Prolog

Bryan duduk di sebuah kursi dengan kanvas putih di depannya. Tangan kanannya memegang kuas dan tangan kirinya memegang palet. Di hadapannya sudah ada seorang model wanita cantik yang siap dilukis olehnya.

Mata Bryan mengamati setiap lekuk tubuh wanita yang kini tengah berbaring di sofa. Rambut hitam bergelombangnya jatuh tergerai hingga menyentuh lantai. Wajahnya juga cantik. Hidungnya mancung dengan dagu lancip.

Tidak ada yang bersuara di antara mereka. Hanya bunyi kuas yang bertabrakan dengan palet dan kanvas yang terdengar. Bryan tetap fokus pada lukisannya. Hingga tak terasa dua jam telah berlalu dan lukisan itu pun telah selesai.

Perempuan yang menjadi model itu pun bangun, seraya berjalan ke arah Bryan yang sedang membersihkan kuasnya menggunakan kain.

"Kau memang seorang pelukis yang handal," puji wanita yang baru saja selesai dilukis setelah melihat hasil karya Bryan.

Tangan wanita itu ingin menyentuh lukisan tersebut, tapi ditahan oleh Bryan.

"Jangan sentuh. Belum kering."

Wanita itu tersenyum. Karena tidak boleh menyentuh lukisan tersebut, dia beralih ke Bryan. Jari dengan kuku berwarna merah itu kini sudah bergerilya di pundak Bryan.

"Apa kau puas hanya dengan memandang lukisan telanjangku saja?"  tanya wanita itu tepat di samping telinga Bryan.

Bryan mendengkus. Dia bangkit kemudian mengambil jubah berwarna putih dan melemparkannya ke arah wanita itu.

"Pakai pakaianmu sekarang!"  perintah Bryan dengan suara tegas.

Wanita itu ganti mendengkus, tidak pernah menyangka akan ditolak oleh seorang Bryan da Silva. Namun, rumor yang beredar adalah Bryan yang tidak pernah tertarik dengan model lukisannya sendiri dan ternyata itu benar.

Bryan masih tidak acuh membereskan peralatan lukisnya. Sedangkan wanita tadi sudah pergi ke ruangan lain untuk berganti baju.

"Rumor yang beredar ternyata benar, kau tidak tertarik pada wanita. Apa kau homo?" tanya wanita tadi yang kini sudah berjalan ke arah pintu.

Tanpa menunggu jawaban dari Bryan, wanita itu keluar dari ruangan tempat di mana Bryan masih berkutat dengan alat lukisnya.

Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut wanita tadi membuat sudut bibir Bryan tertarik ke atas.

Dia bukan homo atau yang lainnya. Hanya saja, wanita yang menggodanya terang-terangan malah membuatnya kehilangan selera. Bryan bukan laki-laki yang suka membuang sperma di mana dan kapan saja. Lagipula, dia mempunyai prinsip tidak akan pernah tidur dengan model lukisannya karena akan menghilangkan keindahan lukisan itu sendiri. Itu yang selama ini Bryan terapkan dan nyatanya berhasil. Dia sama sekali tidak tergoda dengan para modelnya. Jika, dia ingin bersenang-senang untuk melepas stres, cukup cari wanita di luar sana. One night stand. Namun, dari semua wanita yang pernah jadi patner  ONS-nya, tidak ada satu pun yang mampu memuaskannya.


*****

Hallo apa kabar semua?

Saya datang lagi dengan cerita baru, setelah Baby Pull Me Closer tamat. Saya merasa kurang kalau tidak membuat cerita dengan latar LN. Oh ya, ini bukan cerita tentang CEO. Hanya seorang pemuda gila yang terobsesi dengan seorang wanita. Mungkin akan ada sedikit adegan dewasa, tapi tetap masih dalam jalur (tidak ekplisit).

Mohon dukungan untuk cerita baru saya ini. Terutama vote dan komentar yang banyak agar saya terus bisa semangat menulis.

Salam Hangat

Vea Aprilia

Sabtu, 20 July 2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top