Prolog
Janaka menghela napas kesal sekali lagi. Dibuntuti oleh perempuan yang tak tahu malu seperti Gapita sungguh membuat harinya menyenangkan—dalam artian yang buruk. Kepalanya serasa akan pecah dengan segala tingkah laku Gapita yang... unik.
"Nakaaa...!" Jerit perempuan yang membuat lelaki itu menekan telinga.
Ditutupnya telinga dengan bantal yang membuat kepala Naka juga tenggelam kedalamnya.
"Naka! Jangan ditutup gitu kepalanya!" protes Pita dengan menarik-narik bantal yang Naka gunakan. "Janaka aku pengen nangis...."
Nada bicara Gapita yang merendah membuat Naka sontak saja membuang bantalnya. Ditatapnya dengan kesal sekaligus pandangan bertanya. "Apa??" Suara serak khas bangun tidur Janaka membuat Gapita semakin ingin meluapkan tangisnya.
"Nakaaa..." Gapita langsung memeluk tubuh Janaka yang bagian atasnya tak memakai apapun.
"Kenapa, Pi?" Dilepaskannya pelukan perempuan itu dengan paksa.
Posisi mereka sudah tak nyaman karena Gapita yang berada di atas tubuh Naka.
"Naka... aku bingung."
"Iya, bingung kenapa?"
"Aku—aku... hamil."
"..."
"Naka jangan diem aja! Aku hamil."
"Eng—punyaku?"
"Hah?"
"Y—ya, maksudnya hamilnya karena aku?"
Gapita mengangguk dengan yakin. Wajah polosnya keluar dan menunjukkan jawaban jujur. Janaka hapal betul dengan Gapita yang jujur, ditambah karena perempuan itu hampir tak pernah berkata bohong pada siapapun.
"Gila..." desah Janaka seraya mengusap wajahnya frustasi.
"Maksud kamu, aku gila, Naka?"
Janaka menggeleng cepat, sebelum Pita menangis. "Bukan. Aku yang gila, karena nggak main aman."
"Main aman?"
Berdecak lebih keras, Janaka memaksa Pita untuk turun dari ranjangnya.
"Pi, kita udah sepakat buat semua ini, kan? Kamu inget, kan kesepakatannya?"
"Inget. Tapi aku nggak mau bayinya dibunuh, Naka. Mama bisa marah kalo cucunya—"
"Jangan sampai ada yang tahu, bisa?"
"Hah?"
"Plis. Plis. Plis. Jangan sampai ada yang tahu soal ini, Pi."
"Tapi aku tetep mau ngasih tahu mama."
Janaka menggaruk kepala. Gapita jika sudah bertekad akan sulit dihentikan.
"Gini, aja. Kamu boleh bilang mama. Tapi jangan sampai temen aku tahu. Pokoknya nggak boleh ada yang tahu aku udah nikah, dan nggak boleh ada temen aku yang tahu kamu hamil anak aku."
"Tapi—"
"Kalo kamu nolak, anak itu akan kita gugurkan! Kamu bisa pilih." Sontak saja Gapita menyentuh perutnya. "Pilih, Gapita!"
"Jangan gugurin."
"Oke. Kamu udah memilih, nggak boleh ingkar." Sebab Janaka tak ingin mengingkari janjinya pada Atyssa. Tak boleh. Dia tidak akan mengingkarinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top