Kilas Balik

Story By: Tryhelza

Hak sepatunya menimbulkan bunyi tak tak di lantai keramik sebuah gedung pencakar langit di ibukota. Ia terburu-buru. Hari ini adalah hari kesekiannya melakukan wawancara kerja. Ia berdoa dalam hati semoga ini adalah wawancara terakhir yang akan membawanya ke impiannya. Yaitu menjadi seorang sekretaris presdir. Kaki jenjangnya mengikuti langkah seorang wanita cantik yang akan membawanya ke ruangan wawancara.

"Mbak, biasanya yang diterima jadi sekretaris presdir yang kaya gimana ya mbak?"

"Yang seksi dan cantik." Cukup dua kriteria itu saja sudah membuat rasa percaya diri Caca Margaretha menurun.

Untuk paras, ia tidak perlu takut. Tapi seksi? Oh Tuhan, jangan bilang kali ini ia akan gagal  lagi. Mereka masuk lift menuju lantai 7. Pintu lift berdenting kecil. Mereka berbelok ke kanan dan sampai lah di pintu bercat silver.

"Nah mbak Caca, kamu sudah bisa masuk. Karena memang hanya kamu yang ikut wawancara hari ini." Wanita yang tadi membawa Caca ke sana tersenyum hangat.

Caca sedikit iri karena kecantikannya. Menurut Caca, Mbak Irene ini cocok menjadi sekretaris.  Tidak perlu merekrut orang lain lagi. Tapi mau bagaimana pun, Caca berusaha tak peduli. Ia lebih butuh pekerjaan.

"Baik, Mbak. Terimakasih sudah mengantar saya."

Irene mengangguk dan mengetok pintu. Lalu memberi isyarat bahwa seseorang siap  diwawancarai Caca menguatkan dirinya bahwa kali ini ia harus berhasil. Ia akan membuktikan pada teman- temannya bahwa Caca Margaretha bisa mendapat posisi sekretaris presdir di perusahaan nomor 1 di Indonesia.

Gak sepatu itu kembali berbunyi berirama seiring dengan langkah pasti Caca memasuki  ruangan besar dan sejuk itu. Di depannya sudah duduk seorang pria yang Caca tidak tah bagaimana rupanya. Karena ia membelakanginya gadis berpakaian formal itu.

"Permisi, Tuan. Saya-" Ucapan Caca terhenti di udara ketika tangan pria itu teracung menyuruhnya diam. Rasa pede yang tadi sudah tumbuh kini berangsur layu kembali.

Apakah dia akan diusir? Apakah Caca akan dipermalukan? Apakah.. Kursi itu berputar 180 derajat menghadap ke arah gadis itu. Caca menahan napas. Kenapa suhu di ruangan ini mendadak panas?

"Caca Margaretha. Umur 25 tahun. Masih single dan tidak punya pengalaman kerja."

Caca menggigit bibirnya, berusaha menahan rasa bergejolak dari dalam dirinya. Dari  puluhan kali ia diwawancarai, baru kali ini seseorang membacakan riwayat hidupnya sambil memandang datar. Pria itu beralis tajam dan berbibir merah berisi. Ia tampak sangat berkarisma dan dingin.

"Kamu ingin menjadi sekretaris ku?"

Sontak Caca melebarkan matanya. Ia tidak salah dengarkan? Caca mencerna lagi kalimat  yang terlontar dari mulut pria itu dalam pikirannya. Tidak salah lagi, pria itu adalah Adijaya Arnold Jou, pemilik perusahaan sekaligus pria yang akan menjadi calon bos Caca.

Caca menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Iya, Tuan Arnold. Saya ingin menjadi sekretaris Anda."

"Duduklah!"

Dengan sedikit perasaan gugup, Caca mendudukkan bokongnya di kursi hitam nan nyaman.

"Apa kamu sudah tahu syarat menjadi sekretaris ku?"

Ingatan Caca langsung jatuh pada percakapan singkatnya dengan Irene beberapa menit  yang lalu. "Harus seksi dan cantik. Bukan begitu, Tuan?"

Mata hitam itu menatap tajam gadis di depannya. Alisnya menukik tajam. Berani sekali  wanita itu mengatakannya dengan lancar tanpa beban. Caca yang dipandang seperti itu mendadak hilang akal. Pipinya memanas dan matanya bergerak ke sana kemari. Tuhan, tolong aku!

"Bukan itu saja. Seseorang yang menjadi sekretaris ku harus siap 24 jam. Kapanpun ku panggil harus datang. Mau malam, siang, atau subuh, aku tidak peduli. Dia harus selalu siap. Apa kau sanggup seperti itu?"

Suaranya memanglah berat dan tegas, tetapi Arnold tidak sedingin yang Caca kira. Pria itu  juga bisa banyak bicara. Syukurlah, setidaknya ia tidak akan mati gaya karena pria dingin dan jutek. Tetapi persyaratan itu terasa terlalu berat. 24 jam, Caca harus siap kapanpun pria itu memanggilnya. Banyak hal yang harus dipertimbangkannya untuk mendapatkan posisi ini.  Waktu, tenaga, dan bisa saja hubungannya dengan teman-temannya akan tenggang jika ia harus aktif 24 jam penuh.

"Kalau tidak bisa, kamu bisa pergi dari sini. Aku tidak butuh sekretaris yang lamban."

Kata itu begitu menusuk tepat ke hati Caca. Ia merasa diragukan oleh bos nomor 1 di  Indonesia itu Heh! Aku ini Caca Margaretha. Gadis tangguh yang akan melawan badai apa saja.

"Saya sanggup, Tuan." Jawab Caca mantap meski ada keraguan terselip di hatinya. Ia takut ucapannya tidak bisa dipegang.

"Bagus. Memang itu yang kubutuhkan." Arnold menyunggingkan senyum miringnya. Ia senang ada orang yang menyanggupi persyaratannya. Selama ini tidak ada yang berani  bekerja 24 jam untuknya.

"Besok kamu sudah mulai bekerja. Ingat, kapanpun aku butuh kamu, jangan sampai tidak datang."

"Baik, Tuan."

Gadis itu masih setia duduk menghadap Arnold. Hingga pria itu berdiri dari posisinya dan berjalan ke arah Caca.

"Berpakaian lah yang bagus. Atau kamu ingin aku membelikanmu baju?" Arnold bersedekap dengan senyum kecil tersungging di bibir merah tanpa lipstiknya.

"Tidak Tuan, mak-maksud ku terimakasih. Tapi saya sudah punya banyak baju."

Arnold hanya mengedikkan bahunya dan kembali berjalan ke depan. Ia berdiri membelakangi Caca, melihat pemandangan kota yang terhampar.

"Selera fashion ku tinggi. Kalau kamu tidak punya baju yang memadai, kamu bisa minta padaku. Karena memang begitu seorang sekretaris Arnold diperlakukan."

Caca tak mampu menjawab apa-apa lagi selain ucapan terimakasih. "Apa masih ada yang harus dibicarakan, Tuan?" Caca merasa ia harus pulang untuk mempersiapkan diri menghadapi hari esok. Lagi pula, Arnold menyuruhnya mulai bekerja  besok. Tidak ada gunanya menghabiskan waktu berjam-jam bersama pria itu.

"Tidak. Kamu sudah boleh pulang. Jangan lupa untuk meminta kontak ku pada Irene."

"Baik. Saya pamit, Tuan Arnold."

Kalimat Caca hanya dibalas deheman rendah oleh lawan Arnold yang kini sudah resmi menjadi atasannya. Tak lupa Caca mencatat di buku kecilnya tentang hari itu.

15 Juni, Diterima menjadi sekretaris presdir Arnold Jou. Semoga pekerjaan ini tidak akan berhenti  di tengah jalan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top