39 - Steamy Moment

⚠️

Dominick tidak bisa tidur. Panas yang menjalari tubuhnya kerap membuatnya terus terbelalak. Kegelisahan menyelimuti wajahnya. Tadi malam memang kali pertama dirinya minum terlalu banyak. Dia sendiri mengakui bahwa itu adalah tindakan paling bodoh yang pernah dilakukan. Apa alasannya minum banyak semalam? Makin Dominick memikirkannya, makin besar penyesalannya.

Bagian buruknya, Dominick lupa bagaimana caranya pulang semalam.

Panas tubuhnya makin tidak tertahankan. Tidak mungkin itu terjadi karena saat ini memasuki musim panas. Malam hari seharusnya tidak sampai membuatnya gerah seperti itu. Dominick mulai mengira itu adalah efek yang dari minum terlalu banyak. Dominick turun dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi. Kancing atasan piamanya dilepas satu per satu seiring langkahnya. Tepat di depan pintu kamar mandi, atasan piama itu jatuh ke lantai.

Di kamar mandi, Dominick hanya mencuci muka. Dia sudah mandi saat pulang tadi dan tidak berencana untuk mandi lagi. Rambutnya saja masih agak lembap karena tidak dikeringkan sebelum dia berencana tidur tadi. Sebagai orang pembersih, hal pertama yang dia lakukan setibanya di rumah adalah mandi, tidak peduli apa pun kondisinya. Dominick menatap wajahnya yang lebih merah dari biasanya melalui cermin. Tangannya bertumpu pada kedua sisi wastafel. Jelas itu bukan penampilan terbaiknya.

Dominick kembali lagi ke kamarnya dan berbaring di kasur. Atasan piamanya tadi tidak dipakai lagi. Suhu pendingin ruangan sudah diturunkan, seharusnya itu cukup untuk mendinginkan tubuhnya untuk malam ini.

Dominick sudah hampir terlelap, tetapi matanya harus terbelalak lagi karena seseorang mengetuk pintu kamarnya. Satu erangan kemarahan lolos dari kerongkongannya. Siapa yang masih berada di tempatnya dini hari seperti ini. Dia enggan bangun, tetapi ketukan itu tidak kunjung berhenti. Dengan terpaksa dia beranjak untuk membuka pintu.

"Apa yang membuatmu datang selarut ini?" Dominick kemudian melirik jam digital yang dipasang secara khusus di dinding kamarnya. Pukul 02.00 pagi jelas bukan waktu yang tepat untuk bertamu.

"Martin meneleponku, katanya kondisimu tidak baik, Bos."

Dominick menelan ludah dengan susah payah hanya karena melihat sang asisten pribadi menggigit bibir bawahnya. Pikirannya mulai mempertanyakan kenapa wanita itu melakukannya.

"Bos, kau baik?" Sekarang wanita itu dengan berani menyentuh rahangnya. Tangannya terasa dingin, efek dari perjalanan dari tempatnya ke sini yang tidak bisa dibilang dekat.

Dominick menangkup tangan itu dan menggenggamnya dengan tangan yang panas. Alkohol yang diminumnya malam ini membuat tubuhnya terasa terbakar. Keberadaan Ashley di sana mungkin akan membantu mendinginkannya. Namun, bolehkah?

Ketika hal-hal yang tidak pantas mulai menghambur di kepala, Dominick melepaskan tangan Ashley dan mundur dua langkah. "Ya. Pulanglah."

"Wajahmu merah, Bos. Kau demam?" Wanita itu justru mendekatinya lagi, tanpa ragu menempelkan punggung tangan ke dahinya. "Aku akan menyiapkan handuk dan air dingin."

Dominick tidak bermaksud kasar, tetapi dia segera menepis tangan tersebut. Selain karena tidak begitu suka seseorang menyentuhnya sembarangan, tetapi juga karena alkohol memengaruhi cara berpikirnya. Ada hasrat yang tidak tertahankan mulai mengambil alih kendali dirinya dan Dominick tidak ingin hal buruk terjadi pada wanita di hadapannya sekarang.

"Harper, aku memintamu untuk pergi. Tidak perlu lakukan apa pun." Dominick menahan erangan di kerongkongan hingga membuat suaranya menjadi garau.

"Tapi aku tidak bisa meninggalkanmu dalam kondisi seperti ini."

"Kau tidak sadar ini jam berapa?"

"Ketika Martin menelepon, aku tidak bisa memikirkan apa-apa selain segera menemuimu."

"Kenapa?" Saat mempertanyakan itu, Dominick bergerak maju, secara sengaja menyudutkan Ashley. Kalau wanita itu tidak cukup peka untuk melihat kondisinya sekarang, maka dia akan menunjukkannya lebih jelas lagi. Ada kepuasan yang Dominick rasakan ketika wanita itu menelan ludah ketakutan.

Bagaimana kalau dia bertindak sedikit lebih jauh?

"Itu ... aku asisten pribadimu, Bos. Kau membayarku untuk mengurus kebutuhanmu, bukan?"

Dominick tertawa. Bagaimana mungkin dia seberani itu mengatakan sesuatu yang bisa disalahartikan. Sesuatu di dalam diri Dominick makin terbakar, rasanya ingin sekali dia bagikan rasa panas itu pada orang lain.

"Bagaimana dengan kebutuhan seksualku, Harper? Kau yakin bisa mengurusnya?"

Aroma vanila memenuhi udara yang Dominick hirup ketika jarak di antara mereka makin terkikis. Aroma ini, aroma yang selalu membuatnya teralihkan. Wanita itu juga terlalu berani datang tanpa menyemprotkan parfum beraroma khusus yang Dominick minta.

Dominick menantikan wanita di depannya memberikan jawaban berupa kata-kata, bukan malah menerima respons tindakan. Namun, lihat apa yang wanita ini lakukan, memandangi bagian atas tubuh Dominick lalu menggigit bibirnya. Rahang Dominick mengatup kuat sebagai bentuk pertahan diri akan apa yang ingin sekali dia lakukan terhadap Ashley.

"Berhenti menggigit bibirmu," desisnya sembari menarik bibir bawah Ashley menggunakan jempol. Itu membuat bibir Ashley terbuka dan tanpa bisa ditahan lagi, Dominick menempelkan bibirnya di sana. Tidak hanya itu, lidahnya pun menyelinap masuk ke rongga yang hangat dan basah.

Dominick yang tidak pernah tahu betapa dirinya sangat kehausan, berusaha mengecap semua yang ada di dalam mulut Ashley. Suara melenguh yang terdengar dari Ashley membuat Dominick makin menggila. Kedua tangan Ashley diangkatnya ke atas kepala sebagai upaya pencegahan agar wanita itu tidak mendorongnya menjauh. Dengan satu tangan Dominick menahan tangan-tangan itu agar tetap menempel di dinding. Sementara satu tangannya lagi digunakan untuk menopang tengkuk Ashley demi memperdalam ciumannya.

Tautan bibir mereka menyisakan benang saliva ketika Dominick memundurkan kepalanya sejenak. Panas di tubuhnya mungkin sudah terhantarkan sebagian pada Ashley, sebab wajahnya pun menjadi sangat merah dan benar-benar menggoda. Wanita itu terengah-engah, tetapi Dominick tidak memberi waktu lebih lama untuk bernapas dan kembali menyatukan bibir mereka. Seperti orang dehidrasi, Dominick menyesap bibir Ashley seperti hidupnya bergantung pada itu.

"Kau ... sangat manis, Harper," bisik Dominick sembari menciumi leher Ashley. "Bagaimana bisa aku baru merasakannya setelah lima tahun kau di sisiku."

"Bos ... ngh. Itu geli."

Dominick lelah terus menunduk. Tangan Ashley dilepasnya, untuk meraba punggung wanita itu sebelum berakhir di pantatnya. Dia mengangkat tubuh yang lebih kecil darinya itu. Kaki Ashley spontan melingkari pinggul Dominick, hingga memudahkan pria itu membawanya ke kasur.

Dua tangan Ashley kembali dipegangi Dominick di atas kepala wanita itu. Nafsu berhasil menguasai Dominick, sampai-sampai penampilan kacau Ashley membuatnya makin bergairah. Tidak ada hal lain yang dia pikirkan selain menjadikan wanita itu miliknya untuk malam ini.

"Ini yang kubutuhkan Harper, bersiaplah." Dominick berdesis sebelum lidahnya menyusuri telinga Ashley. Tangannya menyusup ke dalam sweter yang wanita itu kenakan. Rasa penasarannya terobati setelah merasakan selembut apa kulit dada Ashley yang pernah menarik perhatiannya. Dominick meremasnya, memberikan rangsangan yang membuat wanita di bawahnya meloloskan desahan. Puas dengan telinga, Dominick menghujani kecupan ringan di sepanjang garis rahang dan leher Ashley. Lalu, kembali lagi menyesap bibir Asley yang berhasil membuatnya kecanduan.

Namun, ketika Dominick hendak menyingkap sweter Ashley, lampu kamarnya tiba-tiba mati. Entah bagaimana malam itu lebih gelap dari biasanya. Tidak ada sumber pencahayaan, Dominick tidak bisa melihat apa pun selain kegelapan. Entah apa yang salah dari listrik di gedungnya, itu tidak pernah terjadi selama dia tinggal di sana.

"Bos?"

Dominick terbelalak, sekali lagi dibangunkan oleh suara ketukan di pintu kamarnya. Sekarang kepalanya berdenyut, tidak tahu karena duduk tiba-tiba atau pengaruh alkohol yang dikonsumsinya terlalu banyak semalam.

"Bos, maaf menerobos masuk, aku hanya ingin membangunkanmu, tapi sepertinya kau sudah bangun."

Mata Dominick menyipit ketika menyaksikan penampilan Ashley dari atas sampai bawah. Itu adalah setelan untuk bekerja, bukan sweter panjang dengan celana longgar seperti ketika wanita itu menemuinya beberapa jam lalu. Atau mungkin asistennya itu memang tidak mengunjunginya dini hari tadi.

"Kapan kau datang?"

Diamnya Ashley membuat Dominick mulai merasa gelisah. Namun, wanita itu akhirnya menjawab, "Jam tujuh seperti biasa. Tidak, lewat tiga menit karena aku kesulitan parkir di bawah. Maaf, Bos."

Dominick mengerutkan dahi, tetapi kemudian menghela napas lega. Kedatangan wanita itu, sentuhan-sentuhannya, hanya terjadi di dalam mimpi. Untuk kali pertama dia memimpikan hal kotor bersama asistennya. Itu sangat intens dan terasa begitu nyata, sampai-sampai Dominick tidak tahu bagaimana menghadapinya kalau memang terjadi. Dinilai dari sisi mana pun, itu sangat tidak pantas. Sisi profesionalitasnya patut dipertanyakan. Mungkinkah mimpi itu adalah efek yang muncul jika dirinya kebanyakan minum? Dominick jadi memikirkannya.

"Kau baik-baik saja, Bos? Sebetulnya ada rapat pukul delapan pagi ini, tapi kalau kau berhalangan, aku akan minta tolong Tuan Elordi untuk melakukannya."

Ah, benar itu tidak terjadi. Dominick sangat yakin sekarang. Dia masih mengingat detail mimpinya, saat itu Ashley menyebut COO perusahaannya dengan nama depan, bukan nama belakang.

Kau sudah gila, Nick.

"Ya, tolong minta dia menggantikanku." Dominick mengempaskan tubuhnya lagi menjadi berbaring.

"Um, kau mau libur hari ini, Bos? Biar agenda hari ini kujadwalkan ulang. Wajahmu ... terlihat pucat."

Andai saja wanita itu berdiri lebih dekat dengan Dominick, dia akan tahu kalau pria itu juga berkeringat di pagi yang cukup dingin ini. Kehadiran Ashley berhasil membuat Dominick panas dingin karena mimpinya semalam.

"Ya. Aku akan istirahat hari ini."

"Susan sudah selesai menyiapkan sarapan, mau kubawakan ke sini?"

Bibir yang cerewet itu, membuat Dominick memikirkan bagaimana rasa aslinya. Dia sudah pernah menyentuhnya dan tahu betapa lembut bibir tersebut. Rasanya pasti akan lebih manis dari mimpinya semalam. Sial. Milik Dominick berdiri hanya karena memikirkannya, apalagi ini masih pagi, gejolak hormon sedang tinggi-tingginya. Beruntung tertutupi oleh selimutnya yang tebal.

"Tidak perlu, aku akan keluar begitu selesai membersihkan diri. Biarkan saja tetap di meja." Dominick lantas berpejam dan memijat pelipisnya. Pagi ini benar-benar memalukan rasanya.

"Kalau begitu, aku akan pergi ke kantor, Bos. Kalau perlu apa-apa, kau bisa meneleponku dan aku akan datang."

Ashley sudah akan beranjak pergi, tetapi Dominick memanggilnya lagi.

"Tugasmu adalah mengurusku. Kalau aku ada di sini, untuk apa ke kantor? Kau bisa bekerja di sini."

"Ah, baiklah, Bos. Aku akan melaporkannya ke sekretaris umum."

•••

Di penthouse Dominick memang terdapat ruang kerja yang luas dengan pencahayaan yang nyaman. Di salah satu sisi ruangan terdapat jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota New York dari ketinggian. Ashley akan sangat betah berada di sana sepanjang hari, bahkan sampai malam. Namun, ruangan itu jelas bukan untuk ditumpangi. Itu ruang pribadi milik Dominick, hanya boleh dimasuki untuk mengambil berkas atau membereskan sisa pekerjaannya.

Tempat itu memiliki jendela yang besar-besar, termasuk di ruang makan. Meski ditinggali oleh seorang pria, tetapi Ashley bisa merasa nyaman berada di sana. Siang ini Ashley berada di meja makan untuk bekerja, menjadwalkan ulang agenda Dominick yang tidak bisa terlaksana hari ini.

Ashley sebetulnya penasaran kenapa pria yang kemarin baik-baik saja jadi terlihat tidak baik seperti tadi. Walau kondisi tubuh seseorang tidak bisa ditebak, bahkan orang yang bugar bisa jatuh pingsan satu jam kemudian. Namun, itu adalah sesuatu yang langka terjadi pada seorang Dominick McCade. Ashley tidak pernah mengurus pria itu saat sakit. Sekarang dia tidak tahu apa yang harus dilakukan selain mengurus hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan di kantor.

Sayangnya, Ashley tidak bisa benar-benar fokus. Yang tadi itu merupakan kali pertama Ashley menyaksikan wajah bangun tidur seorang Dominick McCade. Meski Ashley sering datang pagi-pagi sekali, tetapi Dominick selalu sudah berpakaian rapi. Apa pria itu selalu tidur bertelanjang dada seperti tadi? Mungkin saja. Ashley ingat ketika di rumah Nyonya McCade, Dominick tidak langsung mengancingkan atasan piamanya saat keluar dari kamar mandi. Dia pikir pria itu hendak melepaskannya lagi saat tidur. Wajah Ashley terasa panas karena mengingat dirinya menyaksikan hampir seluruh bagian atas tubuh Dominick.

Proporsinya sempurna.

Lamunan Ashley kemudian buyar karena ponselnya bergetar.

Melissa
Aku sudah bilang pada DJ untuk menyisihkan waktu malam ini dan bertemu kalian.
Bagaimana?
Kate, dia ingin berbagi resep denganmu.

Ashley sudah mengetik balasan kalau dia akan ikut, tetapi dihapus lagi karena tersadar kalau hari ini dia tidak bekerja di kantor. Dia tidak tahu apakah Dominick akan membuatnya pulang terlambat atau tidak. Meski agenda hari ini sudah diatur ulang ke hari lain dan sebagian digantikan, tetap saja Ashley masih harus memastikan jadwal hari lain tidak saling bertabrakan.

Katherine
Boleh kuajak temanku?
Kalian ingat Si Pria Korea?

Melissa
Itu sangat pas!
Aku penasaran dengannya.
Ash, jangan hanya membaca.

Ashley
😅
Aku tidak bisa memastikan.
Aku akan menyusul kalau pekerjaanku selesai tepat waktu.

Katherine
Kau bisa menyusul meski terlambat.

Itu tidak mungkin. Ashley ingin beristirahat saja hari ini. Pulang terlambat dan langsung mendatangi bar untuk bertemu teman-temannya akan melelahkan. Memang itu bukan sesuatu yang baru untuk dilakukan, tetapi Ashley terlalu malas hari ini.

Melissa
Kau bisa ajak teman kencanmu juga 😌

Katherine
Oh, iya.
Ashley belum memberi tahu siapa pria beruntung itu.

Melissa
Kita semua menantikannya 😏

Katherine
Kau belum bercerita, Ash.

Tadi malam, setelah Ashley mengirimkan pesan ke grup mereka bertiga, dia tertidur. Akan tetapi, dia memang belum berniat menceritakan kalau pasangan kencannya adalah Jeremy. Kedengarannya akan lucu kalau dia pergi berkencan dengan seseorang yang terus-menerus ditolaknya.

Ashley
Terlalu cepat kalau kuperkenalkan sekarang.
Aku akan datang sendiri nanti kalau sempat.

Katherine
Bukankah seharusnya tidak ada yang disembunyikan di antara kita?

Ashley
Memangnya aku menyembunyikan apa?
🙄
Aku sudah memberi tahu kalau pergi berkencan.
Apa tidak siap memberi tahu sama artinya dengan menyembunyikan?

Melissa
Jangan mulai, please.
Aku bisa mengerti rasa penasaranmu, Kate, tapi kita tidak bisa memaksa Ashley.

Katherine
🤒
Rasa penasaran ini memang tidak wajar.
Kabari kalau ada rencana kencan selanjutnya.

"Jadi, kau pergi berkencan semalam?"

Ashley langsung membalik iPad yang dia gunakan untuk berkirim pesan dengan teman-temannya. Suara Dominick mengagetkannya. Pria itu berada di belakangnya dan Ashley tidak tahu sudah sejak kapan. Dalam posisi itu, Dominick sudah pasti bisa membaca isi percakapan mereka dengan jelas.

"Tidak baik mengintip isi pesan orang lain, Bos."

Ashley tahu teguran itu tidak akan berarti apa-apa bagi seorang Dominick, tetapi dia tetap melakukannya untuk memuaskan hati. Pria itu tidak akan menuruti ucapan orang kecil meski perbuatannya mengusik privasi orang lain.

Tatapan Ashley mengikuti pergerakan Dominick memutari meja sampai duduk di seberangnya. Sejak selesai sarapan, pria itu hanya berada di kamar, jadi Ashley tidak tahu apa yang diinginkannya. Apalagi, sejak tadi dia tidak kunjung dipanggil.

"Dengan siapa?"

Ashley tersenyum, tidak peduli pria itu akan marah nantinya, tetapi dia tidak akan memberi tahu. "Siapa saja."

Dominick tersenyum. "Terlalu banyak hal yang kau sembunyikan, bahkan teman terdekatmu pun bertanya-tanya."

"Mereka akan tahu cepat atau lambat. Tapi, aku tidak punya alasan untuk memberitahumu."

"Tentu saja ada." Dominick menegakkan punggung hingga bersandar pada sandaran kursi. "Aku akan menyingkirkannya karena merebutmu dariku. Kau ingat aku tidak akan membiarkanmu pergi, bukan?"

Ashley pikir wajahnya akan berlubang jika Dominick terus-menerus menatapnya dengan tajam seperti itu. Dia menunduk, kembali melakukan sesuatu pada iPad-nya. Seharusnya dia melanjutkan kembali pekerjaannya, tetapi ketika waktu sudah memasuki jam istirahat kantor, Ashley kembali menundanya. Dia perlu makan siang dan seketika itu juga sadar kalau Dominick mungkin menginginkan hal yang sama.

"Aku akan memesan sesuatu untukmu makan, Bos. Mau apa?" Ashley segera meraih ponsel dan membuka aplikasi untuk memesan makanan. Itu juga akan menjadi pengalihan terbaik.

"Yang kumau? Bagaimana denganmu?" Dominick bertanya-tanya.

"Aku akan mengikuti," sahut Ashley setelah menelan ludah. Dia tidak tahu kenapa hari ini cara pria itu menatapnya sangat berbeda, seperti ada kemarahan yang ingin diungkapkan. Namun, Ashley tidak ingat pernah melakukan kesalahan akhir-akhir ini.

"Aku ingin makanan yang direkomendasikan Harper."

"Tidak mungkin. Aku tidak punya alergi apa pun, Bos. Semuanya bisa kumakan." Kalau disuruh memikirkannya, Ashley ingin masakan laut. Sudah lama dia tidak makan sajian seperti itu. Sayangnya itu akan membatasi energi yang masuk ke perut Dominick.

"Kalau alergiku kambuh, aku yakin kau tahu harus melakukan apa."

Itu jebakan. Ya, benar jebakan.

Selama lima tahun ini, Ashley memastikan agar makanan yang masuk ke mulut Dominick bersih dari hal-hal bersifat alergen. Dia hanya sekadar tahu apa yang akan terjadi ketika alergi Dominick kambuh, tetapi dia belum pernah menghadapinya secara langsung dan tidak tahu pertolongan pertama yang harus dilakukan.

"Tidak. Aku akan memesan makananmu seperti biasa. Aku tidak ingin mengambil risiko kau mati karena salah penanganan."

Ashley memilih menu masakan khas Italia dan memilih beberapa untuk dipesan. Itu adalah kesukaan Dominick dan menjadi santapan paling aman untuk dikonsumsinya.

"Harper, apa kau pernah menginginkan sesuatu sampai membuatmu frustrasi?"

Oh? Ashley tidak percaya apa yang baru saja didengarnya, tetapi itu sesuatu yang tidak biasa. Apa mereka akan mengobrol santai setelah ini? Ini akan mengingatkan Ashley pada pembicaraan mereka saat di perjalanan menuju rumah Nyonya McCade.

"Tidak pernah, Bos. Mungkin itu hanya akan terjadi pada orang-orang yang selalu mendapatkan apa yang dia mau. Aku? Ada hal lain yang lebih membuat frustrasi ketimbang memikirkan apa yang kumau."

Tidak peduli jika Ashley menjawab itu dengan tenang, tetapi setelahnya dia merasa ragu. Sesuatu yang membuat frustrasi itu menjadi alasan kenapa dirinya membuang waktu untuk mengabdikan diri pada seorang Dominick McCade. Mengakhiri hubungan adalah solusi terbaik untuk situasinya, tetapi apa dia sanggup melakukannya?

"Tidak mungkin ada sesuatu yang tidak bisa kau dapatkan." Ashley bicara lagi.

"Kalau aku memintanya padamu, kau akan memberikannya?"

Kening Ashley berkerut ketika otaknya mulai bekerja keras memikirkan kemungkinan dari hal apa yang sangat diinginkan Dominick. Apakah sebuah barang yang mahal yang uang Dominick saja tidak cukup untuk membelinya? Lebih tidak mungkin kalau Ashley yang membelinya. Ataukah dia menginginkan kesetiaannya sebagai asisten pribadi? Pria itu tahu cara menahannya, apalagi sudah ada pernyataan bahwa dia tidak akan membiarkannya pergi. Lalu apa lagi?

"Itu mustahil, Bos."

"Jangan berkata seperti itu sebelum kau mengetahuinya."

"Kalau begitu jangan membuatku bingung."

Situasi yang menyelimuti mereka jadi sedikit lebih tegang. Mungkin hanya perasaan Ashley karena menyaksikan tangan Dominick terkepal di atas meja.

"Aku punya pekerjaan tambahan untukmu." Jelas ini sudah bukan kelanjutan dari pembicaraan mereka sebelumnya. "Tentu dengan bonus yang besar juga."

"Apa itu?"

"Kau tahu saat ini Vacade sedang berada di atas dan ada banyak orang berusaha menghancurkannya dari dalam. Aku ingin kau mulai memeriksa dokumen kerja sama setiap mitra. Lalu, periksa perkembangan Vacade dan mitra kerja tersebut setelah kerja sama dilakukan."

"Tapi bukankah ada tim khusus untuk menangani itu, Bos?" Ashley mulai berpikir pria itu hanya ingin menambah pekerjaannya.

"Harper orang yang lebih teliti dan lebih bisa kupercaya hasil pekerjaannya. Akan kuberi tahu kapan kau memulainya."

Ashley tidak bisa mencegah pria itu beranjak dari sana. Namun, dia terus memikirkan waktu santainya yang akan menjadi lebih sedikit.

Kau harus kuat, Ashley Harper!

•••

Sebetulnya udah mau dari kapan lalu aku update, tapi malamnya ketidur mulu. Jadilah ini pas kebangun jam dua pagi langsung tancep gas diberesin :")

See you on the next chapter
Lots of love, Tuteyoo
27 September 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top