Gorila-sensi
Perkenalkan namaku Sorachi Hideaki, mempunyai rambut keriting alami seperti gumpalan benang yang terlilit tidak jelas. Aku dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1979, tepatnya 10 tahun yang lalu di kota Hokkaido. Saat ini aku tengah berusaha menyelesaikan one-shot pertamaku untuk dikirimkan ke majalah paling terkenal saat ini. Shonen Jump Magazine. Tempat dimana manga paling fenomenal saat ini tengah berlangsung, Dragon Ball dan Hokuto no Ken. Yah, maklum anak seumuranku saat ini banyak membuat manga, hal itu karena makin mendunianya manga dan anime buatan negeri kami saat ini, membuat kami para anak muda berhasrat untuk bisa seperti mereka yang berhasil di bidang ini.
Hasilnya nanti akan kutunjukkan kepada ayahku, yah kurasa ayah suka dengan ceritanya. Ceritaku bercerita tentang manusia yang harus bertahan hidup menghadapi para robot yang memberontak terhadap manusia.
Alasan kenapa aku yakin ayahku suka dengan hal ini karena ayahku merupakan pencinta cerita dan film fiksi ilmiah, ayahku sering menonton Star Wars dan aku yakin beliau suka dengan adegan dimana manusia tiba-tiba diserang oleh robot bertubuh hitam dengan mata seperti biji kopi yang kemudian dia berkata 'I am your mother!' dan manusia berteriak 'No!!!' dengan wajah dimirip-mirip-in sama Han Solo
****
Tak!
Kuletakkan pena felt-tip dan pulpen, kusapu peluh yang ada dikeningku.
" Akhirnya ..."
" Akhirnya selesai juga!!!" teriakku nyaring tanpa kusadari bahwa saat itu masih pukul tiga pagi.
Dan sepertinya teriakanku menggangu anjing tetangga yang sedang belajar praktek tentang biologi reproduksi. Yah, tapi bodoh amat, yang lebih penting dari reproduksi adalah cerita pertamaku. Cerita yang akan menjadi batu pijakan menuju artis manga paling hebat!
Kumatikan lampu kamar dan segera ku merebahkan diri di atas futon ku seraya memikirkan judul apa yang tepat untuk ceritaku nantinya.
Dan keesokan hari segera kutemui ayahku dan kutunjukkan hasil dari kerja kerasku selama satu minggu ini untuk membuat dia terkagum-kagum bahwa anaknya memiliki bakat yang luar biasa di bidang seni manga.
" Ayah." sapaku.
" Hnggg ..."
" Ayah silahkan lihat ini!" ucapku semangat sembari menyerahkan kertas-kertas yang berisi hasil kerja kerasku selama ini.
" Bagaimana ayah? Bagus tidak? Baguskan? Kalau bagus aku akan segera mengirimnya ke Shonen Jump loh ayah! Nanti aku bakal dapat penghargaan, lalu juga dapat uang honor, dan mungkin aku bakal dapat kesempatan mendapatkan kesempatan serialisasi cerita manga!" jelasku panjang lebar yang mungkin tidak begitu didengarkan ayah yang tengah asik membaca ceritaku dengan serius.
Dari mata ayah aku dapat menilai bahwa ayah pasti akan memujiku karena telah membuat karya ini. Dan pasti dia pasti akan memberikan uang saku lebih untuk diriku.
" AHAHAHAHAHAHAHAHAHAHHAHAHAHAJAJAJAJJAJAJAHAJAHAHAHHAH!!!!!!!!!!!!!!!"
Hampir saja jantungku copot, tawa ayah begitu menggelegar diseluruh ruangan sampai-sampai meja dan kursi didekatku bergetar seakan gempa sedang terjadi.
" Oi SORACHI, apa kau yang membuat cerita ini?!" tanya ayahku dengan suara serak sehabis tertawa puas.
Aku mengangguk cepat, aku sudah tidak sabar dengan pendapat ayahku setelah membaca ceritaku.
" Asli ayah ngakak baca cerita kamu Sorachi, mpfft BUAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHHAHAHAHAHAHAHAHHAHAHAHAHAHAHHAHAHAHAHAJAHAHHAJA argh ohok ohok!!"
" Asli ngakak sumpah bapak! Seumur hidup bapak baru lihat ada robot bisa huang air besar, robot punya rambut di bokong, robot bisa nangis, robot bisa punya anak setelah ena-ena! Asli ngakak abis!" komentar ayahku yang membuat semangat down seketika.
" Sebaiknya kamu hmpptt Buahahaha aduh ayah sampai nggak bisa lupain bentuk tai dari robotnya asli ngakak maksimal hahahaha, asli cerita kamu lebih lucu dari pelawak favorit kamu siapa tuh, yang namanya ada ken-ken gitu, ah ingat namanya Kentongan amAhahahahahah!"
" Sorachi-Sorachi kamu sebaiknya belajar lagi sana banyak-banyak, banyakin nonton Star Wars, kalau guru ngejelasin pelajaran jangan tidur mulu! Seumur hidup aku nggak pernah mikirin robot punya rambut dibagian pantat!"
Ucapan ayah pada hari itu, jam itu menit itu dan detik itu, membuat diriku mengubur dalam-dalam niatku menjadi seorang artis manga yang terkenal. Selain itu aku juga memutuskan untuk tidak menunjukkannya kepada ibu ku.
****
Kalau Gintama bisa mencapai hati masyarakat, aku rela tinggal di bukit yang terbuat dari kardus. Mangaka adalah mereka yang mempunyai tujuan mulia dengan kreasi mereka masing-masing
-
Sorachi Hideaki
Tak terasa saat ini aku sudah dipenghujung akhir perjalananku sebagai seorang mahasiswa, menjadi siswa jurusan arsitek itu menyusahkan, tugas yang diberikan hanyalah menggambar, menggambar dan menggambar, padahal belum tentu yang kita gambar akan menjadi kenyataan. Yah, tapi itulah rumus dalam kuliah, semakin tinggi semestermu, semakin kau merasa kau sudah salah jurusan.
Yah soal skripsi aku tidak akan ambil pusing soal itu karena aku adalah orang paling jenius di alam mimpi. Yang saat ini kupusingkan saat ini adalah ...
SETELAH LULUS AKU KERJA APA?!
Tidak mungkinkan aku harus kembali kepada orang tua ku hanya dengan membawa gelar yang kudapat setelah menghabiskan uang orang tua selama 3 tahun lebih. Para tetangga tukang gosip pasti bakal nge-gosipin gue kayak gini, " Hoi-hoi Mak Ijah sini-sini, lihat itu si Hideaki."
" Eh ..., kok bajunya bolong-bolong gitu, bawa kardus juga."
" Iya! Dia di usir oleh orang tuanya karena tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus dan sekarang orang-orang menjulukinya 'Dewa Kardus'."
Arghhh!!! Gak-gak-gak! Gue gak mau kayak gitu!!! Gue harus cari pekerjaan! Tapi emang bisa?! Gue harus melakukan sesuatu! Ibu, bapak, kakak, kardus, tolong beri aku pencerahan!!!
" Oh, kalian dengar tidak? Katanya manga Naruto tahun depan akan di adaptasi menjadi anime loh?" ucap salah seorang dari kerumunan pelajar SMA yang melewatiku yang sedang menggila di jalanan, ah sial aku lupa aku sedang di tempat umum!
" Benarkah?! Wah sepertinya anime ONE PIECE bakal punya saingan kuat nih setelah Hunter x Hunter selesai tayang maret lalu." salah seorang dari mereka berkomentar.
" Wah jadi nggak sabar! Semoga saja tidak mengecewakan, bahkan semoga saja lebih bagus dari adaptasi HxH."
Itu dia! Mangaka! Itulah pekerjaan yang kucari! Tapi ..., kayaknya bakal gagal lagi deh ..., pasti bakal jadi bahan ejekan seperti waktu kecil dulu.
Hm ..., hanya satu yang bisa kumintai pendapat saat ini, Ibu ku!
****
" Ibu!!!?" teriakku nyaring yang mungkin membuat ibu terkaget setengah mati.
" Sorachi!!!" balas ibu diseberang sana.
" Ibu aku pengen cur—"
" Sorachi! Gimana kabar kamu? Baik-baik aja kan? Kamu makan teruskan? Udah punya pacar? Pasti belum kan? Kamu kan jomblo forever, pasti nggak bakal punya pacar yang cantiknya setara kayak ibu! Oh iya cucian udah di cuci belum! Jangan lupa di cuci, terutama celana dalammu! Oh iya ibu kerjaan sudah dulu yah! Bye-bye!"
Tut tut tut!
Aku hanya melongo mendengar perkataan ibuku tadi. Tak kusangka ibu ku sekarang jadi seorang rapper. Ah tapi sudahlah, mungkin itu hanyalah dalih ibuku yang sedang sibuk dengan pekerjaan rumah tangganya, sebaiknya aku mengirim email saja, pasti dibaca kok.
[Dari : Sorachi Hideaki]
[Untuk : Mama]
(Tanpa subjek)
Mama, aku saat ini sedang mencari pekerjaan, seperti yang mama tahu, akhir-akhir sangat sulit mencari pekerjaan, terutama aku mengambil jurusan arsitek yang bisa di bilang sudah terlalu banyak arsitek di negeri yang sudah membuang bushido samurainya. Jadi demi kelangsungan hidup anak mama yang paling 'berbulu' dan suka makan pisang ini, aku ingin mama memberikan saran dan pendapat apabila aku menjadi seorang artis manga, harap di jawab, pesan ini akan hilang dalam waktu 10 tahun, hahaha bercanda, tehe :v.
P.s. : Jangan beritahu ayah, nanti aku bakal ditertawakan lagi habis-habisan
SEND
" Hah ..." desahku.
Dengan ini setidaknya aku bisa merasa lega. Hah ..., kuliah itu berat yah!
****
" Akhirnya!!!! Selesai juga!" teriakku nyaring yang disahut dengan suara teriakan pemilik kamar apartemen disebelahku. Aku lupa kalau aku sekarang waktunya tidur siang.
Ku buka tirai jendelaku, kulihat mata hari sedang berada di puncak singgasananya, menatap kami manusia-manusia yang masih berlalu-lalang, dari apartemen tingkat lima ini terlihat anak-anak sedang bermain bola di taman dekat kedai soba kesukaanku, yah walaupun sebenarnya itu kedai ramen, namun aku lebih suka makan soba-nya dari pada makan ramen. Perutku tidak seperti si bocah rubah berekor sembilan yang tiap hari makan ramen mulu.
Yah lupakan soal ramen, yang penting karyaku sudah selesai. Pengorbanan selama tiga hari tiga malam ternyata tidak sia-sia. Setelah mendapatkan ridho dan restu dari orang tuaku (hanya ibu, untuk ayah aku masih trauma.) aku langsung tancap gas membuat sebuah karya yang akan segera ku kirimkan ke majalah favoritku semasa kecil, Shonen Jump. Majalah yang berisi tentang impian-impian dan jiwa-jiwa persahabatan, kerja keras dan menang.
Aku sudah mencium bau kegemilangan yang siap menantiku, ahahahaha, saat Sorachi Hideaki menundukkan dunia manga.
Dengan segera kuambil kertas-kertas itu dan kumasukkan kedalam tas ranselku, kuambil kunci apartemenku dan keluar dari tempat itu sesegera mungkin, kenapa? Kalian tahulah, tagihan uy, tagihan!
****
Mimpi itu seperti pohon, daripada dilihatin lebih baik dipanjat, saat memanjat kita dapat mengetahui banyak hal
-
Sorachi Hideaki
Saat inilah yang sangat menentukan takdirku. Karyaku diperiksa oleh editor Shonen Jump! Sungguh ini merupakan sesuatu yang sangat bersejarah setelah kejadian dengan ayahku.
Sekarang dihadapanku adalah seorang editor dengan tubuh pendek, menggunakan kacamata tebal seperti para otaku diluar sana, memiliki rambut hitam pendek yang membuatnya mirip seperti robot yang bisa mengeluar 'poop' sewaktu aku kecil dulu.
" Jadi..., tadi namamu Sorachi kan?" tanya editor itu.
Aku mengangguk cepat, kali ini aku yakin tidak akan membuat kesalahan lagi, aku tidak lagi membuat cerita tentang robot yang bisa mengeluarkan 'poop', kali ini pasti diterima, one-shot ini pasti diterima!
" Sorachi, karyamu bagus, bagus sekali, gambar, jalan cerita, plot, dan lain-lainnya sudah bisa dibilang bagus."
' Yes diterima!' batinku.
" Tapi karyamu harus berakhir dengan penghancur kertas!" ucapnya dingin seraya memasukkan naskahku kedalam penghancur kertas satu per satu.
" Tunggu!!! Apa yang salah?! Bukankah gaya gambar dan ceritaku bagus kau bilang tadi hah!"
" Maaf aku tadi hanya bercanda supaya aku kelihatan keren!" jawabnya sembari menggaruk-garuk kepalanya yang 100% gak gatal.
" Gak keren tahu! Elu udah PHP sama gue dasar pendek! Setahu gue editor Jump itu ngasih kopi dulu sebelum nge-nilai karya orang lain!"
" Berisik! Serah gue lah dasar NEET! Gue bukan pendek tapi cuman kurang tinggi!"
" Sama aja nyet! Dan juga kenapa elu malah hancurin karya gue?! Harusnya elu ngasih ke gue lagi! Bukannya malah menghancurkan karya yang bakal jadi viral nanti!"
" Yang ada karya elu hanya ada diperingkat bawah ranking karya Shonen Jump mingguan!"
" Sia—" belum selesai aku menyelesaikan perkataanku si pendek udah langsung main serobot aja.
" Selain itu aku menghancurkan karyamu tadi karena karyamu itu tadi memiliki tokoh utama yang kurang greget! Tokoh utama buatanmu tadi terkesan biasa saja, tidak ada ciri khas!" ujarnya
" Apa kau tahu? Tokoh utama yang baik dapat dikenali hanya dengan melihat siluetnya dan tokoh utamamu harus punya ciri khas yang berbeda dari orang biasanya. Contohnya Luffy dari ONE PIECE yang punya ciri khas topi jerami dan kekuatan karetnya atau Naruto yang punya ciri khas kumis kucing tipis dan kekuatan siluman rubahnya. Tokoh utamamu harus punya itu!"
" Selain itu kau terkesan banyak memuat dialog tidak penting didalam ceritamu. Kau tahu, dengan memuat dialog terlalu banyak akan membuat pembaca bosan. Yah ..., kuharap kau dapat belajar dari ini dan terus berusaha untuk lebih baik, kutunggu karyamu selanjutnya!"
" Oh iya, hampir lupa! Perkenalkan nama ku Oonishi Kouhei, hahahaha mungkin lucu memperkenalkan diri setelah menceramahi dirimu, tapi mau bagaimana lagi kau langsung menyerahkan naskahmu dengan cepat, sampai-sampai aku tidak sempat berkata apa pun tadi. Jadi siapa nama mu tadi?"
" Namaku Sorachi Hideaki, si mangaka yang karyanya dihancurkan mesin penghancur kertas ...," ucapku lesu.
****
Jangan terlambat menyerahkan manuskrip kalian. Walaupun saya sendiri juga sering terlambat (tertawa).
-
Sorachi Hideaki
" Ibu, aku pulang!"
Bunyi derap langkah kaki terdengar, dengan kecepatan 3 kali lebih cepat dari Zaku biasa ibu segera memeluk erat diriku. Aahhhh hangatnya, sudah lama sekali aku tidak pulang ke kampung halamanku Hokkaido, tempat paling menyebalkan! Dimana aku harus menyekop salju-salju tebal di musim dingin nanti.
" Sorachi ..., ibu ...,"
" Iya aku tahu kok! Ibu kangen aku kan? Lihatlah Sorachi sekarang bu! Sorachi sekarang sudah selesai kuliah." balasku lembut.
" Sorachi ..., ibu ..., ibu pengen oleh-oleh dari Tokyo!"
OK, aku masih sabar kok! Dan juga aku lupa membelikan oleh-oleh.
" Oh iya ibu, daripada oleh-oleh ada yang lebih penting dari itu bu." kataku mencoba mengalihkan pembicaraan.
" Apa itu anakku? Kau punya calon istri ya?"
" Bukan bu," katalu lembut, " yang benar adal—"
" Tidak-tidak-tidak! Biar ibu tebak! Kau di DO kan?!" ucap ibu ku santai.
" Bu-bu-bukan ibu ..., bukankah aku sudah bilang kalau aku lulus." sanggahku, kali ini aku menahan rasa kesal yang mungkin sudah overdosis.
" Aku kali ini sukses bu! Aku mendapat serialisasi bu!" sambungku.
" Maksudmu manga?!"
" Iya!"
Seketika ibu menarik kuat aku ke ruang keluarga, disana ada ayah dan kakak perempuanku yang sedang menonton dorama detektif.
" Pelakunya pasti dia!!!" teriak ayahku, " dia terlihat mencurigakan! Goemon! Pelakunya Goemon!"
" Tidak!!! Pelakunya pasti si tuan Mu! Apa ayah tidak melihat gerak-geriknya?! Lihat dia sedari tadi berkeringat terus loh!" kakakku mencoba menyanggah pendapat kakak.
" Tidak! Mu berkeringat karena kasus pembunuhan ini terjadi di villa dekat pantai, sudah dapat dipastikan dia berkeringat karena cuaca pantai terlalu panas buat dirinya!" protes ayahku, " coba kau lihat si Goemon! Dia tidak berkeringat! Dia pasti seorang psikopat sejati!"
" Pembunuh bukan hanya psikopat ayah." ujar kakakku
" Lihat juga kulitnya yang kehitam-hitaman! Si Goemon adalah ayah dari Han Solo!"
" Kenapa ayah malah ngehubungin ke Star Wars!!! Ayah kira dia itu Dark Vader!" protes kakakku lagi
Ibu segera menengahi perkelahian konyol itu, sedangkan aku hanya melihat kelakuan ayah yang masih saja tidak berubah setelah bertahun-tahun, memang kedewasaan itu tidak bisa di lihat hanya dari ukuran tubuh.
" Baiklah, ayah dan kakak harap hentikan dulu perdebatan kalian. Saat ini ibu mau membahas tentang suksesnya Sorachi mendapatkan kesempatan serialisasi."
" Oh ...." ayah dan kakak ber-oh ria serempak.
" Tanggepin yang serius dong! Mama nggak bisa diginiin tahu?!" gumam ibu.
" Kalau begitu langsung aja, nggak usah ambil pusing! Lagipula cerita ini udah lebih 2500 kata! Sudahlah jangan dipanjangin lagi, ayah mendukungmu Sorachi!"
" Kakak juga! Kakak akan tetap memilih Muu!"
" Bukan itu! Oh iya Sorachi nah kamu udah dap— eh? Kemana Sorachi?"
****
Jalanan sekitar rumahku tidak banyak berubah, yang berubah hanyalah para tetangganya. Dulu para tetangga sibuk saling menceritakan tentang seberapa asyiknya dorama di televisi. Sekarang, mereka lebih suka membicarakan orang lain.
" Apa yang dilakukan bocah Sorachi itu sih setelah kuliah?" atau " Orang aneh macam apa ini?" mereka lebih suka membicarakan soal itu! Mereka tidak tahu apa-apa kalau sebentar lagi aku akan menjadi mangaka paling populer di negeri ini.
Setelah dua one-shot ku diterbitkan dalam majalah aku langsung mendapat tawaran serialisasi. Walaupun begitu aku masih belum mendapatkan ide yang segar saat ini. Yang menjadi acuanku saat ini hanyalah Shinsengumi, walau begitu kalau aku membuat cerita tentang Shinsengumi aku tidak akan bebas menggunakan bahasa-bahasa gaul seperti 'lo-gue' dalam cerita dan penceritaan akan lebih terkekang karena adanya sejarah asli tentang mereka. Aku juga pengen buat cerita tentang Harry Potter sih (walau aku belum pernah nonton filmnya). Tapi malah ditolak mentah-mentah oleh editorku, katanya yang kayak gitu gak bakal laku. Padahal aku yakin dalam beberapa tahun yang akan datang manga tentang sihir akan jadi populer di Shonen Jump.
Tapi ya sudahlah, aku harus menemukan sebuah cerita yang anti-mainstream, yang masih belum terpikirkan oleh orang lain. Hm ..., mungkin itu bisa kuambil dari kehidupan sehari-hariku. Karena itulah aku saat ini memilih jalan-jalan ketimbang harus mendengarkan perdebatan antar keluarga.
****
Berjam-jam aku mengelilingi jalan-jalan sekitar rumahku dan ide yang kudapat hanyalah sejarag Shogun di abad ke-18, kisah Kintaro, dan alien. Selain itu hanyalah tentang aku yang suka acara lawak, ayah suka fiksi ilmiah, ibu suka detektif dan kakak suka dorama Shinsengumi.
Sedangkan deadline sudah mendekat, jujur dikejar deadline tidak mengenakkan! Aku lebih baik bermain Dragon Quest namun kalah daripada harus dikejar deadline.
Yah disaat seperti ini hanya ada satu cara! Yaitu menggabungkan semua ide itu!
****
" Gin Tama!" ujar ayahku tegas.
" Gin untuk Perak dan Tama untuk Jiwa" sambungnya.
" Woi-woi apa yang ayah lakukan? Itu hal vulgar loh!" komentar kakakku pedas.
" Gin Tama (bola/jiwa perak), ayah bilang itu! Ayah bukan bilang Kin Tama (bola emas (t*st*s))."
" Ayah sengaja membuat judul seperti itu agar para perempuan mengucapkannya dengan nyaring di depan umumkan, setelah itu perempuan akan malu oleh karenanya! Ayah mesum!"
" Sialan ka—"
" Sudah-sudah jangan bertengkar! Jadi bagaimana Sorachi? Bagaimana dengan nama itu?"
****
" Selamat tuan Sorachi! Anda berhasil menjadi mangaka paling populer tiga tahun berturut-turut mengalahkan Eichiro Ooda sang mangaka ONE PIECE!" ucap salah seorang asistenku yang nggak kutanggapin sama sekali. Saat ini Gin Tama sedang di akhir hidupnya setelah 14 tahun berjalan.
Cerita tentang kisah hidupku menghadapi pembatalan serialisasi, protes dari para ahli sejarah karena telah merusak nama baik pahlawan, tuntutan pelanggaran hak cipta, pembatalan adaptasi anime, troll tamat dan banyak lagi selama aku menjadi mangaka memang tidak sempat kukisahkan kepada kalian. Tetapi aku hanya ingin berpesan kepada kalian yang membaca cerpen ini. Aku bukanlah seorang yang layak dijadikan panutan, aku hanyalah seorang gorilla yang hebat dalam membersihkan sesuatu. Walaupun Gin Tama yang sudah sebanyak 55 juta kopi (manga), 1 milyar keping (anime) dan mendapat keuntungan lebih dari 2 milyar ¥ dari adaptasi Live Action hanya dalam waktu 2 minggu. Bagiku itu tidak lah penting, karena bagiku yang lebih penting dari itu semua adalah membuat karya yang dapat menyentuh hatimu, ibu ^^
P.s. : Dan kalian juga para pembaca
-Tamat-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top