Bab 3
Sebastian dengan perlahan melepaskan cengkeraman Julia di lengannya. Mundur dua langkah dan kini duduk di tepi ranjang Victoria.
"Terima kasih tawarannya, tapi aku ingin tetap di sini. Isabela sedang panik karena wajahnya berbeda dan suaranya belum pulih."
Julia mencebik, menatap ke arah Isabela dengan geram. "Apaan, sih, manja banget. Padahal banyak dokter dan perawat di sini. Kenapa harus dengan Kak Sebastian."
"Aku tunangannya," tukas Sebastian kalem.
"Memang, tapi Isabela harusnya tahu diri untuk nggak ngerepotin. Sebelum kecelakaan sengaja merengek untuk membuat pesta pertunangan. Pergi ke butik membeli baju tapi malah kecelakaan. Itu namanya karma karena bersikap tidak tahu malu!"
"Julia, tutup mulutmu!" bentak Putri pada anaknya. Melayangkan tatapan penuh arti pada anak bungsunya. Putri kesal karena Julia tidak mengerti keadaan. Entah bagaimana hubungan Sebastian dan Isabela, tidak seharusnya bersikap keras dan menunjukkan keberpihakan. "Duduk! Mama ingin bicara dengan Isabela!"
Julai menghentakkan kaki ke lantai, duduk di kursi besi sambil bersedekap. Putri menghampiri ranjang, menatap Victoria lekat-lekat.
"Wajahmu sudah membaik, Sayang. Aku yakin sebentar lagi akan pulih. Nggak usah takut soal rambut, banyak perempuan setengah botak karena rontok."
Sebastian menyela perlahan. "Dokter mengatakan akan melakukan operasi khusus untuk membantu menumbuhkan rambut."
"Waah, bagus sekali. Bibi senang mendengarnya."
Berbeda apa yang terucap di bibir dan kenyataan, meski berkata sangat senang tapi Putri tidak terlihat begitu. Wajahnya justru mengeras dengan senyum sinis. Victoria bisa melihat itu dengan jelas, entah dengan Sebastian. Apakah melihat hal yang sama atau justru menutup mata? Putri dan anaknya jelas-jelas membenci Isabela.
"Sebastian, apa kamu mendengar kabar tentang Teddy? Menantu dari perkebunan Yard Family?"
Victoria nenoleh cepat pada Putri. Nama suami dan juga perkebunan milik keluarganya baru saja disebut. Apa yang terjadi dengan suaminya? Apakah sedang mencarinya? Berapa lama ia berbaring di rumah sakit ini? Pastinya Teddy mencarinya. Meskipun terakhir kali hubungan mereka memburuk, bukankah suami istri harusnya saling terkoneksi? Semestinya Teddy bersedih saat tidak menemukan mayatnya.
"Bajingan itu! Apa yang terjadi padanya? Aku terlalu sibuk sampai tidak baca berita."
"Teddy akan menikah lagi!" teriak Julia. Bangkit dari kursi dan bergegas menuju ranjang. "Baru diumumkan kemarin. Teddy akan menikahi mantan pacaranya. Hahaha, padahal istrinya mati dua bulanan. Laki-laki itu sudah gatal ingin menikah lagi."
Rasanya bagai tersambar petir saat mendengar kata-kata Julia. Teddy akan menikah lagi dengan mantan pacarnya? Victoria dianggap mati? Padahal jasadnya tidak ditemukan. Bagaimana bisa Teddy menganggp dirinya mati?
"Istri Teddy, bukankah berada di butik yang sama dengan Isabela?" tanya Sebastian.
"Benar, sudah dikonfirmasi kalau jasad istrinya ditemukan. Berkabung tidak lama dan menikah lagi. Luar biasa si Teddy itu," ucap Putri.
Julia menatap sang mama. "Apa Mama pernah bertemu istri Teddy sebelumnya?"
Putri menggeleng. "Belum pernah. Mereka menikah buru-buru. Baru juga dua bulan istrinya kecelakaan. Entah musibah atau justru anugerah Teddy. Biasanya orang yang kehilangan istri tercinta akan berkabung cukup lama. Ini baru dua bulan sudah ada niat menikah lagi."
Victoria menunduk, kesedihan menghamtam dada. Banyak hal terjadi saat dirinya berbaring di rumah sakit. Wajahnya diubah tanpa permisi, menggunakan identitas milik orang lain dan suaminya akan menikah lagi. Victoria tidak mengerti di mana letak kesalahannya sampai menjadapatkan masalah bertubi-tubi.
Kesedihan yang mendalam membuat dada Victoria sesak. Alat medis berdenging, Sebastian memanggil suster yang menangani dengan cepat. Suster meminta Sebastian dan yang lain menunggu di luar. Dengan oksigen terpasang di mulut, Victoria mencoba bernapas normal. Kesedihan menghatamnya bertubi-tubi, membuatnya menangis sejadi-jadinya. Ia meratapi Isabela yang mati tanpa dikenali, iba pada sang kakek yang sendirian di vila perkebunan, serta menyesali sikap Teddy yang gegabah.
"Aku belum mati dan kau ingin menikah lagi? Bajingan kau Teddy!" Victoria memaki dalam hati. Napasnya tersengal, suster yang berjaga menghiburnya dengan suara lembut dan menenangkan.
Setelah menerima kabar itu, Victoria tidak ada keinginan untuk hidup. Ingin mati dengan begitu tidak perlu lagi menderita. Namun teringat akan sang kakek dan rasa rindu mencengkeramnya. Satu-satunya orang yang bisa memberikan kabar padanya hanya sahabatnya yang bernama Harumi. Sayangnya saat ini ia tidak memegang ponsel dan tidak bisa menghubungi Harumi untuk tanya apa yang terjadi. Bayangan sosok si kakek yang sudah renta, dengan kulit keriput dengan tubuh lemah membuat Isabela berniat bangkit kembali. Entah sebagai Victoria atau Isabela, ia harus pulih untuk bertemu kakeknya lagi.
Sebastian datang beberapa hari kemudian, memberikan ipad untuk Victoria. "Dokter mengatakan kamu sudah cukup kuat duduk lama. Jarimu pun sudah bisa digerakan. Pakai ipad ini untuk menonton film."
Victoria berdehem, menerima ipad dengan senang hati. "Terima kasih."
Saat mendengar suaranya Sebastian terkejut. "Suaramu berubah."
"Ya, kata dokter karena operasi," jawan Victoria berbohong.
"Nggak masalah, yang penting bisa ngomong. Apa kamu butuh sesuatu?"
Victoria menggeleng, tidak tahu dirinya membutuhkan benda apa selain ipad untuk mencari informasi. Ia harus mendapatkan kabar soal kakeknya. Bisa saja bertanya pada Sebastian soal Teddy, tapi takut menimbulkan kecurigaan.
"Seminggu atau paling lama dua Minggu kamu bisa keluar dari sini setelah operasimu selesai semua."
Menatap pada laki-laki yang selama ini selalu menjenguk dan merawatnya, dalam hati Victoria ada banyak sekali pertanyaan. Kenapa Sebastian mau bertunangan dengan Isabela padahal terlihat tidak ada cinta. Ia juga mendengar percakapan orang-orang yang mengatakan Sebastian semestinya mendapatkan perempuan yang lebih cocok, lebih elegan, dan juga lebih cantik. Padahal beberapa orang menunggu Isabela sadar untuk mendapatkan tanda tangan. Semua berputar-putar di antara Isabela dan keluarganya.
"Kenapa memandangku begitu?"
Victoria meneguk ludah. "Mau tanya se-suatu."
"Soal apa?"
Menguatkan diri Victoria bertanya dengan lirih. "Aku ke-nal istri Teddy. Apakah dia be-nar mati?"
Sebastian mengangguk dengan pandangan muram. "Benar, jasadnya sudah ditemukan. Tergeletak tidak jauh dari tempatmu berada. Kamu selamat karena berada di ruang ganti dan kebetulan ada lemari di sana. Sedangkan istrinya Teddy, berada tidak jauh dari tabung yang meledak."
"Tabung meledak? Tabung gas?" tanya Victoria.
"Benar, tabung gas. Pihak butik akan ada acara untuk keesokan hari. Mereka memesan gas dalam jumlah cukup banyak."
Victoria terdiam, merasa sedikit aneh dengan keadaan yang menimpanya. Bagaimana bisa tabung gas meledak begitu saja tanpa pemicu? Ia ingat, butik dalam keadaan sepi saat dirinya di sana, hanya dua pengunjung saja. Selain dirinya hanya ada Isabela. Kalau memang itu murni kecelakaan, alangkah cerobohnya. Tapi kalau disengaja, siapa yang ingin dicelakakan? Dirinya atau Isabela? Ia mengernyit saat kepalanya sakit karena terlalu banyak berpikir. Ada banyak masalah yang membebani pikiran dan hatinya.
Saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkan jati dirinya. Terlalu banyak kejanggalan yang harus diselidiki. Bukan hanya demi dirinya tapi juga untuk Isabela. Mereka sama-sama menjadi korban dalam hal ini. Victoria memejam, mengenang perempuan penggugup yang tidak percaya diri karena memakai gaun merah marun. Mereka bertukar gaun, Isabela memegang tasnya dan ia tanpa sadar membawa cincin pertunangan di saku. Pertukaran tanpa sengaja yang akhirnya membawa dampak yang cukup besar.
Dua Minggu kemudian, Victoria dinyatakan cukup sehat untuk keluar dari rumah sakit. Sudah berjalan dengan normal, perban sudah dilepas, dan pertama kalinya Victoria bisa menerima tentang pertukaran identitas dirinya dengan Isabela.
"Isabela, aku akan mengantarmu pulang."
Hanya Sebastian yang muncul di rumah sakit untuk menjemput. Victoria bangkit perlahan dibantu laki-laki itu.
"Aku ingin memberimu satu kabar yang bisa jadi tidak penting untukmu."
"Kabar apa?"
"Teddy, hari ini menikah lagi."
Hati Victoria hancur saat mendengar kabar itu. Hanya tiga bulan ia terkurung di rumah sakit dan suaminya menikah lagi dengan perempuan lain. Saat mencengkeram lengan Sebastian dan melangkah keluar dari rumah sakit, Victoria merasakan hidupnya jungkir balik dan kacau.
"Teddy, apa kamu dan keluargamu senang kalau aku mati?"
.
.
Di Karyakarsa update bab 12.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top