1.3 Gapita


Mala yang nggak bawel? Pita memikirkan, itu gimana?

Sejujurnya Gapita tak ingin peduli dengan ucapan suaminya yang terkesan menyudutkan. Tapi lama-lama juga tetap merasa tak nyaman. Bagaimana bisa Naka begitu saja meninggalkan meja makan dengan topik pembahasan yang masih menggantung?

"Mikirin apa?"

Sentuhan lembut dari tangan sang mama membuat Pita menegapkan tubuhnya. Pemikiran dewasanya berkata untuk mengatakan langsung pada sang mama mengenai kehamilannya. Tapi pemikirannya yang lain menolak.

Nanti Naka marah.

Tapi dia bilang terserah.

"Anak mama kenapa, sih? Kok kayak orang kebingungan gini?"

Gapita memberikan senyum. Kunjungannya kali ini ke rumah orangtuanya karena memang ingin memberitahu kabar bahagia mengenai kehamilannya. Namun, kemarahan Naka terngiang dalam kepala.

"Ma. Pita boleh nanya?" Mulai Gapita.

Vivi mengangguk. "Iya, tanya aja."

"Mama suka Janaka?"

"Hm..." Vivi mengambil posisi duduk merapat pada sang putri. "... nggak ada alasan bagi mama untuk benci Janaka. Kenapa?"

Kini Gapita mulai memainkan jemarinya. Vivienne tak pernah absen paham mengenai sikap anaknya yang tak biasa. Ada ketakutan yang Pita simpan, tetapi tak berani langsung dikatakan.

"Mama... suka nggak, kalo ada Janaka versi mini?"

Kerutan di dahi yang mulanya ada karena faktor menua, kini bertambah lipatannya karena ucapan Gapita.

"Maksudnya kamu hamil? Bakalan ada Janaka mini. Gitu?"

Anak perempuan Vivi mengangguk antusias. Tak seperti putrinya yang masih suka bersikap naif, Vivi sudah begitu dewasa untuk selalu menerima.

"Suka. Sudah pasti mama suka." Vivi mengusap rambut putrinya. "Begitu juga keluarga besar kita, pasti sangat bahagia mendengar kabarnya."

"Eh—tapi Pita mau kasih kejutan, Ma."

Kembali Vivienne bersinggungan dengan rasa bingung. "Gimana maksudnya? Kamu maunya kasih kejutan dalam bentuk apa?"

Menarik napasnya pelan, Gapita menarik tangan sang mama dan menaruhnya ke pipi. Rasa hangat yang menguar membuat Gapita merasakan tenang. Meski tak sepenuhnya, tapi Gapita mulai bisa meneruskan skenario yang dirinya buat untuk dikatakan pada sang mama.

"Jangan bilang-bilang dulu ke keluarga besar. Pita mau pastikan dulu, dan tunggu sampai perut Pita besar supaya keluarga kita lebih yakin, Ma."

"Kenapa gitu? Makin cepat, justru makin bagus." Balas Vivi cepat, membuat Pita gagap dengan serangan wanita itu.

"Pita cuma nggak mau buru-buru. Lagian, Naka masih kerja sambil pendidikan, Ma. Harusnya Pita hamil setahun lagi kalo sesuai rencana, S2 Naka kan bakalan selesai setahun lagi. Terus..."

"Terus apa?" Vivi tak sabar dengan ucapan putrinya yang sengaja menggantung.

"Pita, kan masih 22, Ma. Baru lulus sarjana kemarin. Pita belum bahagiain papa sama mama, malah udah hamil."

Vivi menepuk pundak Gapita agak keras hingga mengaduh. "Kamu yang hamil itu juga sama membawa kebahagiaannya! Suka sembarangan kalo bicara. Mama sama papa itu bahagia melihat kamu ada Yang jagain."

Ya, semenjak menjadi anak satu-satunya Gapita begitu disayang. Janaka bahkan terkadang sudah dianggap bagaikan anak, karena sosok Gala sudah tak lagi bersama mereka. Apapun yang membuat senyuman Gapita lebar, itu juga yang membuat Vivi dan Gading bahagia.

"Jadi, gimana? Mau ditahan sampe kapan kabar bagus ini?" tambah Vivi ingin putrinya memberikan kepastian.

"Sampe... perut Pita gede." Vivi mendesah kecewa. Padahal jiwa ingin pamernya sudah meronta. "Sama tolong, Ma. Bantuin Pita, jangan sampe temen-temen kantor sama kampus Naka tahu."

"Ya, ya, ya. Pahamlah. Kalian nikah aja diem-diem. Nggak paham lagi mama sama hubungan kalian yang serba diem."

Ya, entah sampai kapan akan terus diam-diam. Walau sebenarnya Pita sudah begitu ingin diakui, tetap saja dia tak mau egois mengorbankan karir dan citra suaminya. Apalagi, sudah ada perjanjian yang Pita dan Naka buat sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top