Kiss

Arnold itu seperti medan magnet, dan Caca objeknya. Setiap kali Arnold mendekat, maka tak ada jalan baginya untuk menjauh. Karena tarikan Arnold begitu kuat, tak mampu ia lawan, sekalipun dengan seluruh kekuatannya. Arnold itu bagaikan pisau bermata tajam,
mampu menembus ulu hatinya setiap kali pria itu memerintahnya. Seakan belum cukup dengan itu semua, sikap Arnold yang sering berubah membuat Caca bingung menentukan langkahnya. Kadang bosnya itu sangat baik, hingga Caca hampir lupa diri dibuatnya. Dan suatu waktu pria itu juga seolah menganggap Caca hanya tempatnya singgah, jika ada
dermaga baru, maka Arnold akan pindah ke sana. Seperti kejadian tadi siang, saat wanita asing yang bermesraan dengannya. Di satu sisi Caca senang, karena itu bisa menjadi
alasannya untuk pergi dari kurungan Arnold. Tetapi tanpa ia sadari, ada bagian dari dirinya yang berteriak bahwa apa yang Arnold lakukan adalah salah, Caca kekasihnya, dan Arnold terang-terangan mendekati wanita lain di depan matanya.

Caca menarik napas perlahan, lalu menghembuskannya dengan pelan. Ia mencoba memberi benteng pada hatinya agar Arnold tidak leluasa berkeliaran dalam dunianya. Caca tidak ingin hidup tenangnya akan terganggu dengan kedatangan pria paling berpengaruh di dunia bisnis
itu. Dari awal yang Caca inginkan hanya posisi dan gaji, tidak ada yang lebih dari itu.

“Kamu memikirkan siapa?”

Dan orang itu kini sudah duduk di sampingnya, menatap Caca dengan pandangan bertanya, jangan lupakan mata tajamnya.

“Bukan urusanmu,” jawab Caca ketus tanpa menatap lawan bicara.

“Keanu?”

“Sudah kubilang itu bukan urusan mu.” Kali ini Caca membalas tatapan tajam Arnold, ia memasang muka jutek dan tidak senang.

Saat ini ia kembali ke apartemen pria itu, sesuai instruksi sang bos siang tadi. Dan besok Caca akan super sibuk, mengingat ia akan pindah juga ke lokasi yang sama dengan Arnold. Ia akan memikirkan bagaimana caranya mendapatkan orang yang mau mengontrak rumah lamanya. Dengan begitu Caca tidak akan merasa rugi telah mengikuti keinginan Arnold untuk pindah ke apartemen.

“Baiklah, kita pindah topik. Ada yang ingin kamu tanyakan?”

Caca berpikir sesuatu, seharusnya ada yang akan ia tanyakan, tetapi ia lupa.

“Tidak ada.”

“Kamu yakin? Kamu tidak penasaran dengan wanita yang ke kantor ku tadi?”

Ah iya, itu, wanita itu yang ingin ditanyakannya pada Arnold.

“Memangnya dia siapa?”

Arnold berdiri dari duduknya. “Ikut dengan ku ke balkon.”

Caca mengangguk, ia mengikuti langkah Arnold ke balkon. Angin malam langsung menyambut kulitnya yang tidak tertutupi kain, karena saat ini Caca sedang mengenakan
baju tidur berlengan pendek milik pria itu. Caca menggosokkan kedua telapak tangannya. Lalu mengambil tempat di samping Arnold yang tidak terlihat dingin sediktipun, mungkin
sudah biasa, pikir Caca.

“Namanya Emily, dulu kita adalah teman kecil bersama Keanu. Kami bertiga sempat tinggal di London, dan kita bertetangga.”

“Langsung saja, dia siapa mu?”

Arnold terkekeh pelan, ia mengusap puncak kepala Caca dengan gerakan perlahan. “Kamu tidak sabaran.”

“Hmm,” balas Caca singkat tanpa menghindar dari usapan lembut Arnold.

“Emily adalah tunangan ku.”

Bagai petir di siang bolong, meski sekarang malam, Caca terkejut mendengar jawaban Arnold.

“Kamu bercanda?”

“Apa wajah ku terlihat seperti itu?”

Caca ingin menyangkalnya, tetapi ekspresi pria itu telah menjawab semuanya. Emily memang tunangan Arnold, tidak ada kebohongan di sana—di wajahnya.

“Lalu kenapa kamu tidak memutuskan ku?” Caca bingung dengan sikap Arnold. Sebenarnya
Arnold ini pria seperti apa, sudah jelas ia memiliki tunangan, tetapi masih mengklaim Caca sebagai kekasihnya.

“Karna kamu kekasih ku.”

“Kamu gila?! Kamu sudah punya tunangan, itu artinya sebentar lagi kalian akan menikah. Ya sudah kalau kamu tidak mau, biar aku saja yang memutuskan hubungan ini.”

Arnold menoleh cepat dan menatap Caca dengan tidak suka, kemarahan Arnold begitu kentara. “Kamu berani?”

“Untuk hal ini aku berani. Aku tidak ingin dan tidak mungkin menjadi perusak hubungan mu dengan Emily. Bagaimana pun sebelum ia mengetahui hubungan kita, aku harus mundur.”

Namun sedetik kemudian Caca tersadar, mundur? Memangnya sejak kapan ia maju. Di sini Caca hanya korban keegoisan Arnold yang menjadikannya kekasih. Pria itu tidak memikirkan bagaimana perasaan Emily ketika tahu Arnold bermain di belakangnya.

“Mak-maksud ku aku tidak ingin dipanggil pelakor.” Akhirnya Caca memberikan alasan lain.

“Jadi?”

“Ya kita putus.”

“Tidak.”

“Kenapa tidak? Kamu jelas-jelas sudah punya tunangan. Apa kamu tidak mengerti?”

“Dia hanya tunangan, dan kamu kekasih ku.”

Aarghh..

Caca gemas dengan tingkah Arnold yang selalu menganggap apa-apa itu sepele. Rasanya Caca ingin mencakar wajah sok polosnya itu, sayangnya kuku Caca tidak panjang. “Kita putus, Arnold. Kembali lah pada tunangan mu, aku tidak jadi pindah. Rumah ku masih yang lama.”

Caca berdiri dan masuk ke dalam, ia mengambil baju dan bersiap menukarnya. Jam segini
taksi pasti masih ada, ia belum terlambat untuk menjauh dari Arnold.

“Caca. Kamu berani melawan ku?” Arnold mencekal pergelangan tangannya, sangat kuat hingga Caca khawatir akan muncul bekas kemerahan di sana.

“S-sakit, Arnold. Lepaskan.”

“Katakan pada ku kalau ucapan mu tadi hanya lelucon.”

Caca menggeleng. Matanya sudah berkabut, ada air menghalangi penglihatannya. “Tidak. Aku serius, kita putus.”

Arnold bertambah geram, ia beralih mencengram kedua bahu Caca, matanya melotot marah. Urat lehernya sampai menonjol saking geramnya. “Kamu masih tidak mengerti rupanya. Sudah kubilang, kamu kekasih ku. MILIK KU! Dan tidak semudah itu untuk lepas
dari ku. Kamu paham?!”

Cairan di matanya kini mulai menetes, menimbulkan bunyi tik yang samar. “Kamu gila. Kamu
jahat. Aku tidak akan merebut tunangan orang, Arnold. Lepaskan aku! Kalau kamu mau memecat ku, silakan saja. Asal kamu membiarkan ku pergi.”

Kalimat permohonan dari Caca bagai angin lalu saja olehnya. Arnold menarik tubuh Caca dan menyentakkannya ke ranjang. Ia mengurung pergerakan gadis itu. Kini posisi Caca berada di bawah kuasa Arnold.  “Jangan harap. Aku bisa saja menghancurkan hidup mu dalam sekejap, tapi aku tidak ingin. Karna kamu adalah gadis ku.”

“Tidak! AKU BUKAN LAGI KEKASIH MU. SEJAK AKU TAHU KAMU SUDAH BERTUNANGAN, AKU BUKAN LAGI MILIKMU.” Caca berteriak tepat di depan Arnold.

Wajah pria itu mengeras, ia paling benci ada perempuan yang melawannya. Karena Arnold
tidak suka dibantah, sekalipun oleh keluarganya.

“Kamu benar-benar membuatku marah, Caca. Jangan salahkan aku bila malam ini kamu akan merasakan sesal paling besar dalam hidupmu.”

Air matanya berhenti, Caca sesegukan. “Maksud mu?”

Arnold tidak menjawab kebingungan Caca. Ia justeru mengambil kesempatan itu untuk maju
dan menyerbu bibir basah Caca dengan bibirnya. Ia mencium Caca, memaksa gadis itu untuk membuka mulutnya.

Caca terkejut ketika ia merasakan hangat bibir Arnold menyatu dengan bibirnya. Ia berusaha memberontak namun ia tak berdaya. Arnold mendominasi keadaan malam itu.

Di tengah ciumannya, Arnold menyeringai. “Kamu akan menyesal, gadis kecil.”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top