3.1 ; Gapita
Rencana hari ini adalah membuat kesibukan baru. Gapita ingin membuat kegiatan baru yang bisa membuatnya tak hanya sibuk di rumah ketika suaminya sudah sibuk kuliah dan bekerja. Dia ingin menarik diri atas kegiatan di rumah saja.
"Mau ngapain, sih nyari kerja segala? Suami lo itu bisa menuhin kebutuhan, kan?"
Gapita mengangguk. "Bisa, Mal."
"Terus??? Ngapain ribet ke sini minta tolong cariin kerjaan??? Yang ada nanti malah gue yang kena semprot laki lo yang lebih sering dateng bulan!"
Sengaja selalu Mala buat bahasa atau perumpamaan bagaimana tidak menyenangkannya Janaka, tapi bodohnya Gapita masih mau saja berteman dengan Mala yang suka mengatai suaminya. Meski Mala berharap Pita akan marah dengan menghindarinya langsung supaya Mala tak terlibat lebih jauh masalah temannya itu, tapi tetap saja Mala tak sampai hati melihat Gapita kecewa diakhir hubungan antara diri perempuan itu dan Janaka tentunya.
"Lo maunya gimana, Pi? Coba, deh mikir. Lo sekarang hamil muda, gampang berubah pikiran, berubah emosi. Siapa yang bakalan nerima lo???"
Menjatuhkan bahunya dengan lemas, Gapita menaruh kepalanya di atas meja yang bisa Mala gunakan untuk menaruh peralatan menggambarnya.
"Bantuin mikir, Mal. Aku nggak tahu mau ngapain lagi. Aku nggak suka diem di rumah tanpa kegiatan pasti. Cuma nungguin rumah dan nunggu suami pulang itu..."
Mala menghela napasnya, mengambil ponsel dan mengotak-atikkannya seolah tak mendengarkan kalimat Gapita. Perempuan itu mencari kontak yang dia ketahui sebagai orang yang bisa dipercaya untuk menjaga Gapita sampai temannya itu bosan sendiri dalam keinginannya untuk bekerja.
"Nih! Simpen nomornya."
Gapita langsung menegakkan kepalanya. Melihat kontak yang Mala berikan.
"Ongkoh? Itu siapa, Mal?"
"Itu cuma nama panggilan aja, nama aslinya nanti aja pas lo ketemu orangnya langsung. Dia pemilik toko bunga deket sini. Florist-nya terkenal, kok. Kayaknya masih mau nerima pegawai yang cepet berubah pikiran kayak lo. Tapi bukan jadi alasan juga lo boleh keluar gitu aja. Ini emang cuma kegiatan selingan, tapi—"
Gapita langsung mencium pipi temannya itu dengan semangat. Menekannya kuat hingga Mala memprotes dengan tingkah Gapita itu.
"Makasih Mala, makasihhhhh!"
Semangat serta keceriaan yang Gapita tunjukkan malah membuat Mala semakin merasa bersalah karena tidak kuat menyampaikan apa yang dilihatnya ketika mereka berbelanja di supermarket itu.
Namun, rasa kasihan saja tidak akan membuat segalanya berubah. Mala pikir, jika saja Gapita tidak hamil akan lebih mudah untuk memberitahukannya. Sayangnya, banyak pertimbangan yang harus Mala pikirkan sebelum benar-benar memutuskan untuk semakin ikut campur dalam permasalahan rumah tangga Gapita dan Janaka si brengsek.
"Kamu kenapa ngeliatin aku begitu, Mal? Ada yang salah?" tanya Gapita menatapi penampilan dirinya sendiri.
"Lo... bahagia nggak, sih nikah sama Janaka?"
Gapita mengerutkan dahinya. "Bahagia. Kenapa emangnya? Nggak kelihatan gitu, ya?"
Mala merapatkan jarak mereka. Menatap dalam ke manik Gapita. Mencoba menemukan kebohongan, tapi nyatanya Pita memang menjadi pihak yang bahagia sendiri.
"Apa dijodohin dan terpaksa nggak membuat hubungan kalian makin parah? Apa ada kemajuan?"
Kini, Gapita tersenyum. Matanya turun pada perutnya sendiri. Mengusapnya pelan hingga membuat Mala bergidik. Segitu cintanya, Pi?
"Ini bukti kemajuan, Mal. Kalo aku dan Janaka makin parah, dia nggak akan hadir."
"Tapi itu, kan nggak sengaja."
Oh, tidak! Mala telah menyetuskan kalimat yang bermuatan api yang menggesek hati lembut Gapita. Jelas terlihat Pita sempat menurunkan garis bibirnya sebelum melebarkannya lagi.
"Nggak sengaja bagi aku dan Naka, tapi nggak bagi Tuhan yang percaya ke kami."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top