Kiss On The Night

"Mmhh lepaskan aku, Arnold. Ka-kamu brengsek."

Plak!Caca merasakan panas di pipinya saat tangan Arnold berhasil melayang dan menamparnya dengan keras. Caca yakin kini pipinya pasti meninggalkan bekas. Namun rasa sakitnya hanya bertahan sebentar, Caca sudah terlanjur kecewa dengan sikap Arnold yang sulit ditebak.

"Ini salah mu. Kalau kamu patuh, aku tidak akan menyakiti mu."

Caca tertawa, tawa yang sangat miris. Melihat itu Arnold mengangkat sebelah alisnya. Posisi
mereka belum berubah, Arnold masih mengukung Caca."Kamu sudah kalah, Tuan Arnold. Dari awal kamu sudah kalah." 

"Apa maksud mu?"

"Aku tidak pernah dan tidak akan pernah menjadi pacar mu. Aku tidak pernah
menyetujuinya. Kamu saja yang menganggap semuanya berjalan sesuai rencana mu.
Padahal di hati ku, kamu tidak ada. Haha..kamu sudah kalah. Sekarang lepaskan aku."

"Aku tidak peduli."Dan setelah mengucapkannya, Arnold langsung mencumbu Caca dengan ganas. Ia seperti kehausan, dan itu membuat Caca tersiksa. Bibirnya sudah bengkak karena dipaksa berciuman sejak tadi.Air matanya kembali turun dengan deras. Tangannya memukul-mukul dada Arnold, sesekali memohon agar pria itu melepasnya.

Arnold tidak mendengarkan ucapan Caca. Awalnya Caca mengira Arnold sudah selesai
dengan aksinya ketika bibir mereka terlepas. Namun ia keliru, Arnold mengganti objeknya
dan mencium leher Caca. Sesekali menggigitnya.

"Ahh.. Sa-khit. Sudah, Arnold. Kamu keterlaluan. Hiks.."

"Kamu milikku Caca, milikku. Dan aku bebas atas hak ku pada mu."

Apa Arnold sudah gila? Hak apa yang ia maksud. Caca sudah mengerahkan seluruh  tenaganya untuk mengusir Arnold dari tubuhnya. Tetapi jangankan terdorong, bergeser  sedikit saja tidak. Sepertinya Arnold benar-benar marah.Tubuhnya menggeliat tak nyaman ketika salah satu tangan Arnold merobek pakaiannya. 

"APA YANG KAMU LAKUKAN?!" teriak Caca sambil melotot pada Arnold. Namun Arnold
hanya diam, ia memaksa Caca agar bisa membuka baju gadis itu.

"PRIA BRENGSEK! Aku akan melaporkan mu nanti."

"Sebelum kamu melapor, aku akan menikahi mu. Dengan begitu aku bisa memberi alasan
kalau kamu adalah istri ku."

"KAMU MELECEHKAN KU!"

"Aku hanya menghukum mu, gadis kecil."Senyum nakal Arnold berhasil membuat bulu kuduk Caca berdiri. Ia melawan, memukul dada Arnold, bahkan menendang perut pria itu. Tetapi Caca malah semakin tersiksa, Arnold membalasnya dengan tamparan keras dan memaki gadis itu.

Plak!

"Diam atau kamu akan lebih tersiksa lagi." Akhirnya Caca hanya pasrah di bawah kuasa Arnold. Ia menangis sekuat mungkin dan  membiarkan dirinya dijamah oleh tangan kotor Arnold.
Saat Arnold mulai menyentuh area sensitifnya, Caca berang. Ia berteriak meminta tolong,
berharap ada orang yang akan membantunya keluar dari tempat menjijikkan ini.

Plak!

"Diam! Jangan sampai pisau di dapur ku melayang di wajah mu." Nyali Caca menciut mendengar ancaman mematikan dari pria yang kini tengah menggigit  telinganya dengan gemas. 

Sepanjang malam itu Caca hanya menangis di bawah kurungan Arnold. Ia tidak dapatberbuat apapun untuk menolong dirinya. Malam itu juga, kemarahan Arnold membutakan otaknya. Ia merenggut harta paling berharga milik Caca di tengah ketidakberdayaan gadis itu.

Caca semakin jijik dengan segala hal yang menyangkut tentang Arnold. Seharusnya ia tidak
melamar kerja di tempat pria itu, seharusnya Caca tidak menuruti perintahnya, dan
seharusnya Caca..Gadis itu menggeleng, tidak ada gunanya menyesali apa yang sudah terjadi. Kini tidak hanya  dirinya yang sakit, tetapi jiwanya juga hancur. Masa depannya suram, Arnold berhasil mengambil mahkota yang ia jaga sejak kecil.

Lihatlah dirinya kini, untuk lepas saja tidak mampu. Ia begitu lemah setiap berada di dekat
Arnold.  Ia miris melihat nasib hidupnya yang begitu kejam. Takdir seolah membawa Caca pada
neraka paling panas. Semesta seakan berteriak girang ketika dirinya tak kuasa melawan
Arnold.

Caca lelah, Arnold memaksanya untuk mengikuti permainan dari cowok itu. Malam semakin
larut, Caca tidak tahu apakah besok ia masih hidup. Ia tidak berani menjamin dirinya bahwa
besok ia bisa menghirup udara segar.

Matanya berat, tubuhnya terlalu letih melayani nafsu Arnold yang begitu besar. Akhirnya ia
terkulai dan tertidur. Kegelapan begitu cepat merenggut kesadarannya.
Melihat Caca yang tidak bergerak lagi dengan mata terpejam, Arnold pun menghentikan
aksinya. Ia menghela napas pendek.

Cup

Dikecupnya kening Caca dengan lembut lalu ikut berbaring di samping Caca. Tangan
besarnya memeluk pinggang gadisnya dengan posesif.

"Maafkan aku."Arnold juga lelah, ia pun ikut memejamkan mata dan tidur bersama Caca. Besok, hari yang tak terduga akan menyambut mereka. Sekarang, biarkan Arnold untuk mendekap Caca dulu. Ia tidak peduli Caca akan membencinya, karena kemana pun gadis itu lari, Arnold akan mengejarnya.

***

Caca bergerak tak nyaman ketika ia merasa ada tangan yang menghalangi gerakannya.
Matanya perlahan terbuka, berusaha menyesuaikan dengan cahaya matahari yang
menyelinap masuk dari celah-celah tirai.

Caca membalikkan tubuhnya, saat itu lah ia sadar dimana dirinya berada. Ingatannya jatuh
pada insiden semalam,saat Arnold dikuasai amarah dan merebut mahkota kesuciannya.
Pria itu masih larut dalam tidurnya. Kalau dilihat seperti ini, Caca tidak menyangka bahwa
Arnold adalah pria paling bejad yang pernah ia temui. Wajahnya saat tidur begitu polos dan
tenang, seakan tidak ada kejahatan di sana. Padahal aslinya Arnold adalah pria liar dan
emosional.

Caca menggeleng, ia tidak akan jatuh untuk kedua kalinya. Dengan gerakan pelan Caca
bangun. Ia berusaha tidak menimbulkan bunyi apa pun agar tidak muncul kecurigaan yang
membuat Arnold terbangun. Tangannya berusaha manjauhkan tangan Arnold.
Setelah berhasil berdiri, Caca meringis memegang area sensitifnya. Sakit itu masih terasa
hingga kini, bahkan sangat perih. Mungkin karena insiden tadi malam adalah yang pertama
baginya, jadi Caca tidak terbiasa dengan rasa aneh ini. Untuk beberapa menit Caca hanya
diam di tempatnya. Tubuhnya polos tanpa benang sehelai pun yang menutupinya.

Caca semakin sedih ketika mengetahui bahwa dirinya sudah tidak perawan lagi. Dengan
perlahan Caca merebut pakaiannya dan memakainya. Lalu meraih tas dan hp. Ia akan pulang
pagi ini juga, besok ia akan mengirim surat pengunduran diri.

Klik

Kepalanya menoleh ke belakang, memastikan Arnold masih tidur. Setelah itu ia keluar dan
menutup pintu dengan pelan. Sebuah taksi berhenti dan Caca masuk.

"Ke Jalan Pemuda II ya Pak."

Ada kelegaan di hatinya ketika Caca berhasil kabur. Matanya yang sembab sudah tidak
meneteskan air mata lagi. Ia menangis dari dalam, dan itu lebih menyakitkan. Sekarang ia
harus menenangkan dirinya. Caca harus kuat di tengah kekecewaannya. Nanti ia akan
memikirkan cara agar benar-benar lepas dari Arnold. Kalau perlu, ia akan pindah ke luar
kota, ke tempat saudara ibunya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top