Bab 6
Victoria tidak berani bergerak, kata-kata Sebastian membuatnya sedikit terkaget. Ia lupa kalau dirinya adalah Isabela. Apakah hanya Sebastian yang memperhatikan atau semua orang menyadari? Ia memejam, teringat saat bertemu Isabela dan mengerti apa perbedaan mereka. Isbela sangat lembut dan penggugup. Sedangkan diri begitu berani dan blak-blakan. Bagaimana harus menutupi semua agar tidak ada yang curiga?
Sebastian mengambil kain, membantu Victoria menutupi kepala dan menalinya di bawah dagu. Gerakan yang hati-hati, seolah takut akan menyakiti dengan pandangan yang penuh rasa iba. Meskipun ada banyak hal yang berbeda tapi berusaha untuk mengerti.
"Bukan perubahan yang buruk," ucap Sebastian lebih lembut dari yang seharusnya. "Nggak perlu takut dan panik. Wajar kalau kamu berubah, bisa jadi karena hilang ingatan dan kamu bersikap lebih bebas tanpa tahu masa lalumu. Isabela, aku justru lebih suka kalau kamu terbuka seperti sekarang."
"Benarkah?" Victoria mendongak, menatap lurus ke mata Sebastian untuk mencari jawaban yang dianggap benar. "Kamu nggak masalah kalau aku berubah?"
Sebastian tersenyum kecil. Sebuah senyum yang jarang sekali mucul dari dirinya. "Asalkan bisa membuatmu lebih cepat sehat dan pulih, kamu berubah sepertia apa pun, aku nggak peduli."
"Kenapa?"
Alis Sebastian naik sebelah karena pertanyaan Victoria. "Kamu tanya kenapa?"
Victoria mengangguk. "Iya, aku tanya kenapa nggak masalah? Jujur saja, aku sering bingung sama kamu. Kenapa nggak memutuskan hubungan setelah aku kecelakaan? Tubuhku jadi cacat karena hilang ingatan. Rambutku juga botak dan sama sekali nggak menarik."
Menghela napas panjang, Sebastian meletakkan kedua tangan di dalam saku. "Perempuan, kenapa sekali bertanya hal-hal yang akan membuatnya sedih? Kenapa tidak memikirkan hal-hal yang akan membuat bahagia?"
"Karena—"
"Kamu nggak akan suka kalau aku mengasihimu bukan? Kamu pasti ingin sehat seperti semula, dan mulia memimpin perusahaan seperti yang diminta papamu. Sementara ini aku hanya membantumu tapi perusahaan tetaplah milikmu."
Victoria menghela napas panjang. Perusahaan milik keluarga Antoni bergerak di bidang pengiriman dan Jasa. Hal yang sama sekali tidak pernah dimengertinya. Ia lebih paham kapan anggur siap dipanen, bagaimana membuat anggur agar tidak cepat busuk, dan memilih mana yang untuk dijadikan minuman. Bukan tentang jasa pengiriman dan tetek bengeknya.
"Aku nggak ngerti tentang jasa kirim."
"Aku akan membantumu agar mengerti. Isabela, aku menunggumu pulih."
"Tapi—"
"Melihat semangatmu untuk sembuh seperti sekarang, aku yakin belajar untuk perusahaan juga bukan hal sulit. Aku sudah mendatangkan terapis untuk tubuh, dan dokter yang akan merawat rambutmu. Aku akan sembuh seperti sedia kala."
Sebastian meninggalkan Victoria dalam keadaan gamang. Sejauh ini sikap Sebastian sangat baik dan sama sekali tidak ada kelicikan terlihat. Memang tidak pernah bersikap manis dan mesra layaknya tunangan tapi Sebastian menunjukkan sikap bagaimana laki-laki bersikap. Victoria menghela napas panjang, duduk kembali di kursinya dan merenung. Ia jatuh cinta setengah mati pada Teddy yang manis dan lembut. Sikap yang membutakannya dan menjatuhkannya dalam penderitaan.
"Nita, bisa ambilkan ipadku?"
"Iya, Miss."
Victoria kembali mencari berita soal Teddy. Terdapat foto-foto pernikahan Teddy dengan istri barunya. Melihat wajah Teddy yang berseri-seri sambil memeluk perempuan lain, membuat Victoria berpikir apakah dulu laki-laki itu pernah mencintainya?
Mereka menikah tapi jarang sekali tidur bersama. Teddy selalu berkilah capek dan ingin menenangkan diri. Teddy juga selalu menutup mata pada perbuatan mama dan adiknya, memilih untuk membiarkan keluarganya berulah. Tidak pernah mendengarkan curahan hati Victoria sekalipun. Sungguh berbeda dari sebelum menikah dan sesudahnya.
"Kamu pintar, Victoria. Perempuan yang mandiri, kenapa nggak mencoba cari jalan keluar sendiri? Memangnya masih butuh pendapatku?"
Itu adalah jawaban Edy saat Victoria mengajaknya berdiskusi tentang satu masalah. Sebuah jawaban yang lebih menyerupai ejekan. Dulu, Victoria tidak punya teman dan kerabat lain, sekarang Isabela pun sama.
"Apakah pertukaran ini memang sudah menjadi takdir Tuhan, Isabela?"
Victoria bertanya-tanya pada diri sendiri dan Isabela yang dipinjam identitasnya tapi sampai sekarang tidak menemukan jawaban.
Saat makan malam, semua orang berkumpul. Victoria pun di sana, memakai pakaian sederhana sedangkan orang-orang di meja makan justru sebaliknya. Mereka semua tampil menawan seolah akan ke pesta. Selama makan, tidak ada yang mengajaknya bicara. Victoria kebingungan untuk makan semua hidangan tidak ada yang membuatnya tertarik.
"Kenapa kamu nggak makan? Jangan bilang kamu nggak ada selera makan. Manja itu namanya." Julia mencela. Seperti biasa bersikap penuh permusuhan.
Victoria mengabaikannya, menganggap hanya anak gadis yang manja dan perengek.
"Jangan bilang kamu belum terbiasa dengan makanan di rumah ini." Putri kali ini yang berkata. "Memang, di tempatmu dulu sangat sulit mendapatkan makanan enak. Namanya juga tinggal di kampung terpencil. Aku dengar mamamu dulu nyanyi di bar dengan bayaran nggak seberapa. Apa makanan kalian setiap hari? Kentang rebus? Telur dadar? Belum tentu ada daging bukan?"
Semua orang menatap Victoria sekarang. Ejekan Putri begitu terang-terangan dan sangat disengaja. Victoria terdiam, merasa tidak perlu melawan sekarang. Ia memcoba mengiris daging dan mengunyah tapi hambar.
"Maa, jangan begitu. Kasihan Isabela. Nanti merasa kita menghinanya." Uria tersenyum Victoria. "Biarkan dia makan, Ma. Mungkin, apa yang terhidang sekarang ini adalah makanan terenak yang pernah dimakannya."
Tawa meledak saat itu juga, dengan jantung Victoria seolah ditikam. Rupanya penilaiannya terhadap Uria salah. Perempuan itu sama saja seperti yang lain. Isabela yang dihina tapi Victoria yang merasa malu. Meninggalkan meja makan dengan perut kosong karena tidak sesuappun masuk ke mulutnya, Victoria yang mual dan pusing memilih untuk ke kamar
Berdiri di depan jendela dengan balkon menghadap taman belakang, pikiran Victoria carut marut. Ia tidak suka dengan semua penghuni di rumah ini, dengan kepribadian mereka yang buruk dan mulut yang kejam. Kalau boleh memilih, ingin pergi dan menjauh. Tapi sudah terlanjur berjanji pada Isabela untuk mencari pelakunya.
Tengah malam, Victoria kelaparan. Ingin meminta bantuan Nita mengambil makanan tapi tidak mau menganggu. Ia memutuskan untuk turun ke dapur dan mengambil makanan sendiri. Suasana rumah sangat sepi, penghuninya tidak tahu ada di mana. Victoria berdiri gamang di ujung tangga dan mulai menuruni perlahan. Biasanya selalu ada Nita yang memapahnya. Victoria yang fokus pada anak tangga, tidak menyadari ada seseorang berjingkat di belakangnya. Bukan membantu melainkan mendorongnya.
"Aaargh!"
Tak ayal lagi, tubuh Victoria oleng dan bergulingan di tangga, terhenti di lantai satu yang temaram. Tidak ada orang di sana, Victoria berbaring pingsan. Di ujung tangga lantai dua, dua sosok berbisik dalam temaram.
"Apa dia mati?"
"Entahlah, aku harap di mati."
"Ehm, kita pergi sekarang. Sebelum pelayan datang."
Dua sosok itu menghilang, meninggalkan Victoria berbaring pingsan. Sepi, sunyi, dengan keadaan setengah gelap, Victoria sendiri.
.
.
.
Di Karyakarsa update bab baru.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top