The Hug
Pernah berlari jauh hingga jantungmu berdetak sangat cepat? Gambaran ini sangat pas untuk Caca yang sibuk mengatur laju jantungnya. Beberapa menit yang lalu Arnold
menyatakan se pihak bahwa ia adalah kekasih pria itu. Caca masih dalam kebingungannya ketika mobil yang mereka kendarai tiba di sebuah apartemen mewah kelas atas. Matanyalmengerjap pelan demi mengingat apakah ia mengenali tempat ini.
Pintu di sebelahnya dibuka sedangkan ia masih duduk manis di dalam mobil. Hingga Arnold menyuruhnya keluar, barulah Caca sadar bahwa ia tidak diantarkan pulang.
“Aku harap kamu tidak lupa dengan obrolan kita di kafe.”
Ingatannya jatuh pada percakapan mereka tadi siang. Saat tiba di depan pintu yang Caca yakini adalah milik pria di sebelahnya, barulah gadis itu tahu, tadi Arnold memintanya untuk ke rumah pria itu. Katanya ada pekerjaan.
“Tapi, Tuan tadi bilang ke rumah. Bukan ke apartemen.”
Terdengar bunyi klik. “Masuklah. Apartemen kan, juga tempat tinggal.” Caca mengikuti Arnold dari belakang sambil mengamati pola ruangan itu. Ternyata bosnya adalah penggemar salah satu klub sepak bola ternama asal Spanyol. Tebakannya pasti tepat karena rata-rata barang yang ada di dalam berbau klub tersebut. Mulai dari selimut, kasur, lemari, beberapa baju yang tergantung di belakang pintu, sendal, hingga gelas dan piring pun tak luput dari motif yang sama.
“Maniak bola,” ujar Caca dalam hati.
“Kamu mau minum jus?”
Caca masih berdiri di posisinya, yaitu di samping sofa hitam dengan tangan masih menjinjing tas. “Tidak perlu repot-repot, Tuan.” Kepalanya sedikit menunduk.
“Panggil aku Arnold!” Pria itu menaikkan nadanya satu oktaf hingga gadis itu tersentak.
“Ta-tapi..”
“Kamu lupa? Sejak aku katakan bahwa kamu adalah milikku, jangan harap bisa menolak. Karena gadis Arnold tidak akan dilepaskan dengan mudah.”
Tubuhnya seperti dihempaskan ke kenyataan bahwa mulai hari ini statusnya tidak hanya sebagai sekretaris presdir, juga kekasih pria itu. Caca tidak tahu apakah menjadi gadis Arnold adalah sebuah kebaikan atau mungkin..sebaliknya?
“Maaf Tu-maksud saya, Arnold, saya hanya sekretaris Anda.”
Mendengar penuturan Caca yang gugup, Arnold mengambil inisiatif untuk berjalan ke pintu dan menguncinya. Lalu membawa Caca duduk berhadap-hadapan.
“Kamu bisa memanggil ku Arnold saat kita hanya berdua. Dan aku tidak mau mendengar saya dan anda lagi,hanya ada aku dan kamu.” Matanya menukik tajam tanpa berharap Caca menyetujuinya.
Karena dari awal semua keputusan yang dibuatnya hanya untuk dilaksanakan, tanpa ada bantahan. Tetapi Caca tetaplah Caca, ia akan menggeleng ketika sesuatu itu tidak sesuai dengan kemauannya.
“Aku bekerja di sini bukan untuk mencari pacar. Jadi maaf, aku tidak bisa.” Mulutnya menolak dengan tegas seraya mengalihkan pandangan ke arah lain.
Terdengar geraman tak jelas dari pria di depannya yang kini sudah mencengkram kedua lengannya.
“Aku tidak membutuhkan persetujuan mu. Sekali kekasih, maka mulai hari itu kau adalah milikku.” Semua kata-kata yang keluar dari mulutnya bersifat mutlak dan tak terbantahkan.
Caca menggeliat tak nyaman ketika napas Arnold berhembus tepat di telinganya. Cowok itu sengaja agar Caca tidak berani membantah. Ia beranjak berdiri dan membuka jas,lalu melemparkannya pada Caca hingga membuat garis itu kesal.
“Belum satu hari aku sudah tersiksa.” Celotehannya pelan, tetapi mampu didengar dengan baik oleh Arnold.
Langkahnya yang sudah hampir sampai di dapur terhenti. Ia langsung berbalik dan menyeringai. Melihat Arnold yang menghampirinya, Caca sedikit takut. Ia takut ucapannya menyinggung bosnya.
“Tersiksa?” Kakinya yang terbalut celana dasar hitam itu berhenti tepat satu langkah di depan Caca. Salah satu jarinya menyentuh dagu perempuan itu. “Lihat aku.” Dan Caca hanya menurut. Dengan takut ia membalas tatapan Arnold yang masih sama-tajam dan menusuk. “Kamu benar-benar ingin merasakan siksaan dari ku?” Alisnya naik sebelah dan sudut bibirnya terangkat sedikit.
Caca menahan ludah gugup lalu menggeleng pelan. “Maaf.” Detik selanjutnya Arnold membawa Caca ke dalam pelukannya. Tangannya yang besar mengusap lembut dari ujung rambut hingga punggung gadis itu. Caca diam, tak tahu harus berbuat apa. Tangannya masih berada di sisi tubuhnya tanpa membalas pelukan Arnold. Aneh rasanya ketika atasan memeluk dan mengusap rambut mu.
“Jadilah gadis penurut, aku tidak mungkin mempersulit diri mu.”
Hening beberapa saat. Caca kembali menelan ludah dengan gugup dan memberanikan diri bertanya, masih dalam pelukan Arnold. “Kenapa kamu menjadikan ku kekasih? Kita belum pernah lebih dekat dari sekretaris pada tuannya.”
Arnold memberikan senyum kecilnya meski ia tahu Caca tidak akan.melihatnya. Di dalam hati ia.juga bertanya-tanya, apa alasan dibalik reaksi tubuhnya yang tidak terduga ketika melihat Caca menatap pria lain dengan tatapan berbeda. Ia hanya..merasa tidak suka saja. Ya, mungkin itu alasannya?
“Aku tidak suka melihat cara mu menatap laki-laki.”
“Kamu juga laki-laki.” Di akhir kalimatnya terdengar kekehan kecil.
“Maksud ku pria lain. Kamu hanya boleh menatap seperti itu pada ku. Jangan istimewakan mereka. Cukup aku saja.”
“Tatapan seperti apa? Aku bahkan tidak sadar ketika pandangan ku berubah.”
Arnold menghembuskan napas pelan. “Kamu memujanya, seakan-akan aku tidak ada di sana. Kamu mengabaikan ku.”
Entah hanya perasaannya atau memang begitu, Caca menangkap ada nada rujukan di kalimat Arnold. Pria itu seperti anak kecil yang tidak suka mainannya direbut anak lain. Benarkah?
“Haha.. Mungkin itu hanya perasaan mu. Sejak aku bekerja, aku hanya fokus pada pekerjaan
ku, tidak lebih.”
Dekapannya mengerat, Arnold meletakkan dagunya di atas kepala Caca. Sebagian dirinya ingin.melepaskan kedekatan itu, tetapi sebagian yang lain berkata bahwa dirinya butuh seseorang sebagai bahu ketika ia lelah pulang bekerja.
“Apa itu artinya kamu menolak ku?”
Anggukan Caca menjawab pertanyaan Arnold. “Sayangnya aku tidak membutuhkan persetujuan mu.” Arnold memberi jarak dan memegang kedua bahu Caca. “Aku akan memasakkan kue untuk mu. Duduklah di sini.”
“Tapi-“
“Tenanglah. Ini hanya sebentar..Simpan dulu kata-kata mu.”
Setelah itu Arnold sudah tenggelam dalam aktivitasnya di dapur. Mengambil ini, menarik itu..Mengaduk ini, dan menyalinnya. Caca terpaksa kembali ke duduknya, ia menghela napas dan menunduk. Apakah hidupnya akan berubah setelah orang-orang tahu bahwa kini ia adalah kekasih Arnold? Sejak awal Caca hanya ingin ia memiliki penghasilan sendiri, dan membuktikan pada teman-temannya bahwa ia mampu mendapatkan posisi tinggi. Kini tak hanya posisi yang didapatkannya, melainkan status lain.
“Semoga saja ini tidak akan membawa ku ke neraka.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top