Chapter 4

"Aku akan sangat-sangat-sangat... merindukanmu..." Penelope mengelus punggung Emily dan menepuknya. "Apakah kau yakin tidak ingin tinggal lebih lama dengan kami di sini? Mama sangat menyukai keberadaanmu, Papa juga tidak mempermasalahkannya. "

Mata Penelope terlihat cemas.

"Tentu saja aku senang sekali berada di sini bersamamu. Mamamu memperlakukanku dengan hangat dan menyenangkan, Papamu membuatku merasa disambut di sini, tetapi... aku tidak bisa tinggal lebih lama lagi. Kewajibanku sebagai seorang anak sudah menanti. Ayahku sudah menantiku di rumah. Aku sungguh berterimakasih untuk mimpi indah yang sejenak kau bagikan kepadaku, Pennie... Aku tidak boleh bersikap lebih egois dari ini. Setiap mimpi ada saatnya untuk berakhir, dan ini saatnya aku kembali menjalani hidupku yang sesungguhnya."

"Banyak yang menanyakan kepadaku tentangmu. Kurasa kalau kau bertahan sebentar lagi, kau bisa mendapatkan tawaran yang jauh lebih bagus daripada Arundel, Em... Tidak adakah yang menarik perhatianmu, sayang?"

Emily tersenyum. Sejenak ia teringat kepada sang pria misterius yang telah mencuri ciuman pertamanya. "Kau bisa mengatakan kepada mereka semua bahwa Emillianne Hull menikahi seorang squire dan hidup bahagia. Kau bisa membuatnya terdengar lebih indah dengan mengatakan bahwa Miss Hull dengan beruntung dilamar oleh pujaan hatinya yang merasa cemburu dengan kepergiannya ke London."

"Oh, Em..." Penelope mendesah sedih. "Aku tidak suka mengatakan ini, tetapi kau terdengar sinis..."

Emily mendesah. "Aku hanya... berhenti bermimpi lebih awal daripada yang seharusnya, Pennie. Ini semua berat untukku, dan kau tahu, Tuhan tahu, bahkan ayahku pun tahu betapa bencinya aku pada ide untuk menikahi pria setua Arundel. Tetapi, aku tidak bisa menolaknya."

"Oh, Em... Aku sedih mendengarnya. Tidak bisakah kita jujur saja kepada Mamaku? Atau Papaku? Barangkali ada yang bisa kulakukan untuk membantumu..."

Emily meremas lembut tangan Penelope. "Aku terharu akan kebaikan hatimu, Pennie sayang... dan aku sangat berterimakasih karenanya. Tetapi, ini semua sudah ditetapkan untukku. Aku adalah putrinya, putri ayahku, putri Duke of Holbrook. Masalah ayahku, beban keluarga, semuanya juga menjadi bagian dari tanggung jawabku sebagai seorang Holbrook."

Mata Penelope menatap nanar ke arah Emily. "Aku tidak tahu harus bicara apa lagi. Aku sedih, tetapi... aku tidak bisa memikirkan jalan keluarnya."

Emily tersenyum dan meraih Penelope untuk memeluknya. "Ini semua sudah lebih dari cukup. Ini cukup... bahkan melebihi ekspektasiku... terimakasih untuk segalanya, Pennie..."

Penelope tidak mampu membalas pelukan Emily tanpa terisak sedih. Hatinya ikut hancur untuk sahabatnya.


                                                                -OOO-


Emily pulang dan berusaha untuk menjalani hari-harinya seperti biasa. Begitu banyak yang perlu dirapikan, begitu banyak yang perlu dibereskan... Emily melihat keadaan tamannya yang kacau dan buruk, terlihat berantakan dengan adanya semak belukar dan tanaman liar di mana-mana. Semasa Ibunya masih hidup dan keluarga mereka masih hidup dengan nyaman tanpa terlilit hutang, taman keluarga mereka termasuk yang terindah di wilayahnya.

Emily melihat lagit-langit rumah dan mendesah. Ada sarang laba-laba di daerah yang tidak terjangkau oleh Susannah yang sudah tua. Emily menelan air mata dan menghela nafas. Ada bagusnya ia menjadi istri Arundel. Ia bisa meminta suaminya untuk membagi sedikit harta kekayaannya untuk membantu memperbaiki kediaman Holbrook. Setidaknya, pemikiran semacam itu membuat hati Emily terasa lebih baik.

Gaun-gaun pemberian Penelope dan Baroness Lampson tiba sekitar tiga hari setelah kepulangan Emily. Penelope dengan baik hati mengirimkan berkotak-kotak gaun setelah mengemasnya dengan hati-hati. Duke of Holbrook dengan terkejut melihat Emily mengepas gaun dan mengangkat alis. "Darimana kau memperoleh gaun-gaun itu?"

"Penelope dan Ibunya menghadiahkan gaun yang pernah mereka pakai lebih dari sekali kepadaku, Ayah. Kurasa tidak ada salahnya, mengingat kondisi gaun ini masih sangat bagus..."

"Aku tidak paham apa gunanya untukmu mengingat sebentar lagi kau akan menjadi istri Arundel dan pria itu juga akan membelikan gaun manapun yang kau inginkan."

Emily mengangguk. "Ayah memang benar, tetapi aku bisa memperbaiki gaun ini dan menjualnya. Dengan demikian, kita bisa melunasi beberapa utang Ayah dan membeli bahan makanan yang lebih layak."

Duke of Holbrook terpekur diam. Mendadak menyadari bahwa selama ini, ia tidak pernah membelikan gaun yang indah untuk Emily. Sekalipun Emily tidak pernah protes, Duke terpaksa menyadari bahwa ia pun tidak pernah memberikan kehidupan yang layak untuk putrinya yang telah memasuki usia yang pantas untuk diperkenalkan kepada masyarakat. Emily bahkan belum diperkenalkan kepada Ratu dengan layak. Duke berdehem, merasakan perasaan bersalah perlahan-lahan menggerogoti dirinya.

Emily meminta Susannah membantunya melepas gaun untuk diperbaikinya. Sembari pinggang mungilnya berputar lembut, Duke berdehem memanggil putrinya. "Emily..."

"Ya, Ayah?"

"Kurasa kau harus menyimpan beberapa gaun indah itu untukmu sendiri..." Suara pria itu terdengar parau saat berbicara. "Kau cantik mengenakannya, mengingatkanku kepada Ibumu..."

"Itu pujian paling indah yang pernah kau berikan kepadaku, kau baik sekali telah mengatakannya, Ayah..." Emily tersenyum senang dan berjalan ke arah Holbrook untuk mengecup pipinya.

Mengamati kepergian Emily dengan langkahnya yang ceria, Holbrook untuk pertama kalinya merasa sangat bersalah dan meragukan keputusannya untuk menikahkan putrinya kepada Arundel. Emily tidak merasa malu dengan keadaan keuangan mereka, dan sekalipun Holbrook membuatnya tidak bisa mengenakan gaun indah yang pantas didapatkannya, Emily tidak menuntut dan bahkan masih memikirkan keadaan keuangan mereka.

Holbrook mengutuk dirinya sendiri.

Matanya menatap nyalang ke sekeliling, untuk pertama kalinya menyadari betapa besar kerusakan yang sudah dibuatnya, dan bagaimana dirinya dengan tega menjatuhkan semua beban itu ke bahu Emily yang kurus.


                                               -OOO-


Kedatangan Arundel bagaikan mimpi buruk di siang hari ketika Adrian mengumumkan kedatangannya. Kepala pelayan tua itu memandang khawatir kepada Emily ketika tamunya melangkah masuk dengan agung bersama dengan tongkat berjalan mewah yang menemaninya.

Arundel terlihat lebih muda dari usianya yang sebenarnya. Pria itu mengenakan pakaian mewah dari bulu cerpelai, tatapan matanya turun menyusuri setiap jengkal tubuh Emily ketika gadis itu membungkuk memberi hormat kepadanya.

Emily mengenakan gaun tuanya. Wajahnya sedikit kotor karena baru saja ia berjuang membersihkan semak-semak yang tidak tehitung banyaknya di kebun. Arundel memandang gaun usang yang melekat di tubuh Emily dengan tatapan mencemooh.

"Aku akan menghadiahkan gaun baru untukmu," Arundel memandang Emily, lama-lama berdiam di dadanya, dan tersenyum puas. "Aku akan meminta penjahitku datang dan kita bisa mulai membicarakan gaun pengantin setelahnya. Aku tidak berharap seorang calon Countess mengenakan gaun mengerikan seperti itu."

"Terimakasih, My Lord..." Emily melekukkan bibir berterimakasih. Rasanya cukup meresahkan untuk ditatap seperti barang dagangan yang hendak dijual setelah dipamerkan di pasar.

"Sekarang, mendekatlah, Emily..."

Emily berjalan mendekat dengan patuh. Menatap wajah Emily yang cantik dari jarak dekat membuat senyuman senang Arundel melebar. Ia mengangkat jemarinya untuk mengelus rahang Emily dan pipinya yang halus.

"Kau sangat cantik..."

"Terimakasih, My Lord..." Emily tersenyum, walau dalam hati menjerit ingin lari.

Ayah Emily, Duke of Holbrook di luar dugaan memasuki ruangan mendengar kedatangan Arundel. "Lord Arundel, apa yang membawamu kemari?"

"Your Grace," sapa Arundel senang. "Aku sedang memberitahukan Emily bahwa ia bisa mulai membuang gaun-gaun jeleknya karena aku akan memberikannya guan baru." Tangan Arundel bergerak ke bahu Emily dan memijitnya pelan. "Dan gadisku bisa tenang karena ia akan mendapatkan dukunganku untuk mengurus segala sesuatunya atas pernikahan ini. Jadi, tidak ada yang perlu dicemaskan oleh Emily..."

Arundel tersenyum, keriput di sekitar matanya terlihat jelas. "Kita akan berbulan madu yang jauh ke Perancis, di sana indah, terutama untuk malam pengantin yang pantas bagi wanita secantik Emily... Dengan ranjang berkanopi, gaun-gaun terbaru rancangan Perancis, dan keindahan kota itu sendiri."

Emily tersenyum walau hatinya terasa nyeri dan takut.

"Aku yakin, aku akan membuatmu senang. Tidak perlu takut dengan malam pengantin, karena aku tidak akan memakanmu, sayang. Aku akan berlaku lembut dan membuatmu menyukainya..."

Emily bergidik sesaat ketika Arundel membisikkan itu di telinganya. Ia praktis sudah menjeritkan segalanya di otaknya. Tatapan Arundel membuat Emily terasa ditelanjangi dan hal itu membuatnya takut. Pria itu jelas akan memakan Emily.

Holbrook menyadari wajah putrinya memucat dan berujar, "Bagaimana dengan wiski, Arundel? Aku punya persediaan.... Kita bisa mengobrol sebentar."

"Ide yang menarik. Biarkan aku memanggil pelayanku, karena terakhir kali kuminum, wiski di rumah ini sama sekali tidak enak. Kurasa kau bisa mulai memesan wiski atas namaku, Your Grace. Biar bagaimanapun, kau akan menjadi mertuaku. Aku tidak bisa membiarkan anggota keluargaku mengkonsumsi barang berkualitas rendah."

Emily menggigit bibirnya, merasa sedih dengan penghinaan yang dilakukan Arundel atas kemiskinan mereka. Semenjak kedatangannya, pria itu tidak henti-hentinya bersikap arogan dan mencemooh keadaan keluarga Emily.

"Terimakasih atas kebaikanmu, Arundel. Aku tidak mau membuat hutang baru atas namaku, jadi tidak perlu. Kau bisa meminta pelayan membawa wiskimu masuk ke ruang kerjaku."

Sementara kedua pria itu berlalu pergi, Emily menjatuhkan diri di sofa dan mulai menangis tersedu-sedu. Hatinya ketakutan dan kalut membayangkan masa depannya. Arundel tua, arogan, dan menjijikkan. Emily tahu bahwa ia harus mengerahkan segenap kekuatannya untuk bertahan. Apakah memori tentang ciumannya dengan sang gentleman misterius sudah cukup untuk membuatnya bertahan selamanya?


                                                        -OOO-


Emily sedang menggali tanah dengan sekop ketika sebuah sapu tangan disodorkan ke arahnya. Ia menoleh untuk mengangkat wajah dan dengan terkejut mendengarkan pekikan yang keluar dari mulutnya sendiri.

"Astaga!"

Pria itu membantunya berdiri, dan ketika Emily masih melamun kaget, dengan lembut si pria membersihkan daun dan tanah yang menempel di pipi Emily.

"Astaga, aku... sedang..." Emily melirik sekeliling. "Berkebun..." ujarnya akhirnya. Matanya kembali menatap pria di depannya, yang menanti dengan sabar sambil tersenyum dengan mata malasnya. Tatapan pria itu seolah menari-nari di wajah Emily.

"Aku bisa melihatnya..."

Pria itu menatap Emily dengan pandangan terhibur, seolah apapun yang dilakukan Emily adalah hal yang menarik untuknya. Seolah Emily masih mengenakan gaun pestanya yang indah, bukan gaun coklat kusam dengan bahan kaku yang terlihat jelek di badannya. Perasaan aneh kembali memenuhi dada Emily. Kenapa Arundel tidak bisa menatapnya seperti cara pria ini menatapnya? Tatapan yang membuat perut Emily mulas seperti teraduk?

"Miss Emilianne Hull senang bertemu kembali..." sapa pria itu. "Atau sebenarnya... Lady Emily Waterborne?"

Emily menelan ludah. "Bagaimana kau bisa... tahu..." Nafasnya terasa gugup saat melanjutkan. "Bagaimana kau bisa menemukanku?"

Pria itu tersenyum dan mengulurkan tangan. "Aku sudah mengatakannya, bukan? Kita pasti akan bertemu lagi..."

"Itu..." Emily bingung. "Itu tidak menjelaskan apapun. Aku tidak tahu bagaimana tepatnya, tetapi..." Emily mendorong pria itu mundur ketika ia menyadari pria itu sudah berada terlalu dekat dengannya dan bisa dibilang sedang berusaha untuk memeluknya. "Ini situasi yang agak tidak pantas...."

"Oh?" Pria itu tersenyum sambil mendekatkan bibirnya ke telinga Emily. "Seingatku situasi kita terakhir kali lebih tidak pantas daripada ini. Bukankah ini sama sekali bukan apa-apa?"

"Hentikan..." Emily bergerak mundur. "Aku... aku akan menikah, jadi aku... tidak bisa. Tolong lupakan apapun yang pernah terjadi di antara kita..."

"Menikah dengan Earl of Arundel, maksudmu?" senyum pria itu.

Emily tidak bisa lebih terkejut lagi. "Bagaimana kau tahu?"

"Ada pesta bujangan yang dihadiri oleh para anggota House of Lords. Pria itu mabuk dan mengatakannya dengan jelas, kalau kau mau tahu. Bahwa ia akan menikahi perawan cantik putri dari Duke of Holbrook yang miskin dan menyetubuhinya sampai puas. Kalau kau mau dengar kisah selengkapnya, aku bisa menceritakannya kepadamu...." Melihat wajah Emily yang memucat, pria itu melunak. "Daripada menikahinya, aku bisa memberimu jalan keluar yang lebih baik."

Emily menanti.

"Aku akan membayarkan seluruh hutang Holbrook asalkan kau mau menghabiskan satu malam denganku, Lady Emily Waterborne."

Wajah Emily memucat kaget.

"Berikan dirimu kepadaku, dan aku akan melunasi semua hutang Ayahmu. Tidak perlu ada ikatan di antara kita, kau bisa bebas dan mencari suami lainnya ketika kau menginginkannya. Aku hanya membutuhkan satu kali saja waktu dimana kau menjadi milikku seutuhnya."

"Sir..."

"Aku rasa sudah saatnya kau tahu siapa namaku, Emily sayang..." pria itu tertawa. "Perkenalkan namaku, James Callaghan... Earl of Darlington..."

Emily tertawa frustrasi. "Kau mencemooh Earl of Arundel yang berkeinginan untuk menyetubuhi istrinya sampai puas. Sementara jalan keluar yang dengan sombongnya kau tawarkan kepadaku, sama sekali tidak ada bedanya dengan pria itu. Kau sudah menghinaku hanya dengan menyampaikan penawaranmu, aku bukan pelacur. Kau bisa mencari wanita semacam itu di jalanan, tetapi tidak di sini, tidak di rumahku. Jangan lakukan ini kepadaku..."

James memandang Emily dan mengeraskan rahang. Ia meraih Emily untuk menjatuhkan ciuman bertubi-tubi di bibirnya, menyalurkan rasa frustrasi dan lapar yang menghantuinya semenjak Emily menghilang. Ketika ciuman mereka usai, James menyandarkan dahinya dengan Emily, berkata dengan suara parau. "Sekarang, tatap mataku dan katakan bahwa kau tidak menginginkanku..."


>> to be continued


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top