Chapter 5
PS: Please be a wise reader. Aku rasa walaupun belum ada adegannya, ada beberapa kata vulgar yang kugunakan di episode ini. Berlebihan tidak ya, kalau aku mengusulkan 17+ untuk episode ini? Happy reading all dan ditunggu comment dan votenya. <3
Frustrasi tidak pernah ada dalam kamusnya. Sepanjang hidupnya, berkat wajahnya yang tampan, kekayaan dalam jumlah yang fantastis dan kemampuannya bersikap menawan, hidupnya selalu terasa mudah.
Tetapi, keberadaan Miss Emilianne Hull membuatnya berantakan. Kacau. Mungkin untuk lebih tepatnya, hilangnya sosok Miss Hull yang misterius seperti halnya kemunculannya yang tiba-tibalah yang membuat James bingung.
Benar, gadis itu mengucapkan terimakasih dengan sopan dan mengatakan bahwa mereka tidak akan bertemu lagi.
Bah! Berterimakasih!
James menyumpah dalam hati. Seumur hidup, setelah mendapatkan ciuman dari seorang James Callaghan, tidak ada seorang wanitapun yang berangsur pergi setelah mengucapkan terimakasih atas ciuman mereka dan kenangan indah di antara mereka. Tidak ada satupun!
Karena itu, ketika Miss Hull dengan sopan berterimakasih dan meminta maaf serta memintanya untuk melupakan apa yang terjadi di antara mereka, batin James memberontak marah. Miss Hull adalah gadis pertama yang tidak berusaha lebih jauh menjeratnya ke dalam pernikahan, tidak berusaha bermanis-manis di hadapannya, tidak memujinya sepenuh hati bagaikan sandiwara opera.
Ini kesalahan, ini sesuatu yang tidak mungkin... nyaris mustahil terjadi... tetapi, membuat James berbalik terobsesi kepada gadis itu.
Pertemuan pertama mereka, gadis asing itu membantunya membersihkan noda wine dari bajunya. Jelas bukan keahlian yang secara alami dimiliki gadis bangsawan. Itu keahlian seorang pelayan rendah, tukang cuci, semestinya.
Pertemuan kedua mereka, Miss Hull mengejutkan James dengan wajah malu-malunya saat mengamati ukiran patung Dionysius yang telanjang. Sekali lagi James terkejut karena gadis itu masih tidak mengetahui namanya, tidak berusaha mencari tahu, dan sama sekali tidak terlihat penasaran. Wanita lain umumnya akan bertepuk tangan dan dengan manis memuji prestasinya dalam piala ascot, tetapi, tidak dengan Miss Hull. Gadis itu menjaga jarak, tersenyum wajar, dan bahkan.... terlihat tidak menyukai kegemaran James berpartisipasi dalam pacuan kuda kerajaan.
Pertemuan ketiga mereka, gadis itu menolak mengetahui nama James dan bahkan menyampaikan salam perpisahan. Dada James seperti ditonjok saat gadis itu seolah sama sekali tidak mempermasalahkan kenyataan bahwa mereka tidak akan bertemu lagi. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya, James merasa tidak diinginkan seperti ini. Ia biasa dipuja, diberikan tatapan malu-malu, dan bukannya penolakan halus.
Detik itu, saat mata hijau Miss Hull menatapnya sendu, James tahu ia akan bertindak. Ia akan menjadikan gadis yang membuatnya frustrasi sama frustrasinya dengan dirinya. Ia akan membuat Miss Hull yang manis sama bergairah dan menginginkan dirinya. Ia bertekad akan menjadikan gadis itu miliknya. Tetapi bukan untuk pernikahan. Tentu saja, ia masih muda, dua tahun lagi, mungkin... saat usianya baru menginjak tiga puluh, ia akan lebih serius memikirkan hidup.
Tidak sekarang, tentu saja.
Kalaupun akan menikah, James akan memilih istri yang menyandang gelar yang setara atau bahkan lebih tinggi darinya. Ia perlu sedikit memulihkan nama baiknya mengingat selama ini hidupnya bergelimang skandal. Bukannya James menyesalinya, ia hanya... sedikit kasihan pada anak-anaknya yang nanti akan menyandang nama ayahnya yang penuh skandal.
Lalu, siapa yang bisa memberinya informasi?
James Callaghan melirik sekeliling, menemukan seorang gadis tertawa merdu sementara banyak pengagum mengelilinginya. Itu dia bintang season ini, Lady Emeline Waterborne, putri Duke of Holbrook. James sempat menangkap gadis itu berbicara dengan ekspresi serius kepada Miss Hull.
Well, bukan berarti ia mengamati Miss Hull sepanjang waktu. Itu hanya kebetulan, pikir James sambil beusaha menghapus rasa bersalah yang menggerogotinya karena terobsesi kepada seorang gadis asing. Dengan langkah mantap, James menghampiri kerumunan pengagum Lady Emeline. Ia menyunggingkan senyum menawannya sebelum menyapa dengan sopan, "My Lady?"
-OOO-
James memandang Emily dan mengeraskan rahang. Ia meraih Emily untuk menjatuhkan ciuman bertubi-tubi di bibirnya, menyalurkan rasa frustrasi dan lapar yang menghantuinya semenjak Emily menghilang. Ketika ciuman mereka usai, James menyandarkan dahinya dengan Emily, berkata dengan suara parau. "Sekarang, tatap mataku dan katakan bahwa kau tidak menginginkanku..."
Emily tersenyum dengan mata nanar. "Aku tidak menginginkamu... pergilah dari sini sekarang..."
Wajah James terkejut seperti baru ditampar. Ia sama sekali tidak menyembunyikan ekspresi terpukulnya ketika meraih tangan Emily dan mengecupnya. Emily bergidik, membuat James sadar sebenarnya gadis itu bukannya sama sekali tidak tertarik kepadanya. Mungkin, cara pendekatannya hanya agak kasar. Ia akan lebih lembut, lebih sabar, sampai gadis itu mau menyerahkan diri kepadanya.
Biar bagaimanapun, Duke of Holbrook kelihatannya sudah bangkrut, sementara putri sulungnya belum tentu mendapatkan suami dalam waktu dekat, tidak peduli kecantikannya begitu tersohor. Memilih suami tidak seperti memilih gaun apa yang mau kau kenakan hari ini. Tentu saja, tidak ada seorangpun yang bisa menjadi pelindung bagi keluarga Holbrook. James bisa dan mau melakukannya, asal Emily menyetujui usulnya dan menjadi miliknya. James siap memberikan perlindungannya, uangnya, detik ini juga kalau Emily memberikan anggukan setuju.
"Aku akan datang lagi besok..."
"Jangan...." Gadis itu menjawab dengan suara parau. "Kalau kau datang hanya untuk memberikan tawaran yang sama kepadaku... Jangan datang lagi..."
"Lady Emily..."
Emily tersenyum dan menekuk lutut. "Jangan buat aku membencimu, James." Itu ucapan terakhir yang meluncur dari celah lembut bibir Lady Emily sebelum ia pergi dan meninggalkan James di tengah taman.
James menggeram dan menghela nafas. Keningnya berdenyut sakit membayangkan pria semacam Arundel yang akan menyentuh Emily. Gadisnya yang manis, lugu...
Tetapi, James tidak mau menikah.
Memberikan status pernikahan... sepertinya meminta terlalu banyak... mengambil terlalu banyak... itu lebih dari apa yang bisa James berikan. James tidak sanggup.
Belum.
Belum sekarang, belum saat ini.
Belum.
-OOO-
Emily terkejut ketika kepala pelayannya, Adrian, menyampaikan kepadanya bahwa ada sebuah surat dari kakaknya, Emeline, tiba dan ditujukan untuknya. Awalnya Emily ragu, ia mengira kalau kakaknya sudah mendapat tawaran pernikahan, orang pertama yang akan dikabarinya adalah ayahnya.
Kalau kakaknya belum menikah... pupus juga harapan Emily untuk lari dari pernikahan dengan Arundel. Mata Emily membelalak kaget saat membaca surat kakaknya.
--------------------------------------------
Emmie sayang,
Kurasa saat surat ini tiba, semuanya sudah terlambat, pria itu pasti sudah tiba ke tempatmu dan mencarimu. Kuduga, kau mengangguk membenarkan saat membaca suratku.
Pertama-tama, aku meminta maaf kepadamu.
Kenapa? Ya, kau benar, akulah yang membocorkan rahasiamu kepadanya. Aku harap kau tidak merasa marah dan kecewa padaku karena akulah yang membocorkan rahasiamu. Ia mengancamku, kau tahu, untuk membeberkan rahasia tentang kebobrokan kita. Ia juga mengancam akan bertanya langsung kepada Baroness Lampson dan putrinya, dan ia sendiri juga... terlihat agak frustrasi.
Sementara itu, Em... aku belum menemukan calon suami yang tepat untukku, yang bisa membuatmu menghindari tanggung jawabmu untuk menikahi Arundel. Aku mohon maaf untuk itu.
Kau pasti kecewa padaku.
Peluk sayang,
Emeline
-----------------------------------------------------
Emily melipat surat dari kakaknya dengan hati-hati dan mendekapnya di dada. Rupanya James mengetahui kenyataan tentang identitasnya dari kakanya. Pantas saja pria itu dengan cepat bisa menelusuri keadaannya.
Emily menggigit bibir, kecewa kepada dirinya sendiri dan keluguannya. Seandainya ia lebih berhati-hati, mungkin pria itu tidak akan mengetahui pembicaraan rahasianya dengan kakaknya di pesta.
Pernikahan dengan Arundel tinggal hitungan minggu.
Emily mendesah dalam hati. Ia kemudian meraih gaun pemberian Baroness Lampson dan kembali meneruskan pekerjaannya menisik gaun itu. Emily mencoba menghibur diri dengan meyakinkan dirinya sendiri bahwa setelah gaun-gaun ini laku terjual, mungkin masih ada harapan. Mungkin, ia bisa melunasi hutang ayahnya dan membatalkan pernikahan.
-OOO-
Belum sah menjadi istrinya saja, James sudah muak bagaimana Arundel dengan bangga mengumbar berita pernikahannya dan betapa muda calon istrinya. Ia menyesali keputusannya untuk memilih menginap di pub yang terletak tidak jauh dari kediaman Holbrook. Niat awalnya adalah agar dirinya bisa lebih leluasa melakukan pendekatan kepada Lady Emily. Ia terbutakan oleh harapan akan penerimaan dari Emily dan melupakan kenyataan bahwa lahan Arundel terletak tidak jauh dari kediaman Holbrook. Akibat buruknya, James dibuat kesal dengan keberadaan Arundel dan gerombolan lord temannya, suara tawa mereka menambah hiruk pikuk pub tempatnya minum-minum dan melepas lelah.
"Apakah Anda mau memesan wiski lagi, My Lord?"
James menggeleng. "Brendi saja."
Tawa Arundel menggelegar lagi, membuat James mengerutkan kening. "Apakah dia pelanggan tetap?"
Pelayan wanita yang melayaninya tersenyum lebar. "Beliau semakin sering datang akhir-akhir ini, dan bertambah loyal menjelang pernikahannya. Semua tahu ia akan menyetubuhi perawan manis..."
James tersenyum miring dan memberikan tatapan malas yang membuat wanita pelayan di depannya merasakan perutnya teraduk mulas. "Apakah kau termasuk wanita yang melayaninya?"
"Aye, dua kali... ah tidak, tiga kali..." sahut wanita itu. "His Lordship juga tidak pelit dengan tipsnya... hanya saja, akhir-akhir ini seleranya berubah. His Lordship lebih memilih wajah-wajah segar dan muda. Kurasa sedikit banyak dipengaruhi oleh calon pengantinnya yang kudengar manis dan muda..."
James mengerutkan kening. Wajah Emily terlintas di benaknya.
Brengsek, Emily bukan hanya manis dan muda. Gadis itu luar biasa. Gadis itu memikat. Hanya mengingat bagaimana gadis itu begitu lugu dalam dekapannya, bagaimana polosnya reaksi gadis itu dalam ciumannya membuat dahaga dan gairah James meningkat sampai rasanya nyaris tak tertahankan.
Ekspresi pelayan di depannya menggelap. "Apakah Anda juga membutuhkan penghangat ranjang, My Lord?"
James tersenyum kasual. Ia melirik pelayan di depannya. Berdada besar dan berambut coklat kehitaman dengan lekuk tubuh yang sensual, sebenarnya wanita di depannya cukup memikat. Tetapi, James merasakan hampa melanda dadanya. Tidak ada mata hijau Emily di sana, serta kepolosan yang menggelitik sekaligus mengusik jiwa James yang bobrok.
"Mungkin tidak malam ini," tolak James sopan.
Pelayan itu mengangkat sebelah alis dan mohon diri dengan satu senyuman terpaksa. James mengulurkan tips sedikit lebih banyak daripada seharusnya, semata-mata agar pelayan itu tidak merasa bahwa James tidak menghargai kecantikannya.
"Kau tidak tahu, gadisku itu punya lekukan walaupun bertubuh mungil. Aku bisa membayangkan kakinya yang indah mengelilingi tubuhku..."
"Dasar kau bajingan beruntung, Arundel..."
Tawa bergemuruh di sekeliling ruangan, sementara James menyadari tinjunya sudah terkepal di sisi tubuhnya. James menarik nafas, mendadak teringat wajah Emily lagi, bagaimana gadis itu tampak bingung ketika pertama kali James menjatuhkan kecupan di atas bibirnya yang merah.
"Aku akan menceritakan kepada kalian nanti, betapa menyenangkannya meniduri seorang perawan bangsawan. Seperti apa inti dirinya ketika aku mengusapnya, dan..."
Arundel berhenti bicara, roboh dan terjungkal ketika James tahu-tahu sudah menghadiahkan tinju di wajahnya dan menodongkan pistol di pelipisnya ketika Arundel berusaha bangun. Semua pria bangsawan yang tadinya duduk seketika melompat bangkit dari kursi mereka. Beberapa berusaha menengahi dan menarik James mundur, sementara beberapa membantu Arundel bangkit berdiri.
"Pernikahan kalian belum diresmikan dan kau sudah menghancurkan nama baik calon istrimu. Apakah otakmu sudah sedemikian kotor dan tercemarnya sampai-sampai kau melupakan kenyataan bahwa mungkin Lady Emily akan menolak menikah dengan bajingan lapuk sepertimu, Arundel?"
"Callaghan!" seru Arundel kaget. Ia melotot marah memandang James. "Apa-apaan kau! Kau tidak berhak berkomentar, memangnya siapa dirimu? Aku tidak tahu kalau kau punya hubungan rahasia dengan calon istriku."
"Satu kalimat sialan lagi, dan aku bersumpah akan menembakkan pistolku ke mulutmu."
Arundel menutup mulut. Ia bisa melihat bagaimana mata James terlihat marah dan bahwa ancamannya serius.
"Apakah kau menantangku untuk berduel, Lord Darlington?"
James menarik senyuman. "Apakah kau mengusulkan kita untuk berduel, Lord Arundel? Karena kalau tidak salah dengar, menurutku kau baru saja mengusulkannya."
"Duel itu illegal!"
Para Lord di samping mereka berusaha menengahi, sebagian melarang, sebagian memanas-manasi. Dari sudut mata James, ia bisa melihat bahwa beberapa bahkan sudah memasang taruhan atas namanya. "Aku akan membela kehormatan Lady Emily."
"Brengsek kau! Aku calon suaminya!"
"Kau boleh membela kehormatanmu sendiri." James tersenyum tenang. "Beberapa gentleman di sini bisa menutup mulut dan sisanya bisa menjadi saksi."
"Dasar gila! Kau bedebah gila!" Arundel mengumpat.
James tersenyum kasual, terlihat santai dan menawan, sebelum akhirnya bertanya sekali lagi, "Jadi, apakah kau bersedia berduel denganku, Lord Arundel yang terhormat?"
>> to be continued
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top