4.5 ; Janaka
Gapita baru tahu jika Janaka akan sebegini rumitnya mengenai semua hal yang mulanya Pita kira adalah hal kecil yang bisa dia sembunyikan. Sedari awal yang meminta supaya hubungan mereka disembunyikan jelas Janaka, tapi pria itu sendiri yang tiba-tiba memutuskan hal itu secara sepihak.
"Kamu kenapa, Naka?" tanya Pita yang melihat Janaka kini duduk di hadapannya di meja makan dan mengambil piring kosong serta menyodorkannya pada Gapita.
"Aku? Kenapa kamu tanya aku 'kenapa'?"
Gapita tidak mengerti.
"Kamu... aneh. Tadi di kantor ada masalah, ya?" Pita memang lebih percaya suaminya yang pulang ke rumah dengan omelan serta sarkasmenya ketimbang diri Naka yang sekarang.
"Ngomong apa, sih kamu, Pi? Aku pengen makan, laper. Jangan ditanya terus. Kasih suami kamu ini makan."
Kasih suami kamu ini makan. Nada tersebut jelas semakin aneh di telinga Gapita yang lebih percaya akan sikap kejam Naka ketimbang sebuah kalimat yang bernada posesif tersebut.
Tidak bertanya lagi, Gapita mengambilkan nasi dan lauk yang dia masak sesuai keinginannya sendiri. Sambal terong teri medan. Tak peduli apakah Janaka akan menyukainya atau tidak, yang jelas Pita mengambilkannya saja. Mungkin nanti pria itu akan menyemburnya dengan ocehannya kembali.
Satu persatu suapan nasi dan sambal yang diberi lauk tambahan tempe itu masuk ke dalam mulut Janaka, tanpa protes. Gapita yang melihatnya semakin terheran-heran.
"Kamu kayaknya belum pernah periksa kandungan, Pi." Kata Janaka.
"Oh, belum. Aku bingung mau nyari gimana. Mau minta tolong Mala, dia belum pernah hamil. Mau minta tolong mama, nanti pasti nanyain kenapa kamu nggak yang anter. Aku males diinterogasi mama."
Janaka tidak jadi menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Tiba-tiba saja semangatnya mengisi perut menguap. Ucapan Pita yang biasanya terdengar biasa saja menjadi luar biasa efeknya.
"Mama... belum tahu kondisi hubungan kita?" tanya Naka.
Pita menggeleng. Dia tidak memerhatikan ekspresi Naka yang berubah cepat menjadi sendu.
"Kenapa kamu nggak bilang, Pi? Selama ini kamu nggak bahagia denganku, kan?"
Mendadak saja suasana menjadi begitu tegang. Pita tahu dia masih sering berperilaku seperti tak tahu apa-apa, tapi itu karena dia sering diperlakukan layaknya anak-anak. Sifat aslinya jelas bisa berpikir selayaknya orang dewasa.
"Serius Naka nanya ini ke aku?" Gapita balik bertanya.
Janaka mengangguk, dia ingin mendengar jawaban Pita.
"Itu karena Naka yang minta. Aku juga maunya hubungan kita normal aja. Tapi dari awal Naka udah nggak nyaman. Aku nggak mau bilang ke mama karena orangtua kita berdua udah percaya banget sama Naka yang bisa jagain aku. Mendiang kakakku juga nitipin aku sama Naka. Jadi, aku percaya Naka bisa menjaga aku. Meskipun masih sulit buat Naka menerima aku dan hubungan kita."
Balasan Pita yang panjang mengejutkan pria itu. Ternyata istrinya yang terlihat sekilas bodoh itu memiliki pemikiran yang luar biasa.
"Sekarang... gimana, Pi?" tanya Naka kembali.
"Gimana apanya?"
"Kamu ngerasa susah jalanin rumah tangga sama aku? Kamu pengen pisah?"
Bibir Naka berkedut setelah menanyakan hal tersebut. Perpisahan terdengar sangat kejam sekali.
"Nggak. Aku malah mau bikin Naka cinta sama aku." Jawab Pita dengan jujur. "Aku bisa masak, kok. Tapi aku suka ceroboh aja, makanya Naka suka marah. Aku bisa jagain anak, kok. Aku juga bisa jadi istri siaga buat Naka. Sekarang mungkin Naka belum bisa cinta sama aku, tapi sebentar lagi Naka pasti bisa kasih itu buat aku dan anak kita."
Tiba-tiba saja Naka menitikkan airmatanya. Dia tidak begitu sadar jika sedang menangis, tidak sampai Pita mengusap pipi pria itu dan tenggorokannya tercekat karena tangisannya sendiri.
Gue kenapa, sih, jadi cengeng begini!
"Naka..."
"Pi, maafin aku. Apa mulai sekarang, kita bisa bikin kebiasaan baru?"
Pita mengerutkan dahinya. Meski tangisan suaminya masih ada, tapi Naka bisa diajak bicara dengan baik.
"Kebiasaan baru apa?"
"Kebiasaan baru sebagai pasangan suami dan istri yang sebenarnya. Bukan yang selama ini aku minta ke kamu."
Bagi Gapita, saat ini lebih indah dari pernyataan cinta dari seseorang yang dia puja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top