14 - Daria

Benak Daria tidak habis memikirkan kejadian semalam. Racauan ceramah guru etikanya hari itu masuk dari telinga kirinya dan keluar dari telinga kanan, tanpa sempat diproses terlebih dahulu. Pikirannya ada di dunia yang sama sekali berbeda. Dunia gelap nan sepi, tiada seorang pun di sana kecuali dirinya, Damien, dan pedang aneh itu. Logikanya sibuk menguntai segala kemungkinan serta serpihan teka-teki.

            Pertama, ia masih bertanya-tanya apa yang Damien lakukan di ruang bawah tanah itu tengah malam. Kendati kehadiran Daria juga patut dicurigai, namun setelah menyaksikan raut ketakutan di wajah sang Ratu serta gemetar hebatnya, Daria jadi sukar memercayai orang-orang di sekitarnya. Sekalipun orang itu menariknya keluar dari pusaran hitam yang menggerogoti jiwanya.

            Kedua, bukan lain adalah Zahl. Kilas balik ingatannya hampir setahun lalu amat jelas tercetak di balik kelopak matanya. Saat itu nyawanya terancam, kehidupannya nyaris berakhir di tangan salah satu komandan Waisenburg, Livius, kalau bukan karena kekuatan magis kakaknya, Petra. Kekuatan yang menguar merah dari sekujur tubuh Petra, membungkusnya dengan tenaga penghancur dahsyat. Kekuatan itu memanggil sesuatu dalam dirinya. Sesuatu yang mendidih, meminta dipanggil, tetapi Daria tidak tahu bagaimana.

            Pinta kakaknya hari itu lugas. Daria, kau harus cari tahu apa itu Zahl. Petra mengetahui hal yang tidak diketahuinya. Petra tahu Daria memiliki kekuatan yang sama. Petra tahu bahwa—kekuatan itu dapat menyelamatkan Daria di situasi tergenting. Atau, sebagai jaminan dalam menghadapi rahasia Kastil Waisenburg yang akan ia singkap.

            Dan, entah takdir atau kebetulan, Damien memiliki pengetahuan akan Zahl. Pria itu mampu merasakan udara yang memberat karena kekuatan supranatural tersebut ketika Daria tidak menyadarinya. Jelas, apabila Daria hendak mengorek informasi mengenai Zahl, Damien adalah sumber yang tepat.

            Sehingga, Daria sedang mengetuk kakinya berkali-kali tidak sabar menunggu Emilia datang membawa kabar keberadaan Damien. Di mana pria itu sekarang dan apa gerangan yang sedang ia lakukan. Sementara guru etikanya berceloteh tanpa henti mengenai kepantasan seorang wanita bangsawan, Daria menangkap kepala Emilia menyembul dari pintu ruang belajarnya. Akhirnya. Ia bisa bebas dari penjara mental ini.

            Daria berdiri, derak kursi menghentikan ceramah gurunya. Mengangkat tangannya, Daria berkata, "Miss Campbell, perut saya memohon izin untuk menyelesaikan urusan di kamar kecil."

            Miss Campbell mengintip dari bingkai kacamatanya. "Tuan Putri." Ia tampak tidak memercayai Daria.

            Daria melingkarkan tangan di seputar perutnya, lalu merengutkan raut wajahnya. "Saya mohon, Miss Campbell. Perut saya sakit setengah mati. Apakah Anda akan bertanggung jawab atas kecelakaan yang mungkin terjadi di ruang belajar ini?" Daria menampakkan wajah penuh penderitaan. "Kurasa sang Raja tidak akan senang ruang belajarnya bau kotoran."

            Menghela napasnya, Miss Campbell menutup buku pelajaran mereka. "Dua puluh menit, Tuan Putri. Tidak lebih."

            Seketika, Daria tegak dan membungkuk berkali-kali. "Oh, terberkatilah Anda, Miss Campbell. Terima kasih  banyak!"

            Menutup pintu di balik punggungnya, Daria mendapati Emilia bersedekap menunggu dirinya. Pelayannya itu berujar dengan ketajaman sebuah pisau, "Ada apa dengan Yang Mulia Damien, Tuan Putri? Kenapa Anda penasaran dengannya?"

            Daria mengibaskan tangan ke hadapan wajah Emilia. "Oh, Emilia." Memutar bola matanya, Daria mendengus. "Jangan suka meletakkan hidungmu di sembarang tempat. Katakan padaku, di mana dia?"

            "Di perpustakaan kastil sedang membaca," balas Emilia.

            "Terima kasih, Emilia." Daria melambaikan tangannya sementara kakinya bergegas melangkah. Ia berseru, "Berkencanlah dengan Noah malam ini!"

            Daria tahu persis di mana perpustakaan itu berada. Ia berbelok pada tikungan kedua, berjalan lurus beberapa langkah hingga sampai di hadapan dua pintu kayu cokelat gelap. Gagangnya besar dan keemasan, dingin saat telapak tangan Daria membungkusnya. Mendorong buka pintu tersebut, kehadiran Daria disadari oleh para akademisi serta tamu bangsawan yang tengah menghabiskan waktu di perpustakaan.

            Penjaga perpustakaan membungkuk, memberi hormat kepada Daria. "Tuan Putri, ada yang bisa saya bantu?"

Daria cekatan memindai setiap meja baca yang ada dan menemukan sosok tampan pria itu dekat jendela. Matahari menyapu profilnya, menjadikan rambut hitamnya kecokelatan di bawah cahaya lembutnya. Tubuhnya terbalut kemeja putih bersinar terang diterpa sorot mentari. Ia menumpukan wajah pada satu tangannya, pemandangan yang lebih indah dari maha karya apapun. Sorot mata hijaunya jatuh fokus pada bentangan peta di atas meja. Rahangnya keras seolah lahir dari pahatan seniman paling andal.

"Tidak, bukan masalah, terima kasih." Daria tersenyum dan segera menghampiri Damien.

Daria mengambil duduk tepat di seberangnya, namun Damien tidak sedikit pun meliriknya. Mata Daria mengintip dua buah peta yang tengah Damien teliti, membandingkan satu sama lainnya. Daria mengenali salah satu peta sebagai peta sayap kanan kastil sementara yang lainnya adalah apa yang tampak seperti peta bawah tanah.

Menumpukan kedua siku di atas meja, Daria memajukan wajahnya. "Apa kau sedang mempelajari peta kastil?"

Damien tidak menoleh. "Hmm."

"Ruangan semalam tampaknya tersambung ke ruangan-ruangan lainnya, bukan?"

Alis kiri Damien terangkat memperingati, namun ia masih belum mengalihkan perhatiannya dari hamparan peta.

Untungnya, Daria pantang menyerah. "Apa yang kau lakukan di sana semalam, Damien?"

            "Daria," Damien menghela napasnya. Ketika Daria pikir ia telah mendapatkan perhatian Damien, pria itu mematri pandangannya lebih lekat ke atas peta. "Aku tahu kau meminta pelayanmu mengintaiku seharian."

            "Apa itu mengganggumu?" Daria bersedekap, menyandarkan punggungnya ke kursi. Daria mengangkat dagunya, berharap gestur provokasi itu mampu mengusik fokus Damien.

            Daria salah besar. Alih-alih terpengaruh sesuai harapannya, Damien sama sekali tidak menjawab. Matanya naik turun masih membandingkan kedua peta. Proses pemikirannya tampak berkelebat di permukaan hijau matanya. Bulu matanya yang tebal turun, membingkai indah bola matanya. Rahangnya adalah wujud keseriusan, tidak goyah oleh godaan macam apapun dan tampak seksi di saat bersamaan.

            Tetapi, di atas segalanya, hidung sempurna itu menggelitik perut Daria. Batang hidungnya lurus tanpa benjolan yang berarti. Seakan hidung Damien dicetak langsung dari patung-patung dewa yang sering Daria jumpai di kastilnya. Mancung, lurus, dan sempurna. Menimbulkan dorongan aneh di dalam dirinya.

            Daria, tidak pernah mengabaikan instingnya, membentangkan tangan di atas peta, menghalangi pandangan Damien. Membusurkan tubuhnya mendekat, untuk sepersekian detik yang singkat, mata terkejut Damien menemui milik Daria. Embusan napas Damien menerpa bibirnya. Kemudian, ketika jarak mereka sudah cukup dekat, Daria menggigit lembut hidungnya.

            "Hei." Daria berbisik tepat di depan bibirnya, "Perhatikan aku."

            Kali ini, Daria berhasil mendapatkan perhatiannya. Lutut Damien melonjak menerajang meja karena tindakan tiba-tibanya. Damien merapikan peta yang terbentang di mejanya, lalu menyilangkan kedua tangan di depan dada. Raut wajahnya keras penuh peringatan, seolah membendung sesuatu jauh dalam dirinya. Namun, lapisan entah mengabuti mata hijaunya. Pandangannya mengelilingi perpustakaan dan berhenti pada penjaga perpustakaan.

            Suara sang penjaga tidak senang. "Sssh. Mohon jaga ketenangan."

            Damien menghela napasnya berat, beranjak dari meja baca. "Ikuti aku."

Daria menyeringai. Memang, tidak seorang pun tahan dengan perilaku Daria.[]

Maaf banget aku tidak sempet upload kemarin :(( Sebagai gantinya saya double update yah hari ini kalau pada setuju ajaaa ;)) Tulis bagaimana pendapat kalian ya apa aku harus double update atau tidak

Jangan lupa berikan dukungan kalian!! Apapun bentuknya itu <3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top