Bab 2

Setelah perban dibuka, dokter memberikan cermin pada Victoria. "Semoga kamu puas dengan hasilnya."

Victoria terbelalak, menggeleng cepat dengan kekagetan terlintas di matanya yang terbelalak. Bagaimana ini bisa terjadi? Wajah yang ada di cermin bukan wajahnya. Itu wajah orang lain. Ia terus menggeleng dengan air mata membasahi pipi. Berusaha untuk bicara tapi tidak ada suara keluar.

"Tenang, jangan panik. Kalau memang ada yang salah kita akan perbaiki perlahan. Isabela, tarik napas panjang."

Victoria berusaha menarik napas panjang, menggerakkan tangan untuk menjelaskan pada sang dokter yang kebingungan tapi tidak seorang pun mengerti niat. Dalam hati merintih karena wajahnya hilang digantikan orang lain. Apakah itu wajah Isabela? Kenapa bisa berpindah ke wajahnya? Kenapa orang-orang ini tidak mengecek dulu sebelum melakukan tindakan? Dalam keadaan merana, linglung, dan bingung Victoria histeris dan akhirnya mendapatkan satu suntikan untuk menenangkan diri. Saat terbangun, suster mengatakan ada tamu datang berkunjung.

Sebastian menatapnya dengan tajam, seakan ingin membelah hatinya dengan binar mata. Apakah laki-laki itu tahu kalau dirinya bukan Isabela? Bukankah mereka bertunangan? Seharusnya tahu bukan? Dari cara Sebastian memandang yang seolah sangsi dengan apa yang terlihat, Victoria mempunya harapan kalau semua kesialannya terkuak.

"Dokter mengatakan kamu panik setelah perbanmu dibuka. Kenapa?"

Pertanyaan Sebastian dijawab dengan gelengan kepala oleh Victoria.

"Harusnya kamu mengerti kalau dokter mencoba melakukan yang terbaik untukmu. Isabela, kamu harus tenang dan biarkan dokter bekerja."

Suara gumaman terdengar dari Victoria. Sebastian mendengar, mengernyit sesaat lalu menarik kursi dan duduk tepat di samping ranjang. Mengamati tunangannya yang terlihat sangat panik dengan mata berkaca-kaca. Mestinya memang sakit, ia paham kalau tunangannya kesakitan tapi kenapa harus panik saat melihat wajah sendiri?

"Isabela, kamu tahu bukan apa yang terjadi padamu sebelum ini?"

Victoria menggeleng cepat. Ingin mendengar cerita yang sebenarnya kenapa bisa terbaring menjadi Isabela. Ia menatap Sebastian dengan pandangan memohon.

"Kamu pergi ke butik untuk membeli gaun pesta. Sebentar lagi akan ada perayaan pertunangan kita. Pengumuman ke publik lebih tepatnya. Sayangnya di butik ada kebakaran hebat dan kamu ditemukan dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kami mencari dokter terbaik, selain untuk menyelamatkan jiwamu juga mengoperasi wajahmu. Karena itu, harusnya kamu mengerti kalau ada yang berbeda dari sebelumnya. Tidak perlu panik."

Terbelalak dengan fakta yang baru didengarnya membuat Victoria terdiam. Ia mengingat samar-samar kejadian di butik. Benar ternyata, ia berada di butik saat terjadi ledakan besar. Tubuhnya terpental, api di mana-mana dan setelah itu tidak ingat apa yang terjadi.

Ingatan lain juga terbuka tentang seorang perempuan muda dengan rambut hitam sebahu yang ditemuinya saat di butik. Perempuan itu sangat cantik, dengan tinggi dan bentuk tubuh sama dengannya. Selain itu model rambut mereka pun mirip. Penjaga butik bahkan berseloroh kalau mereka berdua terlihat seperti kakak dan adik.

"Bagaimana bisa kalian mirip? Kalau yang nggak tahu pasti dikira saudara."

Perempuan cantik itu tertawa ramah, berputar di depan cermin besar dengan gaun baru merah marun.

"Aku nggak cocok pakai warna ini." Perempuan itu terlihat pemalu. Victorialah yang memberinya semangat.

"Kulitmu putih, warna itu cocok untukmu."

"Merah identik dengan keberanian, sedangkan aku sangat penggugup. Harusnya aku pakai warna netral seperti putih dan abu-abu."

"Lihat, aku pun pakai gaun warna marun." Victoria menunjuk dirinya sendiri dengan gaun maruh yang berpotongan sederhana.

"Kamu cocok pakai itu, Kak. Beda sama aku."

Isabela membuktikan perkataannya tentang dirinya yang penggugup. Saat hendak masuk ke ruang ganti tanpa sengaja menyenggol baki di atas meja berisi teko berisi teh dan slice cake. Victoria yang duduk melihat-lihat katalog tidak bisa menghindar. Teh menumpahi pangkuannya, cake jatuh mengenai bagian depan gaunnya. Isabela yang panik meminta maaf berkali-kali dan mengatakan hendak membeli gaun baru.

"Nggak perlu gaun baru, aku lihat ada pakaian ganti nggak di mobil." Victoria berusaha menenangkan Isabel.

"Gaunku, Kak. Ukuran kita cocok, bagaimana kalau pakai gaunku? Biar aku ambil yang marun ini."

"Emang bisa gitu?"

"Bisaa, tolong pakai gaunku. Kalau nggak aku merasa bersalah."

Victoria mengikuti saran Isabela, masuk ke ruang ganti untuk berganti pakaian. Isabela menawarkan diri membantunya membawa tas berisi dompet dan ponsel. Sepotong gaun putih milik Isabela melekat di tubuhnya. Ia baru saja keluar dari ruang ganti saat ledakan terjadi. Sekarang ia mengerti kenapa orang-orang mengira dirinya Isabela, dengan gaun putih serta wajah rusak pasti anggapan kalau dirinya adalah Isabela.

"Isabela, kamu dengar aku?"

Perhatian Victoria kini tertuju pada Sebastian. Laki-laki itu merogoh saku dan mengeluarkan sebuah cincin.

"Cincin ditemukan di saku gaunmu. Kenapa kamu melepasnya?"

Victoria menggeleng bingung. Saat itu ia bahkan tidak sadar ada cincin Isabela di saku gaun yang dipakainya. Dua bukti yang menunjukkan dirinya adalah Isabela, gaun lalu cincin. Victoria bingung mencari jalan keluar untuk masalahnya ini.

"Cincin pertunangan kita, biar aku simpan dulu sampai kamu benar-benar sembuh. Nanti kamu pakai lagi kalau sudah pulih."

Perasaan sedih kini menyusup dalam dada Victoria. Merasa berdosa karena tidak bisa bicara jujur pada Sebastian. Laki-laki itu terlihat sedih saat menggenggam cincin di tangan. Apakah pertunangan mereka benar-benar dari hati? Ia ingat perkataan laki-laki bernama Josep tentang Sebastian yang dianggap bodoh karena bertunangan dengan Isabela. Apa yang terjadi sebenarnya? Keluarga Isabela sepertinya menaruh kebencian yang besar pada perempuan itu.

Isabela mati, tanpa tahu di mana jasadnya? Lalu apa yang terjadi dengan Teddy? Apakah laki-laki mencarinya atau mengakui jasad orang lain seperti halnya keluarga Isabela? Ia akan mencari tahu perlahan soal ini. Tidak akan membiarkan kesalahpaham terus terjadi.

"Kelak, kalau kamu sudah pulih bisa tinggal di mana pun yang kamu mau. Di rumah besar milik kakekmu atau pun di vila. Semua keputusan ada di tanganmu."

Di luar dugaan Sebastian mengangkat wajah Victoria dan mengamatinya dalam-dalam. Dada Victoria berdebar lebih kencang, sangat berharap kalau Sebastian mengenali. Ia bukan Isabela, tapi perempuan lain yang terjebak dalam identitas palsu.

"Jangan kuatirkan soal bekas luka, dokter mengatakan bisa mengoperasinya. Soal rambutmu, kita akan cari juga dokter yang bisa merawat dan membantumu menumbuhkan rambut. Suara juga belum keluar, kita serahkan semua pada tim medis."

Victoria hanya bisa mengangguk, tidak sanggup berkata-kata dengan segala janji Sebastian. Sebelum suaranya kembali, tidak mungkin mengatakan kebenaran jati dirinya. Jemari Sebastian mengusap lembut wajahnya, mata abu-abunya meski tajam tapi ada binar menenangkan di sana.

"Isabela, kita sudah bertunangan. Mau tidak mau, suka tidak suka kamu harus menerimnya. Kalau lain kali kamu mencopot cincin ini lagi, bersikap menerima konsekuensinya. Ingat, yang meminta pertunangan bukan aku tapi orang tua kita. Jangan bersikap kenak-kanakan."

Ancaman dan makian yang lain, hidup Isabela rupanya sangat sulit. Victoria memejam, menghapus segala pujian yang sudah terlontar untuk Sebastian. Laki-laki ini ternyata tidak sebaik yang ada dalam pikirannya. Ia merasa iba untuk perempuan yang mati di dalam kebakaran, menanggung beban hidup dan kebencian dari orang-orang di sekitarnya.

"Kak Sebastian, kamu di sini?"

Suara centil seorang gadis membuat keduanya menoleh ke arah pintu. Sebastian melepaskan cengkeramannya di dagu Victoria, menegakkan tubuh untuk menyambut pengunjung yang baru datang.

"Julia, Bibi Putri, apa kabar?"

Sapaan Sebastian disambuh heboh oleh Julia. Setengah berlari menghampiri Sebastian dan memegang lengannya.

"Kaak, kenapa datang nggak bilang-bilang? Tahu gitu kita bisa barengan."

"Dari kantor langsung kemari, jadi nggak ada rencana."

"Selesai ini kita bisa makan malam bareng? Sudah lama kita nggak keluar bersama."

"Tapi—"

"Sebastian, sesekali keluar dengan Julian bagus untukmu. Jangan terlalu stress, biar Isabela aku yang jaga," ujar Putri dengan senyum merekah.

Melihat percakapan di depannya, Victoria menyadari satu hal kalau Julia menyukai Sebastian dan didukung oleh sang mama. Keluarga macam apa ini?
.
.

Di Karyakarsa update bab 9.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top