Bab 1

Dengung mesin, suara roda yang bergerak, desau pendingin ruangan, berbaur dengan percakapan lirih, masuk ke dalam pendengaran Victoria. Ia mencoba bergerak dan membuka mata tapi sulit melakukannya. Pandangannya menggelap, tubuh kaku, dan tidak ada suara keluar saat mencoba bicara. Seorang datang, menawari minum dan Victoria menyesap dari sedotan kecil.

"Syukurlah dia siuman."

"Padahal hampir satu bulan tidak bergerak."

"Apakah ini berarti keadaannya akan pulih?"

Victoria menggeleng dan ingin bertanya, tapi alih-laih suara yang terdengar malah desahan yang membuat orang-orang di sekitarnya panik.

"Isabela, kamu mau apa?"

"Tenangkan dirimu, semua baik-baik saja."

Ada perempuan lain bernama Isabela yang dipanggil oleh orang-orang ini. Victoria menduga ada orang yang berbaring di sampingnya. Menyadari kalau dirinya berbaring di sebuah kamar luas, dengan udara yang dingin serta perawat berseragam putih. Kenapa ia bisa di sini?"

"Isebela, bisa mengenaliku?"

Suara seorang perempuan, Victoria mengernyit dan menggeleng. Ia bukan tidak mengenali perempuan itu tapi memang tidak kenal. Lagi pula, siapa itu Isabela? Namanya Victoria Yard. Ia adalah istri dari Teddy. Kemana suaminya? Kenapa tidak terlihat di sini?

"Dia menggeleng, Mama. Kasihan, jangan-jangan masih trauma."

Suara perempuan yang lebih muda terdengar di telinga. Victoria tidak dapat melihat wajahnya karena perempuan muda itu tidak mendekat.

"Apa benar Isabela trauma, Dok?"

"Masih harus kita observasi lagi. Sementara pasien biarkan beristirahat."

"Baiklah, kami nggak ganggu dulu." Perempuan setengah baya, meremas jemari Victoria dengan lembut. "Sayang, kami menunggumu sehat."

"Isabela, jangan sampai kamu hilang ingatan."

"Julia, kenapa bilang gitu sama dia?"

"Mama lupa, banyak masalah yang harus diselesaikan oleh Isabela. Kalau dia mau hilang ingatan tunggu sampai masalah selesai."

"Kamu ini, ada-ada saja."

Perempuan bernama Julia kembali mendekat dan kali ini berbisik di telinga Victoria. "Perempuan kampungan seperti kamu tidak cocok bersama Sebastian. Kalau kamu nggak mau mati, jangan hilang ingatan. Kalau sampai hilang ingatan, lebih baik mati saja! Nggak ada guna hidup."

Perempuan yang muda bukan kuatir melainkan memberi ancaman padanya. Victoria menghela napas panjang dan seketika mengernyit karena dadanya terasa nyeri. Ia tidak mengerti kenapa bisa ada di tempat ini. Terbaring kaku, dengan wajah dan seluruh tubuh dibalut perban. Tidak bisa bergerak dan bicara, hanya menatap orang-orang yang datang silih berganti. Ada dua perempuan datang hanya untuk mengancam dan memaki, Victoria tidak tahan lagi ingin segera pergi tapi tubuhnya tidak bisa digerakkan. Perban masih membungkus seluruh tubuh dari ujung kepala sampai kaki.

Setelah kemarin perempuan baya dan anaknya, kali ini dua laki-laki. Victoria tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana tampang mereka. Namun sama seperti yang sudah-sudah, kali ini pun mereka memaki dan menghina Isabela.

"Mamaku bilang kamu sudah sadar." Laki-laki berpakaian cokelat, setidaknya itu yang nampak dalam pandangan. Laki-laki itu menunduk ke arahnya, Victoria mencoba mengajaknya bicara tapi suaranya tidak keluar. "Isabela, sebaiknya kamu cepat bangun dan pulih. Kami membutuhkan tanda tangan sialanmu itu!"

"Hei, Josep. Biarkan dia istirahat."

"Papa nggak ngerti, keadaan kita sudah terdesak."

"Papa ngerti tapi apa yang bisa dilakukan oleh orang yang baru pulih dari koma?"

"Iya, juga. Cuma bisa terlentang, hah, heh aja kayak orang bodoh. Jangan-jangan otaknya memang hilang Papa."

"Memangnya Isabela pernah punya otak?"

"Soal itu, akan lebih baik kalau dokter yang periksa. Kalau Isabela punya otak, dia tidak akan setuju dengan rencana kakek. Perempuan dewasa tapi tidak punya pendirian. Sudah berkali-kali diberitahu tetap saja bebal."

"Dia cinta mati pada Sebastian."

"Oh, dia pikir Sebastian juga mencintainya? Cuih! Laki-laki setampan dan sekaya dia mana mau dengan gadis bodoh sepertinya."

"Josep, dia bisa mendengar percakapan kita."

"Biarin aja, Pa. Memangnya kalau dengar mau apa? Aku yakin dia cuma bisa nangis kayak yang udah-udah."

Kedua orang itu tertawa dengan nada riang, tidak peduli kalau Vitoria kesakitan. Ia tidak mengerti yang sedang dibicarakan orang-orang ini. Tidak suka mendengar nada kasar penuh penghinaan dari bibir mereka. Apakah makian mereka ditujukan untuk dirinya atau memang ada Isabela di sebelahnya? Kenapa ia bisa terluka bersamaan dengan perempuan itu? Dalam hati Victoria merasa kasihan untuk perempuan bernama Isabela yang punya keluarga dengan sikap seperti setan.

Ruangan kembali sunyi setelah dua orang itu pergi. Berbaring dalam hening, benak Victoria justru riuh oleh banyak pertanyaan. Nama Josep, Sebastian, dan Julia. Sepertinya mereka ini keluarga besar. Kenapa mereka mengira dirinya Isabela? Siapa Isabela sebenarnya?

Satu titik air mata runtuh, mengingat tentang keadaan keluarganya sendiri. Ia punya suami yang ternyata berselingkuh, padahal baru menikah beberapa hari. Tidak hanya itu, sikap suaminya berubah drastis setelah ibu dan adiknya ikut tinggal bersama mereka di rumahnya. Selalu cek-cok, pertengkaran tiada henti, dan mencari-cari salah Victoria. Laki-laki yang dulu terlihat baik dan tulus, ternyata berubah setelah menjadi suami.

"Victoria, kamu ini perempuan yang hanya bisa marah saja. Memasak tidak bisa, bekerja juga tidak becus, lalu bagaimana caramu mengurus suami?"

Bentakan mertuanya yang bernama Puspa. Padahal dulu Puspa sangat baik padanya, entah kenapa mereka berubah begitu. Belum lagi adik iparnya yang manja, cengeng, dan semena-mena seperti halnya sang mama.

"Kakakku dulu sangat terkenal karena tampan dan pintar. Harusnya dia bisa menikahi pasangan yang setara dan bisa membawa kemasyuran. Lihatlah? Malah milih kamu yang kampungan!"

Teddy memang tampan dan salah satu laki-laki yang paling terkenal di komplek. Victoria jatuh cinta pada pandangan pertama, suka dengan pembawaan Teddy yang penuh wibawa dan pintar. Ada banyak perempuan yang suka dengan Teddy, tapi dirinya yang terpilih. Saat itu kebahagiaan melimpah ruah. Siapa sangka justru menghancurkannya.

"Victoria, menyesal aku menikahimu!"

Itu adalah kata-kata Teddy yang paling diingatnya dan rasa sakitnya masih terasa sampai sekarang. Victoria mencoba mengingat lebih banyak tapi semakin berusaha, semakin buram kenangan yang muncul dalam benaknya. Tumpang tindih dalam memori membuat Victoria mengernyit. Belum selesai dengan masalahnya, ia dihadapkan dengan situasi yang asing. Siapa orang-orang yang datang dan pergi untuk memakinya? Kebingungan bercampur rasa kesal dan akhirnya membuat panik. Victoria bergerak tak menentu dan membuat alat medis berdenging.

"Panggil, dokter! Pasien panik!" teriak seorang perawat.

Victoria berusaha memberontak tapi tubuhnya terlalu lemah. Satu suntikan di lengan dan membantunya menjadi lebih tenang. Setelah itu ia terjatuh dalam tidur panjang. Tidak tahu berapa lama terlelap, sedikit terjaga saat dahinya diusap lembut dan jemarinya diremas.

"Isabela, kamu harus sembuh. Jangan berbaring terlalu lama."

Suara laki-laki yang terdengar sangat lembut, ternyata Victoria tidak salah terka. Orang-orang ini mengira dirinya Isabela. Kenapa mereka bisa salah mengenali orang? Ia bukan Isabela tapi Victoria. Bagaimana menjelaskan hal ini pada mereka?

"Aku senang kamu sudah sadar. Jangan banyak berpikir, fokus dengan kesembuhanmu."

Di antara banyak orang yang datang, baru kali ini terdengar suara yang dalam, teduh, dan menenangkan. Tidak ada kemarahan, apalagi bicara soal harta warisan seperti yang sudah-sudah. Apakah laki-laki ini kekasih atau suami Isabela? Ia mencoba menggerakkan bibir untuk bertanya tapi tidak ada suara yang keluar. Setelah itu kembali tertidur pulas. Bangun saat perawat menyuapi makan, alat-alat masih terpasang di tubuhnya.

"Nona Isabela, keadaan Anda makin membaik. Dokter akan mencoba melepas perban di bagian atas tubuh dan Anda akan bisa melihat dengan lebih jelas."

Victoria kini pasrah saat orang-orang memanggilnya Isabela. Tidak ada gunanya berdebat sekarang karena suaranya belum keluar. Ia membiarkan dirinyua diperlakukan seperti Isabela. Mungkin setelah sembuh total, ia bisa menjelaskan pelan-pelan pada mereka.

Victoria tidak tahu berbaring untuk berapa lama, tapi saat perbannya dibuka, merasa sangat senang.

"Mari, kita lihat bekas lukamu? Ehm, tidak ada bekas yang mencolok. Seiring waktu dan dengan perawatan yang benar, lukamu akan sembuh total Nona Isabela."

Victoria tidak ada kesempatan menjawab kata-kata dokter. Seorang perawat mengumumkan kedatanganya seseorang.

"Nona Isabela, tunangan Anda ada di sini."

Sesosok laki-laki muncul, Victoria yang sudah bisa melihat lebih jelas menatap laki-laki tampan dengan wajah persegi, alis lebat, serta mata abu-abu yang menyorot dingin.

"Silakan duduk Tuan Sebastian."

Ah, rupanya tunangan Isabdela adalah laki-laki dingin ini. Victoria tidak bergerak saat Sebastian mendekat dan berbisik.

"Isabela."

Victoria mengenali suara itu.
.
.
Di Karyakarsa update bab 6.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top