Bab 8

Sebastian mengamati layar komputernya, mempelajari grafik serta laporan keuangan. Ia merasa ada sesuatu yang kurang dari laporan ini dan sedang mencari bagian mana yang membuatnya tidak puas. Sedari pagi sibuk, ia hanya sempat minum kopi dan makan sepotong lumpia udang. Mengernyit saat perutnya melilit. Melihat jam di tangan, sepuluh menit lagi tamu yang ditunggunya akan datang. Menggunakan waktu yang tersisa, Sebastian memutuskan untuk makan sepotong lumpia lagi.

Saat mengunyah, pikirannya tertuju pada Victoria yang sedang masa pemulihan. Setelah kemarahannya waktu itu, tunangannya akhirnya dipindahkan ke kamar bawah. Sering kali Sebastian tidak mengerti dengan pola pikir keluarga Haland. Bagaimana bisa mereka menempatkan perempuan sakit yg tidak bisa berjalan di lantai atas? Akibatnya jatuh dan terguling. Terakhir kali pergi menengok, kaki Victoria sudah membaik meskipun kini duduk di atas kursi roda.

Ia mengambil foto yang tersimpan di dalam laci. Terbingkai indah, foto kecil itu menampilkan dirinya serta sang tunangan Isabela. Mereka berdiri bersisihan dengan senyum malu-malu muncul di bibir Isabela. Mengingat saat pertama bertemu, gadis itu bahkan tidak berani menatap matanya. Menunduk di sepanjang pertemuan, seolah dirinya akan menerkam.

"Sebastian, aku titip anakku. Jaga dia semampumu."

Permintaan terakhir Antoni menjadi beban dan juga tanggung jawab yang harus dilakukan Sebastian. Tidak menyangka kalau setelah pertunangan singkat, Antoni meninggal dunia. Kini, gadis yang lugu, sederhana, dan pengugup itu jadi tunangannya. Mengusap foto Isabela, Sebastian menggumam.

"Entah kenapa, setelah kecelakaan dan hilang ingatan, sikapmu berubah, Isabela. Pancaran matamu menantang, sikapmu jadi lebih berani, dan senyum malu-malu itu hilang dari bibirmu. Bukan perubahan yang buruk, aku hanya merasa kamu berubah menjadi orang lain."

Sebastian memasukan pigura ke dalam laci saat sekretarisnya mengatakan klien sudah datang dan menunggu di ruang tamu. Ia bergegas bangkit, menepuk perut sebentar untuk memastikan tidak lagi merasa terlalu lapar. Memakai jas dan bergegas keluar dari kamar.

Seorang laki-laki duduk di sofa besar, berdiri saat melihatnya datang dan mereka saling menjabat. Laki-laki tampan dengan wajah tirus dan tubuh tinggi kurus, memperkenalkan diri sebagai Teddy.

"Kita sudah pernah bertemu beberapa kali bertemu tapi baru kali ini aku datang secara pribadi," ujar Teddy dengan suara yang cukup nyaring untuk laki-laki.

"Silakan duduk, Pak Teddy ingin minum apa?"

Teddy tersenyum. "Tolong, jangan terlalu formal. Kita sepantar bukan? Kamu nggak keberatan kalau kita saling panggil nama?"

"Tentu saja, kalau gitu panggil aku Sebastian. Mau merokok?"

"Yes, aku senang mengobrol sambil merokok biar lebih santai." Teddy mengambil rokoknya sendiri dan mulai mengisap. Menikmati nikotin yang masuk ke dalam paru-parunya. Ia cukup senang bisa berkenalan secara dekat dengan Sebastian yang terkenal di kalangan pengusaha muda. "Langsung ke pokok permasalahan. Apa benar sekarang kamu yang memegang usaha jasa pengiriman dari Pak Anthoni?"

Sebastian mengangguk. "Benar, menunggu sampai tunanganku pulih seperti sedia kala."

"Tunanganmu dan mantan istriku berada di butik yang sama, tapi tunanganmu selamat dan istriku tidak. Padahal kami terhitung pengantin baru. Victoria yang malang, bahkan belum sempat berbulan madu." Teddy bergumam dengan wajah muram. Berupaya menunjukkan kesedihan mendalam dengan suara yang dibuat bergetar.

Sebastian tidak bereaksi atas kata-kata Teddy. Terlihat jelas kalau kesedihan itu hanya kamuflase. Seorang suami yang kehilangan istri tidak akan pernah terpikir untuk menikah lagi begitu cepat. Apa pun alasannya, itu yang dinamakan cinta dan kesetiaan. Namun, Teddy tidak sabar membawa perempuan ke ranjangnya tidak lama setelah istrinya mati terbakar.

"Kalian pasti sangat kehilangan Victoria," gumam Sebastian.

Teddy menganggguk, menyugar rambutnya. "Sangat kehilangan, mama dan adikku selalu menangis kalau mengingat mantan istriku."

"Istri barumu berarti perempuan hebat, bisa mendampingin laki-laki yang masih berduka tanpa cemburu."

"Oh, memang. Marisa adalah perempuan dan istri yang baik. Aku beruntung untuk setiap pernikahan yang aku jalani."

"Bajingan sialan!" maki Sebastian dalam hati, untuk Teddy yang berpura-pura sedih. Namun memilih untuk tidak berkomentar lebih lanjut.

"Selamat untuk pernikahan keduamu, semoga kali ini langgeng."

Teddy mengangguk dengan wajah berseri-seri, kesedihan yang tampak menghilang dengan cepat. "Aku pun berharap hal yang sama. Ngomong-ngomong, aku datang untuk bernegosiasi masalah pengiriman. Perkebunan kami akan mengirim anggur dan buah-buah yang lain ke luar kota. Apakah kita bisa mendapatkan nilai yang baik untuk biaya pengiriman?"

"Tergantung berapa jumlah, jarak, dan resiko dari pengiriman. Kalau nggak salah calon mertuaku dulu pernah bekerja sama dengan perkebunan Yard. Lalu terputus."

"Aku ingat juga begitu. Saat itu masih dipegang oleh Victoria. Entah kebijakan apa yang diambil sampai akhirnya menggunakan jasa pengiriman dari perusahaan lain. Sekarang kami ingin kembali menggunakan jasa Golden Eagle Express. Apakah ada kesempatan lagi?"

"Tentu saja, dengan senang hati aku kerja samamu. Untuk kontrak menyusul secepatnya."

"Semoga kerja sama kita terjalin dengan baik," ucap Teddy mengakhiri pertemuan dengan Sebastian.

Setelah Teddy pergi, Sebastian meminta sekretarisnya untuk menghubungkan dengan wakil direktur dari Golden Eagle Express. Ia akan membicarakan ini dengan mereka lebih dulu sebelum membuat keputusan. Jabatan wakil direktur saat ini dipegang oleh Orion. Sebastian berharap malam ini bisa ke rumah Haland, bicara bisnis sekaligus menengok tunangannya.

**

Victoria berdiri di depan cermin, menatap bayangannya yang terlihat kurus. Wajahnya tidak lagi sepucat kemarin, ada binar samar di pipinya. Ia mengusap wajah, pinggang, serta pinggul dengan lembut. Bentuk masih sama meski tampilannya berbeda. Rambutnya kini tumbuh makin lebat, dan tebal karena bantuan dokter. Ia juga bisa bergerak dengan bebasm bahkan berlari-lari kecil di kamar saat malam tapi tetap menggunakan kursi roda kala di hadapan orang. Ia tidak ingin mereka tahu kalau dirinya sudah sembuh. Setelah berpura-pura jatuh, kali ini akan tetap berpura-pura cacat.

"Miss, semua orang sudah berkumpul di ruang makan, ada Tuan Sebastian juga."

Satu-satunya orang yang tahu keadaannya hanya Nita. Ia mengatakan pada Nita, ketakutan pada orang-orang yang ingin mencelakakannya dan Nita mendukung rencannya.

"Menurutmu gaun yang aku pakai cocok nggak?"

Nita mengamati Victoria dalam balutan mini dress hitam semata kaki. Tubuh yang langsing, dengan kulit putih dan rambut yang pendek justru membuat Victoria terlihat sexy.

"Cocok sekali, Miss. Anda cantik sekali."

Victoria tersenyum, senang mendengar pujian Nita. Untungnya berat dan tinggi tubuhnya dengan Isabela sama, jadi tidak ada kesulitan saat menggunakan gaun. Di dalam lemari ada banyak sekali gaun yang belum pernah dipakai, rata-rata berbahan mewah dengan design glomur. Entah kenapa Isabela tidak memakainya, justru lebih sering memakai gaun berpotongan dan berbahan lebih sederhana. Victoria menduga, Isabela tidak percaya diri untuk memakai gaun-gaun itu.

"Sayang sekali Anda harus pakai kursi roda."

Nita mendorong kursi roda mendekat, Victoria duduk di atasnya. "Kita harus tetap terlihat lemah agar mereka lengah. Ayo, dorong aku ke depan untuk menemui tunanganku yang tampan."

Nita terkikik, Victoria tertawa lirih. Memang tidak bisa disangkal kalau Sebastian sangat tampan. Victoria yakin kalau seandainya belum menikah, pasti akan jatuh cinta dengan Sebastian.

"Wow, glamour sekali kamu, Isabela!"

Pujian Uria saat melihat Isabela muncul membuat perhatian semua orang tertuju pada Victoria.

"Terima kasih."

"Orang nggak akan nyangka kalau kamu baru sembuh darin kecelakaan dengan penampilanmu yang sekarang," cemooh Julia. Ada semacam rasa iri dari perkataannya, terutama saat melihat tatapan Sebastian yang terpaku pada Isabela. "Terlalu mentereng untuk perempuan yang sedang sakit."

"Aku anggap itu pujian," jawab Victoria dengan senyum terkembang. Nita mengarahkan kursi rodanya di samping Sebastian. Di luar dugaan, laki-laki itu bangkit lalu menghampirinya.

"Sebaiknya kamu duduk di kursi, aku akan membantumu."

Victoria tersenyum. "Ide bagus, Sayang."

Semua orang tercengang, melihat Sebastian mengangkat tubuh Victoria dari kursi roda dan mendudukkannya di kursi makan. Mereka juga tidak percaya dengan cara Victoria memanggil Sebastian dengan kata 'sayan', sungguh hal yang luar biasa dan tidak dapat dipercaya sedang terjadi.

Victoria menyadari tatapan orang-orang ini, memilih untuk diam dengan jemari berada dalam gengaman Sebastian. Bulu kuduknya meremang dengan elusan lembut Sebastian di telapak tangannya.
.
.
Di Karyakarsa update bab 27.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top