Posesif
"Fiuh.."
Caca membungkukkan badannya di ruangan khusus yang telah disediakan untuknya. Seminggu
bekerja di Adijaya Group ternyata sangat melelahkan. Arnold tidak main-main denga ucapannya
tempo hari.
"Ambilkan dokumen untuk rapat!"
"Jemput pesanan ku ke bawah!"
"Cepat ke sini! Atur jadwal untuk besok!"
"Antarkan berkas itu ke kantor ku sekarang juga!"
Dan masih banyak perintah lain yang harus dilakukan Caca seminggu belakangan ini. Tapi untunglah Tuannya itu belum menyuruhnya bekerja hingga larut malam. Mungkin tidak untuk sekarang, pikirnya.
Seperti hari ini, Caca sudah empat kali keluar masuk lift hanya untuk mengantar barang-barang kecil untuk Sang Boss. Mulai dari pena yang katanya limited, kacamata, dan jam tangan yang disimpan di laci kerja Arnold.
"Apa gara-gara ini sekretaris sebelum ku keluar? Tuan Arnold sadis sekali. Dia begitu ceroboh."
Caca merenggangkan otot tangan dan kakinya dengan duduk lemas di sofa berbahan kulit asli. Selain nyaman, ruangan ini didesain mewah. Barang-barang yang terpasang memang didatangkan langsung dari prabik yang terpercaya.
Dering telepon di meja membuat gadis yang dibalut blezer itu menegakkan tubuhnya dan mengatur napas. Pasti Tuan Arnold.
"Caca, kamu ke bawah sekarang. Kita makan siang bersama klien."
"Baik, Tuan." Sambungan terputus dan Caca bergegas turun ke bawah. Tadi pria itu menyuruhnya istirahat sejenak sementara ia ada pertemuan khusus dengan kliennya. Itu pertemuan empat mata. Sehingga Caca yang notabenenya adalah sekretaris Arnold tetap tidak dibolehkan ikut.
Setelah sampai di lobi, netra Caca langsung dihadiahi tatapan tajam dari Arnold. Ia memerintahkan gadis itu agar langsung masuk ke mobil bersama mereka melalui gerakan mata. Caca mengangguk dan membuka pintu mobil. Ia duduk di bangku penumpang. Sedangkan Arnold dan kliennya duduk di kursi kemudi.
Hening selama perjalanan ke tempat makan. Sesekali bossnya membahas soal bisnis. Caca hanya diam karena ia tidak disuruh bicara. Mobil yang dikendarai Arnold akhirnya sampai di sebuah kafe klasik yang sepi pengunjung. Caca berjalan di belakang kedua pria itu. Ia ikut duduk dan melemparkan senyum ramah pada klien.
"Jadi ini sekretaris baru Arnold?" Ucap lelaki yang sampai detik ini belum diketahui namanya oleh Caca. Tapi kelihatannya mereka cukup dekat karena pria itu tidak seformal dugaannya. Mereka layaknya teman.
"Mau apa lo?" Caca melotot pada Arnold karena kaget mendengar bossnya berucap sefrontal itu.
"Ah, Caca, aku dan pria ini dulunya adalah teman masa kecil. Jadi kami memang biasa ngomong lo-gue kalau sedang di luar kantor." Arnold membetulkan jasnya ketika pelayan datang mengantar pesanan.
Pria di depannya mengulurkan tangan. "Nama saya Keanu. Kamu panggil nama saja kalau sedang santai begini. Saya tidak keberatan."
Caca tersenyum kikuk dan membalas jabatan tangan Keanu. "Caca." Balasnya singkat.
Diapit dua lelaki gagah sekaligus memang tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Sejak tadi Caca berusaha untuk tidak bertingkah memalukan di depan mereka. Tatapan Keanu yang berbeda mampu meronakan kedua pipi mulusnya. Keanu memasang smirknya. Baru saja ia akan buka suara, Arnold segera memberi perintah untuk makan. Akhirnya mereka makan dalam diam. Caca tidak tahu bahwa selama ia fokus pada makanannya, Arnold dan Keanu saling berkomunikasi lewat tatapan mata.
"Caca, setelah ini kamu ikut ke rumah. Kita mau bahas projek baru bersama Group LW."Caca berhenti menyedot minumannya demi mendengar perintah dari Arnold. Ke rumah pria itu?
Kenapa tidak di kantor saja?
"Kenapa tidak di kantor saja, Tuan?"
"Aku ingin sedikit santai. Kamu keberatan?"
"Tidak, Tuan." Tentu saja ia tidak keberatan. Demi mempertahankan posisinya, ia tidak apa-apa jika harus bekerja ke rumah pria itu.
Setelah menjawab perintah dari Arnold, Caca melirik Keanu yang sepertinya menahan tawa. "Ada apa ya, Pak?"
Keanu menggeleng. "Tidak ada apa-apa. Hanya saja, kalian lucu sekali. Pembicaraan kalian terdengar kaku."
"Kaku? Dimana letak kakunya?" Kali ini Caca mencoba sedikit santai berhadapan dengan Keanu.
"Ya, itu. Aku-kamu, saya-tuan."
"Jangan dengarkan dia! Keanu memang sedikit miring."
"Eh,eh. Apa lo bilang? Mau gue sebar aib lo di sini?"
"Siap-siap saja kerja sama kita batal."
"Damn!" Umpat Keanu tanpa melihat tempat.
Gadis itu terdiam melihat betapa akrabnya mereka berdua. Dan Keanu itu, dia sepertinya baik. "Em.. Tuan, saya permisi ke belakang dulu."
"Hmm."
Caca langsung bergegas ke toilet, meninggalkan dua lelaki yang masih bersiteru hanya karena
panggilan. Gadis itu mencuci tangannya sesudah keluar toilet dan mematut diri di depan cermin. Rambut ikalnya tergerai ke bawah. Wajahnya hanya dipoles bedak bayi dan sedikit lip cream. Tak lupa sapuan tipis eye shadow serta maskara transparan. Tubuhnya ramping dan cukup berisi. Sewaktu kuliah, Caca adalah gadis incaran kakak tingkatnya. Tetapi ia tidak menerima satupun dari mereka untuk menjadi kekasihnya. Caca masih setia melajang hingga kini. Setelah merasa penampilannya kembali rapi, ia melangkah dengan anggun ke luar. Jangan sampai Arnold bosan menunggunya.
"Astaga! Tuan Arnold, kenapa bisa di sini? Pak Keanu sudah pulang?" Tanya Caca ketika mendapati Arnold berdiri di sisi pintu keluar toilet wanita.
"Tuan, ini tempat khusus wanita. Kalau sampai ada petugas yang melihat-"
"Tidak ada. Tidak ada petugas di sini."
"Tuan ada perlu apa?"
"Jangan tatap Keanu seperti tadi lagi!"
"Mak-maksud Tuan Arnold apa ya?"Arnold menyeringai, dengan gerakan cepat ia mengurung Caca menggunakan kedua tangannya. Gadis itu kini bersandar ke dinding putih yang dingin dan menatap Arnold dengan was-was.
"Aku tidak suka. Kalau kamu berani melanggar, lihat saja akibatnya." Caca menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Arnold yang memandangnya dengan tajam. Ia
benar-benar tidak tahu dimana salahnya. Lalu Arnold sedikit maju dan berbisik di telinga Caca. "Mulai hari ini, kamu adalah kekasihku."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top