Daring

            Aluna hanya bisa duduk diam di depan meja belajarnya. Apa yang baru saja ia tonton di televisi sama sekali tidak mampu membuatnya berkata-kata. Mata Aluna sudah berkaca-kaca saat memandangi kalender digital di atas meja belajar. Dada Aluna saat ini benar-benar terasa begitu sesak. Namun Aluna tahu, tidak ada yang bisa gadis itu lakukan saat ini, kecuali menuruti arahan pemerintah yang baru saja ia dengar dari program berita di salah satu stasiun televisi.

"Angka penyebaran virus Covid-19 di Indonesia semakin meningkat. Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menekan angka penyebaran virus Covid-19."

Entah kenapa setelah mendengar hal tersebut, Aluna yang hendak mengambil minum di dapur, langsung memutuskan kembali ke kamarnya. Melupakan niat awalnya yang ingin membasahi tenggorokannya yang sedikit kering.

Aluna tidak tahu siapa yang harus ia salahkan saat ini. Namun menghentikan kegiatan belajar mengajar di sekolah yang baru berjalan beberapa minggu itu, Aluna rasa sangat tidak adil. Karena penyebaran virus pandemi yang melanda seluruh dunia itu, Aluna harus menahan diri untuk tidak bertemu dengan teman-temannya dalam waktu yang sudah ditentukan.

Aluna menghela napas panjang sebelum menundukkan kepalanya. Berusaha menetralkan degupan jantungnya dengan berpikiran jernih bahwa keputusan yang pemerintah ambil saat ini adalah demi kebaikan semua orang. Namun tetap saja, sekeras apa pun Aluna berusaha berpikiran positif, gadis itu masih belum rela berada di rumah tanpa bertemu dengan teman-temannya di sekolah.

Padahal Aluna sudah memiliki rencana dengan teman-temannya untuk mencari buku bekas untuk dijadikan tugas kelompok Bahasa Indonesia. Kalau sudah begini keadaannya, apa yang harus Aluna dan teman-temannya perbuat?

Sebenarnya, Aluna tidak masalah jika harus belajar di rumah, seperti yang diharapkan oleh pemerintah. Namun yang membuat Aluna semakin sesak dan dongkol adalah, pemerintah juga memperlakukan lockdown di beberapa daerah di Indonesia dan melarang warganya untuk keluar dari rumah, barang seinci pun.

Aluna sebenarnya bisa bertahan dengan belajar di rumah tanpa harus melakukan tatap muka di sekolah. Namun memikirkan bahwa ia sama sekali tidak bisa bertemu teman-temannya di luar sekolah ataupun mencoba menyegarkan pikiran dengan berjalan-jalan di luar sana, membuat Aluna merasa dunianya benar-benar berhenti berputar.

Bagaimana bisa seseorang hanya berdiam diri di dalam rumah tanpa melakukan kegiatan sosial dengan masyarakat? Meski memang kegiatan belajar mengajar akan dialihkan secara daring, tetap saja, Aluna merasa hal tersebut akan menjadi sebuah tekanan. Entah itu bagi para siswa, ataupun bagi para pengajar yang harus melek dengan teknologi yang ada.

Omong-omong, Aluna jadi teringat dengan beberapa guru yang cukup berumur di sekolahnya. Kalau kegiatan belajar mengajar yang biasanya dilakukan secara tatap muka, kini dialihkan ke dalam bentuk daring yang membutuhkan kecakapan dalam teknologi, apa para guru yang berumur itu akan bisa menyesuaikan diri? Mereka memang para pengajar, tetapi Aluna juga tahu, tidak semua pengajar itu melek akan teknologi.

Memikirkan hal tersebut saja sudah membuat Aluna bergidik sendiri. Tanpa sadar Aluna mengangkat kepala dan menghapus kedua sudut matanya yang sudah berair. Aluna tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Bahkan keberadaan virus pandemi Covid-19 yang melanda di seluruh dunia pun, sama sekali tidak ada yang bisa memprediksinya.

Lalu sekarang, Aluna tidak bisa menerka-nerka apa yang akan terjadi dengan pendidikannya jika semua akan dilakukan secara daring. Belajar tatap muka saja rasanya sudah begitu sulit, apalagi jika dilakukan secara daring atau jarak jauh seperti yang akan Aluna lalui mulai sekarang.

Namun jika ingin tetap mendapatkan ilmu pengetahuan, mau tidak mau Aluna harus menuruti apa yang sudah pemerintah tetapkan. Termasuk harus berdiam diri di rumah dengan waktu minimal empat belas hari.

Aluna menegakkan punggungnya, mencoba tersenyum guna menyemangati diri sendiri. Tidak apa-apa jika harus belajar secara daring. Tidak mengapa pula jika Aluna tidak bisa bertemu atau berkumpul dengan teman-temannya. Aluna bisa menganggap jika saat ini dirinya tengah libur sekolah seperti biasa.

Bukankah libur sekolah juga memakan waktu selama empat belas hari? Menambah waktu libur tentu tidak akan memiliki dampak yang berbeda, 'kan? Ya, tidak aka nada yang berbeda. Toh, setelah empat belas hari, Aluna dapat bisa kembali bersekolah seperti biasa dan bertemu langsung dengan teman-temannya.

Aluna hanya harus bisa menahan diri selama empat belas hari. Lagipula, empat belas hari tidak akan lama jika sudah dijalani. Anggap saja empat belas hari yang akan Aluna jalani sebagai empat belas jam yang begitu singkat di dalam hidupnya.

***

Aluna menahan kantuk sambil menatap layar laptop. Meski saat ini dia tengah mematikan kamera, tetapi tetap saja Aluna tidak boleh mengabaikan pengarahan gurunya. Meski tidak sedang belajar tatap muka dengan sang guru, tetap saja Aluna tidak boleh melewatkan pelajaran yang begitu penting ini.

Terhitung, sudah memasuki minggu kedua Aluna melakukan aktivitas belajar mengajar secara daring. Meski dilakukan secara daring, tetap saja Aluna merasa seperti pergi ke sekolah layaknya hari-hari biasa. Aluna harus masuk ke aplikasi yang mengharuskan mereka belajar secara daring. Menyahut saat gurunya menyebut nama Aluna untuk mengisi daftar hadir. Juga harus tetap siaga kalau-kalau gurunya meminta Aluna menjawab soal yang diajukan mengenai mata pelajaran hari itu. Tentu saja Aluna harus menghidupkan kamera apabila sang guru melemparkan pertanyaan itu padanya.

Aluna kira menjalani sekolah secara daring tidak akan melelahkan. Namun ternyata semua dugaan Aluna salah. Harus berhadapan dengan layar laptop membuat mata Aluna mudah Lelah. Untungnya Aluna sering mematikan kamera, jadi setiap kali dia menguap karena kantuk, sang guru tidak akan memergokinya lalu memarahi gadis itu.

Tidak bisa Aluna bayangkan jika hal tersebut ia lakukan saat berada di sekolah. Tentu Aluna akan menerima hukuman karena kedapatan tidak konsentrasi dalam menyimak pelajaran. Berjemur di bawah terik matahari sambil hormat kepada sang saka Merah Putih, tentu akan menjadi hukuman yang pantas bagi setiap murid yang tidak fokus dalam melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar di sekolah.

Aluna meregangkan tubuhnya yang terasa begitu kaku. Akhirnya satu hari telah berhasil gadis itu lalui lagi. Sederet tugas sekolah sudah menanti Aluna untuk dikerjakan. Salah satu alasan lain Aluna tidak menyukai pembelajaran secara daring adalah tuga sekolah yang berkali-kali lipat ia terima ketimbang saat bersekolah secara tatap muka.

Aluna harus berusaha lebih keras meski tidak berada di gedung sekolah untuk menerima pembelajaran dari para pengajar. Belum lagi tenggat waktu tugas yang diberikan beberapa hari ini membuat kepala Aluna serasa mau pecah. Maka tidak jarang Aluna merasa emosinya terombang-ambing yang mengakibatkan gadis itu menjadi lebih sensitif ketimbang hari-hari biasanya.

Padahal sekarang belum jadwalnya Aluna datang bulan. Jadi alasan di balik emosinya yang naik-turun itu tentu bukan karena hormon. Gadis yang baru saja duduk di kelas sebelas itu sangat yakin jika sistem belajar daring dan tidak diperbolehkannya ia keluar tanpa ada kepentingan itulah yang membuat emosinya tidak menentu.

Setelah mematikan laptopnya, Aluna merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Setengah membanting tubuh lelahnya, Aluna merasa benar-benar remuk. Empuknya kasur yang menjadi tempat tubuhnya rebah itu pun tidak bisa mengusir letih yang ia rasakan. Aluna perlahan memejamkan mata. Memilih untuk beristirahat sebelum mulai mengerjakan tugas sekolah yang baru saja gurunya berikan.

***

Gelas di genggaman Aluna hampir tergelincir saat suara penyiar di televisi mampir di telinga gadis itu. Setelah tadi menyelesaikan sekolah daringnya, Aluna langsung tersenyum lebar karena sudah membayangkan akan segera bertemu dengan teman-temannya di sekolah.

Namun angan-angan itu langsung kandas setelah pemberitahuan bahwa kegiatan belajar mengajar secara daring akan diperpanjang akibat angka penyebaran Covid-19 yang semakin meningkat. Bahkan saat ini Aluna tinggal di zona merah yang menandakan bahwa keluar rumah adalah hal yang sangat dilarang.

Kepala Aluna mendadak terasa berat. Entah saat ini Aluna masih berada di bumi atau tidak. Aluna tidak bisa lagi berpikir jernih. Entah kapan pandemi ini akan segera berakhir, Aluna sudah benar-benar lelah harus belajar dengan menatap layar laptop hampir seharian ini.

Dengan langkah gontai Aluna kembali ke kamar. Gadis itu harus kembali melanjutkan tugas sekolah yang saat ini tengah ia kerjakan. Namun sekembalinya Aluna dari dapur, pikiran gadis itu benar-benar kosong. Hati Aluna entah kenapa begitu terluka setelah mendengar tayangan berita tadi. Aluna merasa seperti seseorang yang telah dibohongi oleh kekasihnya.

Aluna kira setelah empat belas hari ia lalui dengan di rumah saja tanpa menginjakkan kakinya keluar, maka gadis itu akan bisa menghirup udara bebas seperti sebelumnya. Namun ternyata, Aluna harus menambah masa hukumannya lagi akibat penyebaran virus Covid-19 yang semakin menjadi.

Siapa yang menyangka jika di tahun 2020 ini seluruh dunia akan mengalami wabah pandemi yang begitu mematikan? Siapa juga yang akan mengira jika bersentuhan tangan saja bisa menularkan virus yang tidak kasat mata itu. Bahkan dengan anggota keluarganya sendiri pun, Aluna harus menjaga jarak dan mengurangi kontak fisik. Baik yang disengaja ataupun tidak.

Pernah suatu waktu, Aluna yang setengah tidur setelah begadang mengerjakan tugas sekolahnya, berjalan menuju dapur. Saat ia tengah meletakkan gelas isinya baru setengah ia minum, Aluna sangat terkejut dengan kedatangan Ganda, kakaknya. Sontak saja Aluna melompat ke belakang dan memukul Ganda secara membabi buta saat lelaki itu menghabiskan sisa minuman Aluna.

"Minuman gue! Ambil sendiri aja kenapa, sih? Kayak males banget gerak ambil gelas," cerocos Aluna yang tidak terima Ganda mengosongkan gelas miliknya.

"Tuh, udah tahu jawabannya. Ambil lagi aja kenapa, sih? Gitu aja sewot bener," balas Ganda tak acuh.

Aluna memberengut kesal dan beringsut mengambil gelas lain lalu mengisinya dengan air mineral dari dalam kulkas. Ganda yang melihat tindakan Aluna tersebut tidak bisa menyembunyikan kerutan di dahinya. Menyadari tatapan Ganda yang tertuju padanya, Aluna pun menggerakkan mulutnya membentuk kalimat "Apa?" tanpa suara.

"Kenapa ambil gelas baru? Tuh gelas juga cuma bekas gue sama elo doang."

"Lo bisa nularin virus ke gue. Lo kan masih kerja, sedangkan gue di rumah aja. Gue nggak mau, ya, gara-gara lo gue mesti isolasi mandiri."

Benar juga, Ganda terkekeh sendiri.

"Gue bersih, ya. Enak aja nularin virus," sanggah Ganda.

"Yee ... nggak ada yang bisa buktiin serratus persen kalau lo nggak bawa virus ke rumah."

"Kalau gue bawa virus, lo orang pertama yang gue tularin," goda Ganda yang membuat Aluna mendelik sebal padanya.

"Dasar kakak gila! Seneng banget adiknya menderita!"

Ganda tertawa sambil berusaha mengacak puncak kepala Aluna. Namun Aluna yang sudah lebih dulu menangkap pergerakan tangan Ganda dengan lihainya menghindar sebelum tangan lelaki itu mendarat di puncak kepalanya.

"Makin emosi gue ngomong sama lo, Kak. Udah ah, gue mau balik ngerjain tugas."

"Nggak usah begadang. Lo makin emosian akhir-akhir ini," ucap Ganda saat Aluna berlalu dari hadapannya.

Aluna mengangguk singkat tanpa menoleh. Meski Ganda menyuruhnya agar tidak begadang, Aluna tidak bisa menuruti sang kakak. Pasalnya, tugas sekolah Aluna benar-benar tidak mempunyai kelonggaran. Aluna yang sangat ingin masuk ke universitas favoritnya melalui jalur SNMPTN tentu tidak ingin nilainya menjadi turun gara-gara kurang fokus dan paham karena harus bersekolah secara daring.

Satu hal lagi yang Aluna sesalkan setelah melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring, Aluna tidak bisa secara bebas bertanya pada gurunya jika ada materi yang tidak ia pahami. Aluna bisa saja bertanya saat pelajaran daring tengah berlangsung, tetapi rasanya sangat berbeda jauh dengan saat ia bertanya secara langsung dengan gurunya di sekolah.

"Kapan ini semua berakhir, sih? Sekolah secara daring kayak gini benar-benar melelahkan."


***


Aloha!

Happy new year!!

Semoga di tahun ini kita semakin lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Semoga juga di tahun yang baru ini, keinginan kita yang belum tercapai di tahun sebelumnya dapat terkabul.

Aamiin.


Akhirnya Daring bisa aku bawakan untuk kalian baca. Aku sangat berharap cerita ini bisa menghibur kalian. Seharusnya Daring sudah selesai aku tulis sebelum tahun berganti. Namun karena aku jatuh sakit dan lain hal, akhirnya hari ini aku baru menuliskan Daring untuk kalian semua baca.


Semoga kalian suka dengan Daring, ya. Dan ya, memang Daring adalah cerpen, jadi ceritanya berakhir di sini aja. Terus dukung aku dengan membaca karya-karyaku, ya. Juga kalau tidak keberatan, dukung aku juga di Karyakarsa dengan membeli karyaku di sana. Cari saja WindaZizty dan kalian pasti akan menemukan karyaku di sana.


Tetap sehat dan bahagia selalu.


Xoxo

Winda Zizty


2 Januari 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top