Tentang Mirna
Sabtu itu, pulang dari sekolah Mirna langsung ke rumahku. Mengganti pakaian yang sudah disiapkannya dalam tas.
"Malam ini nginap di rumahku lagi ya," kataku sambil melihatnya yang sedang berganti pakaian. "Kita nyantai di alun-alun."
"Aku sampai besok," jawabnya, "salam saja sama anak-anak."
"Sudah izin sama mamamu?" tanyaku lagi.
Mirna yang sudah berpakaian rapi hanya menatapku dengan senyuman kecut. "Aku pergi ya, besok sebelum pulang mampir ke sini."
Tidak seharusnya aku bertanya demikian. Terbukti wajahnya yang tadi tampak bahagia lenyap seketika. Kami pun keluar kamar, di ruang keluarga berpapasan dengan bapakku. Mirna memberikan salam. Aku mengantarkannya sampai ke pagar luar.
Minggu malam, menjelang tidur aku mencoba menghubungi Mirna. Dari sore tidak ada satu pun pesan yang dibalasnya. Penasaran memang, tidak biasanya teman mainku itu tidak memberikan kabar, apalagi katanya kemarin sebelum pulang mau mampir dulu ke rumahku. Kantuk pun datang dengan berpendapat bahwa Mirna langsung pulang ke rumahnya.
"Bu, Mirnanya ada?" tanyaku pada wanita muda yang duduk di teras, perempuan itu adalah ibunya Mirna. Hari itu adalah hari ketiga Mirna tidak sekolah, apalagi semenjak semalam pesan yang kutujukan padanya tidak bisa terkirim, ceklist saja. Padahal sebelumnya pesan itu terkirim, hanya tidak dibaca dan dibalas. Awalnya aku mengira telepon genggamnya drop. Untuk itulah, pulang dari sekolah aku langusng ke rumah Mirna.
Dengan wajah yang mengerut, ibunya temanku itu bertanya balik, "Lo, bukannya dia nginap di rumahmu?"
Dengan pertanyaan aneh itu dapat kupastikan semenjak Sabtu itu, Mirna tidak pulang. Lalu ke mana dia, aku berpikir keras namun tak ada jawaban yang menenangkan kekalutanku.
Seminggu setelah menghilangnya Mirna, keluarganya melaporkan ke pihak berwajib. Aku pun memberikan keterangan sebagaimana yang kuketahui.
Hari ini dunia medsos dikalutkan dengan berita miring yang datang dari anak di bawah umur yang menguplod foto yang tidak pantas untuk usianya. Terlepas siapa yang telah mengunggahnya, tetap saja hal itu meresahkan. Hal ini mengingatkan aku lagi dengan Mirna, setahun sudah berlalu semenjak menghilangnya sahabatku itu.
Dulu Mirna sering mengeluhkan atas ketidak pedulian orang tunya. Kesibukan ternyata menyita waktu, sehingga Mirna seperti lepas kendali. Ke mana pun Mirna pergi, orang tuanya tidak melarang. Dengan telepon pintar yang dimiliknya, tanpa pengawasan berselancar ke dunia yang tak dibatasi oleh waktu dan jarak.
"Namanya Pardi, hari ini aku akan bertemu dengannya. Orangnya cakep, dia juga punya mobil, hari ini dia berjanji mengajakku ke kawah putih." Kata Mirna penuh semangat. Rupanya itulah terakhirnya kami mengobrol di kelas, dia pergi kemudian menghilang. Entah mati atau masih hidup, aku tak pernah tahu.
Saat membuka akun medsosku ini, aku sering membuka profilnya. Masih ada postingan terakhirnya di sana.
"Hei, Aku Mirna. Kalian yang merasa sebagai cowok tulen dan belum punya pacar, Japri dong. Siapa tahu kita berjodoh."
Dan masih banyak postingan lainnya yang bernada sama. Aku berharap suatu saat masih dapat mendengar kabarnya, meski itu berwujud batu nisan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top