1.4 Gapita
Cinta itu buta.
Gapita selalu percaya akan hal tersebut. Dia memang keterlaluan dalam berpikir positif. Sampai segala sesuatu yang dia dapatkan dari Janaka adalah hal yang positif. Sama seperti hasil dari hubungan badannya dengan Janaka, akhirnya mendapatkan hasil positif. Hasil yang baik, tapi dalam poros rumah tangga Pita dan Janaka jelas tak baik. Buruk. Semuanya tak berjalan baik dengan adanya hasil itu.
Setidaknya semua buruk dimata Janaka saja. Berbeda dengan Gapita yang merasa semuanya baik-baik saja. Tak perlu bagi perempuan itu merasa gelisah hanya karena kehamilan. Toh, janjinya pada Naka sudah jelas. Tak perlu ada momen menggugurkan kandungan, yang penting adalah Pita menyembunyikan siapa pelaku dari kehamilannya itu.
"Senyum terus. Nggak capek, Pi?" tanya Mala.
Keduanya berangkat ke toko perbelanjaan untuk memenuhi kebutuhan bulanan. Mala yang anak kontrakan jelas memenuhi kebutuhan bulanannya untuk diri sendiri, sedangkan Gapita memenuhi kebutuhannya serta Naka. Kini, ditambah dengan keperluan si kecil yang masih berupa janin kecil.
"Nggak, dong. Aku lagi seneng, kok, Mal."
Mala memutar bola mata malas. "Yah, lo sih apapun yang serba ada Janakanya pasti bikin seneng." Gapita semakin tersenyum lebar.
"Padahal dibegoin, bukannya sadar udah disakitin malah seneng!" gumam Mala yang menunduk mengambil produk makanan kaleng kesukaannya (ikan sarden), yang otomatis tak begitu didengar oleh Pita.
"Beli apalagi?" tanya Mala begitu mengecek barangnya sudah mulai tercentang biru semua, alias sudah terpenuhi.
"Aku mau milih susu, Mal."
"Hah? Susu? Tumben? Lo mau makin tumbuh ke atas, ya? Nggak ke samping." Celotehan Mala membuat Pita kesal.
"Ih, Mala! Bukan susu pertumbuhan, tapi susu ibu hamil."
Mala sontak tersedak ludahnya sendiri. Dia lupa bahwa si naif yang keras kepala itu sedang hamil. Anak dari lelaki tak tahu diri yang diam-diam Mala kutuk dalam hati(karena kalau Pita tahu, yang ada perempuan itu bunuh diri bukan si Janaka yang pusing sendiri). Saking cintanya Pita pada Janaka, sampai tak boleh ada orang yang mengatai kasar suaminya.
"Oh, ya, ya. Lo lagi hamidun. Yaudah, sana cari susunya!"
Gapita menggangguk, lalu masih saja berdiri menatapi Mala. Yang ditatap tentu saja bingung.
"Ngapain masih di sini? Katanya mau cari susu?" tanya Mala lagi.
"Temenin."
Mala menghela napas. "Kalo aja bukan gue temen lo, Pi. Siapa yang bakal tahan sama sikap lo coba?" sindir Mala.
"Hehe. Ada, kok yang tahan sama sikapku."
"Siapa?"
"Janaka."
Mala membuang muka. Muak dengan nama lelaki itu yang selalu disebut oleh Pita dengan bangga.
"Iya, iya. Cuma Janaka yang tahan sama sikap lo."
Mereka berjalan menuju jajarak rak susu kehamilan. Berderet di depannya ada kebutuhan bayi juga. Gapita antusias melihatnya.
"Mala! Liat ini, deh! Lucu banget botol susunya, ya?"
Mala yang melihat botol susu tersebut mengernyit. Bagian mana yang lucu? Tidak ada aksen lucu dari botol susu bayi yang dipegang Pita.
"Iya, kan, Mal? Bagus, deh. Aku jadi pengen beli."
"Buat apaan? Emangnya lo mau anak lo nanti jadi anak dot?"
"Ih! Nggaklah, Mal."
"Yaudah, nggak usah beli! Lo susuin anak lo nanti langsung ditetek, sama kayak bapaknya."
Sontak Gapita mengapit dadanya. "Mal... kok ngomongnya gitu?! Jorok!"
"Halah! Udah gede juga. Lagian lo emang udah netek'in Janaka, kan? Kenapa masih aja sok polos."
"Iiiiihhhh, Malaaaaaa! Nanti ada yang denger!"
"Bodo amat!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top