada Ayah..." Emeline memutar bola matanya. Emily tidak tahan untuk tidak tertawa. Sama seperti dirinya, Emeline juga membenci kebiasaan buruk Duke of Holbrook dalam bermain judi pacuan kuda.

Itu, dan ditambah dengan reputasi James sebagai seorang playboy menyebabkan Emeline dulu menolak terang-terangan pernikahan adiknya. Emeline menatap wajah Emily dengan tatapan sayang. Ia meraih tangan adiknya dan meremasnya lembut.

"Apakah kau bahagia dengannya, Emmie?"

Emily mengangguk.

"Bagus, kalau tidak, aku masih berani memukul bokongnya. Atau bahkan meminta Julian memukulnya sekali atau dua kali."

"Oh, kakak..." Emily tertawa. "Percayalah, James sangat baik. Dia tidak seburuk itu. Kau tidak perlu meminta Julian untuk memukulnya segala." Emilly melihat kakak iparnya, Julian Gregory membicarakan sesuatu yang serius dengan James. Keduanya tampak kasual dan bersahabat, layaknya saudara kandung. "Mereka sedekat itu, mungkin bahkan Julian akan memihak James..."

"Aku tidak akan membiarkannya," ucap Emeline tajam. Tangan kakaknya naik mengelus perutnya sendiri. "Aku sering menggunakan anak kami untuk mengancamnya akhir-akhir ini."

"Oh, benar, apakah kau merasa lelah? Ceroboh sekali diriku tidak menawarkanmu untuk duduk di bawah pohon sana untuk berbincang-bincang..."

"Aku tidak apa-apa, satu atau dua tendangan kecil tidak berarti untukku," sahut Emeline santai. Tetapi, Emily bisa melihat pandangan sayang memancar dari mata kakaknya.

"Daripada itu, kau sendiri, kapan kau akan menyampaikan kabar gembira itu kepadanya?"

Pipi Emily memerah. "Bagaimana bisa kau menebaknya?"

"Aku bisa melihat adikku bertambah cantik. James pasti buta kalau tidak menyadarinya."

"Aku akan memberitahukannya," sahut Emily sambil mengulum senyum.

"Astaga, aku tidak tahan lagi..." erang Emeline gemas sambil memeluk adiknya. "Kalau kuingat, masih seperti kemarin kita bermain bersama di belakang taman, baru kemarin kita menangisi kematian ibu..." Emeline menatap Emily sayang dan tersenyum dengan mata berkaca-kaca. "Aku masih tidak percaya adikku sudah menikah dan sebentar lagi akan menyusul jejakku menjadi seorang ibu..."

"Aduh, aku jadi sedikit sensitif sejak hamil..." Emeline meminta maaf akan sifatnya yang menjadi agak cengeng.

"Kenapa? Ada apa, Eline?" Julian menghampiri mereka dan memegang siku istrinya. "Apakah kau merasa tidak enak?"

"Aku tidak apa-apa. Hanya kembali bersikap bodoh dan cengeng."

"Kemarilah, kita akan makan es krim sebelum pulang di Gunter's"

Emeline bersorak gembira mendengar penawaran suaminya. Setelah berpamitan kepada James, pasangan itu pun berlalu pergi.

"Kakakmu jadi terlihat lebih menyenangkan sejak hamil..." Dengan kata lain, James mau mengatakan bahwa Emeline tidak lagi bersikap galak kepadanya, dalam cara yang sedikit tersembunyi.

"Oh, ayolah, bukankah kalian berdua sudah berbaikan sejak kita menikah?"

"Kalau kakakmu tidak sengaja bersikap menyebalkan saja, aku sudah bersyukur. Tadi Mr. Gregory berkata kepadaku bahwa ia dengan senang hati akan menanamkan modal untuk membiayai perkembangan istal kita. Kurasa kita bisa membeli beberapa kuda Arab keturunan bagus, lalu mencoba perkawinan silang dengan kuda-kuda Inggris yang cantik."

Emily terdiam sementara James masih dengan bahagia menjelaskan tentang kuda-kudanya. Melihat ekspresi Emily yang diam membisu, James berhenti bercerita dan menggandeng istrinya. "Apakah aku membuatmu bosan?"

"Tidak, bukan itu," geleng Emily. "Aku hanya... bertanya-tanya... apakah ada hal lain yang bisa membuatmu lebih bersemangat... selain berbicara tentang kuda?"

"Astaga, istriku yang manis..." James tertawa dan meraih Emily ke dalam pelukannya. "Kuda atau apapun itu... tidak ada yang bisa mengalahkan posisi dirimu di hatiku..."

Emily menahan nafas dan membalas pelukan James. Ia menarik nafas dan menempelkan kepalanya di dada James, mendengarkan detak jantung teratur pria itu. Emily tersenyum dengan mata terpejam. Ia masih bisa merasakan betapa nyaman dan amannya berada dalam pelukan James.

Berapa tahun pun berlalu... perasaan nyaman dan aman yang sama akan selalu ditemukannya setiap kali James meraihnya dan merengkuhnya masuk ke dalam pelukannya. Emily masih ingat bagaimana pelukan James, kebaikan hatinya, kekuatan pria itu menyelamatkan dirinya dari cengkraman Arundel. Bahkan dulu, ketika statusnya masih sebagai tunangan Arundel, hari ketika James datang dan terlihat marah ketika menemukan bekas tamparan Arundel di pipi Emily... mungkin menjadi hari dimana Emily mulai jatuh cinta sepenuhnya kepada James.

"Sungguh, tidak ada yang lain selain diriku?" Emily bisa mendengar James menjawab sungguh dengan suara luar biasa yakin, gemuruh di dada James menegaskan hal itu. "Bagaimana dengan... anak kita, James?"

"Dia bagian dari dirimu, dia bagian dariku, bagian dari kita... bagaimana mungkin aku tidak menganggapnya penting?"

Emily menutup mata dan tersenyum. Ia bisa menyadari pertanyaannya mulai membuat James ikut bertanya-tanya dan menebak-nebak. Pria itu terdiam. Emily mulai menghitung mundur dalam hati. James melonggarkan pelukannya. Tiga... dua... satu.... Batin Emily.

"Apakah... kau hamil, Emmie?"

Emily bermaksud tersenyum menggoda dan tertawa Bersama James, tetapi alangkah terkejutnya dirinya ketika ia mengangkat wajah dan bertemu pandang dengan mata James yang terlihat berkaca-kaca.

Emily tersenyum sendu dan mengalungkan tangannya di leher James. "Iya James, aku hamil. Aku menunggu waktu yang tepat untuk memberitahukan kabar ini kepadamu... tapi... kurasa tidak ada yang lebih tepat dari hari ini. Anak kita bisa menyaksikan kemenanganmu... dan semuanya terlihat luar biasa indah..."

"Oh, Emmie..." James memeluk Emily lagi dan menjatuhkan kecupan bertubi-tubi ke bibir istrinya. "Oh, Emmie! Emmie! Emmie!" ketika pria itu menyenderkan dahi mereka dan tersenyum, Emily bisa melihat bagaimana sosok dirinya memantul di bola mata hijau kebiruan milik James, dan betapa kebahagiaan yang murni membuat suaminya yang tampan tampak salah tingkah. "Ini bukan hanya luar biasa... ini kejaiban. Ini sempurna, oh, aku mencintaimu, Emily..."

Emily tertawa dan membalas ciuman James dengan sama bersemangatnya. Ia menutup mata ketika suaminya meraihnya lagi dan menciumnya dengan perasaan bahagia yang meluap-luap. Emily merasakan hangat mentari menerpa pipinya, awan putih berarakan di langit, dan kabar kebahagiaan seolah berkumandang di udara. Tidak lama lagi, pikir Emily senang. Tidak lama lagi, dan tangan-tangan kecil akan meraih roknya, menyentuh bakal janggut James, dan mengucapkan Papa dan Mama dengan ceria ke arah mereka. Emily mendesah puas sambil berterimakasih dalam hati.

James benar.

Ini bukan hanya kebahagiaan yang luar biasa.

Ini keajaiban.

Dan tidak ada lagi yang lebih indah daripada hari ini dalam hidupnya.



TAMAT

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top