3.4 ; Gapita

Belajar untuk lebih mandiri lagi adalah motivasi Gapita sekarang. Jelas bukan proses yang instan, tapi dia berusaha untuk tak semakin bergantung pada Naka. Pun tak ingin terlalu berharap pada kedua orangtuanya, meski pastinya masih mampu memberikan apa yang Gapita pinta. Jiwa merongrong meminta orangtua tidak ada dalam kamus Pita lagi. Dia memang memiliki pembawaan seperti anak kecil, tapi sebenarnya mengerti bagaimana memposisikan diri sebagai orang dewasa. Bekerja akan menjadi bagian yang menyenangkan untuk saat ini. Sebab Pita akan lebih bisa mengontrol diri mengatasi emosi dikehamilan pertamanya ini.

"Permisi," sapa Gapita pada siapapun yang ada di sana.

Setelah bunyi lonceng khas toko bunga kebanyakan yang ada, Pita mendadak menjadi suka mendengar bunyinya. Ada magnet tersendiri ketika telinganya menangkap bunyi semacam itu. Romantis, begitulah yang Pita tangkap.

"Ya? Mau cari bunga untuk acara apa, Bu?" Salah seorang pekerja di balik meja kasir membalasnya.

Senyuman ramah Gapita dapatkan sebagai impresi pertamanya. Tidak ada tekanan yang begitu besar. Sepertinya dia akan suka bekerja di sana.

"Saya Gapita, Mbak. Mau ketemu pemilik toko ini, namanya... Ongkoh."

Gapita sendiri terdengar tak yakin dengan menyebut nama Ongkoh itu. Namun, memang hanya nama itu yang dia tahu.

Si pelayan tertangkap menahan tawanya sejenak oleh Gapita. Dia merasa sempat ditertawakan, tapi tak yakin apakah untuk Pita atau untuk penyebutan nama Ongkoh yang sepertinya tak masuk akal didengar.

"Ibu ini yang mau lamar kerja, ya?" tanya si penjaga kasir.

"Benar, Mbak."

Senyuman penjaga kasir membawa Gapita untuk mengikuti langkah menuju tangga yang ada di bagian belakang tempat penjaga kasir berada. Jika saja tak jeli, seperti tidak ada bangunan apa pun di balik tatanan bunga yang terhias di dinding setiap sudut. Gapita lebih terperangah dengan tatanan bangunan yang ada di balik toko bunga tersebut. Tangga berjajar naik itu membawa mereka menuju tempat yang lebih terlihat luas dan nyaman seperti di rumah. Asri sekali. Hingga tiba-tiba saja penjaga kasir sudah menghentikan langkahnya dan membuat Gapita tertegun karena masih asik melihat aksen bangunan di sana.

"Ini ruangan atasan kami, Bu. Pas sekali ibu datang. Bapak bilang memang ada seseorang yang akan melamar kerja, dan jam sepuluh ini memang sudah ditunggu."

Gapita membalas senyuman si penjaga kasir. Berterima kasih pada informasi yang diberikan secara sekilas.

"Oh, iya, Bu!" Penjaga kasir menghentikan gerakan memutar kenop pintu ruangan Ongkoh.

"Kenapa, Mbak?"

"Nama Ongkoh itu hanya panggilan kalau mood bapak sedang tidak bagus. Ada baiknya ibu menyebut beliau dengan nama sebenarnya."

Gapita terkesiap, "Tapi saya mendapat nama itu dari teman saya, Mbak. Saya nggak tahu nama aslinya." Ungkap Gapita dengan jujur.

"Oh, pantes. Nama bapak Handaru Pratama Toga, Bu. Itu saja informasi yang bisa saya sampaikan. Selamat berjuang, Bu!"

Gapita tidak tahu bahwa melamar bekerja bisa seenak ini. Terkesan santai. Mungkin karena ini adalah lamaran kerja untuk toko bunga, jika saja ini perusahaan besar tidak akan ada kesempatan bagi Pita untuk tidak mengobservasi seluk beluk perusahaan yang diinginkan.

"Masuk!" seruan dari dalam membuat Gapita semakin gugup.

Menguatkan diri, akhirnya dia bisa membuka pintu tanpa cacat satu apa pun. Wajah pemilik toko bunga tersebut membuat Gapita terperangah karena begitu mirip dengan seseorang yang dikenalnya lama.

Setelah ditinggal sendiri oleh si penjaga kasir, Gapita mengetuk dengan kaku daun pintu ruangan tersebut. Tadi dia sempat gugup dan ingin langsung saja membuka kenop pintu, untung saja si penjaga kasir menghentikannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top