25 - Unrelated Things
Katherine bangun pukul tiga pagi setelah tertidur pukul delapan malam. Perut yang lapar membuatnya langsung menuju dapur dan menghangatkan sisa makanan semalam. Terlalu dini untuk sarapan memang, tetapi Kate tidak ingin menyia-nyiakan jam produktifnya dengan kembali tidur atau bermalas-malasan hanya karena perut lapar. Setelah riset yang banyak mengumpulkan jurnal-jurnal untuk bahan menulis sore kemarin, dia ingin mulai mengerjakan artikelnya sebelum matahari menampakkan diri dengan sempurna.
Sambil menunggu pasta makaroninya dipanaskan, Kate memainkan ponselnya. Ada beberapa pesan masuk di sana dan pemberitahuan dari situsnya. Tidak ada pesan yang begitu berarti dan menarik untuk segera dibalas. Pesan dari Melissa di grup mereka juga hanya menceritakan tentang kencan keduanya tadi malam. Satu hal yang Kate tangkap adalah kencan itu berjalan dengan baik meski sempat terjadi sesuatu yang menyebalkan, masih ada kemungkinan untuk pertemuan selanjutnya, semacam itu.
Awalnya Kate mengharapkan di antara puluhan pemberitahuan pesan itu salah satunya ada pesan dari Dominick. Mungkin kemarin dia bercerita tentang betapa berat mengencani seorang pria kaya, tetapi jika pria itu mendekat karena rasa penasaran, Kate juga akan menuntaskan rasa penasarannya tentang bagaimana mengencani pria tampan dan mapan seperti Dominick McCade. Usia dua puluh enam terbilang masih cukup muda untuk sebuah pernikahan baginya. Tidak masalah jika menjalani hubungan sebentar dan berakhir. Hidup tidak melulu mengejar satu cinta, Kate akan mencari lagi sampai menemukan partner hidup yang tepat untuknya.
Sampai sekarang Kate masih terus memikirkan ke mana dan kapan waktu yang tepat dia akan mengenakan barang-barang yang dibelikan Dominick. Gaunnya terlalu formal untuk sekadar pertemuan, tidak peduli jika gaun itu akan melengkapi setelan jas yang dikenakannya. Dipakai bekerja juga terlalu mewah. Mungkinkah suatu saat akan ada masa di mana dia diminta untuk mendampinginya menghadiri undangan, seperti yang biasa dilakukan Ashley? Ya, kalau untuk momen yang itu, pasti sangat sesuai mengenakannya.
Lain di mulut, lain di hati. Kate tidak biasa merasa seperti ini, tetapi semenjak seorang pria sekelas Dominick McCade mendekatinya, pelan-pelan keinginan untuk mencoba berkencan pun tumbuh. Setelah mengeluh pada dua sahabatnya, Kate terus memikirkan tentang Dominick, apalagi serial drama yang ditontonnya akhir-akhir ini menceritakan tentang kisah cinta seorang pria kaya dengan gadis biasa. Dulu dia pikir hal-hal seperti itu hanya imajinasi sang penulis dan tidak akan pernah terjadi di dunia nyata, apalagi sampai dia alami. Seandainya Dominick akan menghubunginya lagi, Kate akan pastikan untuk meresponsnya dengan baik. Terlebih lagi, Ashley pasti akan membantu proses pendekatan mereka, apalagi Dominick McCade adalah atasannya.
Pasta makaroni selesai dihangatkan. Kate membawanya ke kamar dan setelah itu menyalakan laptop di atas sofa. Rupanya tadi malam dia lupa menutup aplikasi browser hingga yang muncul begitu dia mengisikan kata sandi adalah halaman situs dari akun BigSmileJ yang tadi malam sempat dia kunjungi karena penasaran. Kate merasa jika berteman dengan si pemilik akun tersebut akan menaikkan motivasinya dalam menulis.
Kedua sahabatnya memang mendukung, tetapi dia tidak mendapat dorongan besar untuk mempertahankan hobi itu dari mereka. Kate bisa menerimanya karena mereka bukan penikmat literasi dan sudah cukup sibuk dengan keseharian mereka. Tidak ada artinya jika diajak berdiskusi karena mereka hanya akan merespons seperti 'ya, itu bagus', atau 'topik tentang itu juga bagus, tulis saja'.
Seandainya Kate mendapat kesempatan untuk bertemu dengan si pemilik akun, maka dia akan dengan senang hati untuk melakukannya. Hanya, apakah orang itu juga berdomisili di kota yang sama dengannya? Di situs pria itu tidak memuat informasi data pribadi dan itu membuat Kate makin penasaran. Tidak sedikit memang penulis yang menciptakan identitas baru sebagai penulis, dan ada banyak alasan mereka melakukan itu.
> Willow Bark with Sincerity
~ Saya terus merasa lebih bersemangat dengan semua komentar Anda. Mungkin jika Anda punya sesuatu seperti masukan untuk saya, saya akan dengan senang hati menerapkannya. Maaf mengirimkannya jam tiga pagi. Aku menuliskannya selagi ingat.
~ Apa kita bisa berteman? Untuk saling memberi motivasi tentunya. Saya sempat mengunjungi situs Anda dan menemukan tulisan yang menghibur. Anda sangat bagus dalam menulis fiksi.
Setelah mengirimkan pesan itu, Kate benar-benar merealisasikan rencananya menulis artikel. Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Kate merentangkan tangan yang terasa penat setelah menulis beberapa ribu kata. Hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menayangkannya di situsnya.
Katherine Willow
Kalian ada rencana hari ini?
Perlu menunggu beberapa menit sampai mendapat balasan.
Melissa Rose
Tidak ada.
Aku mengantuk, mau tidur lagi.
Katherine Willow
Ayo ke tempatku.
Aku punya resep baru untuk dicoba, kalian harus menjadi yang pertama mencicipinya.
Sudah menjadi kebiasaan Kate meminta dua sahabatnya untuk mencicipi resep masakan baru yang baru dia temukan. Kemudian mereka akan bersantai setelahnya dan menceritakan banyak hal.
Melissa Rose
😩😩
Kenapa kau melakukan itu?
Aku baru tidur jam tiga pagi.
Katherine Willow
Apa yang kau lakukan?
Kau mendapat shift malam, ya?
Melissa Rose
Ceritanya panjang.
Katherine Willow
Kau harus bercerita saat kita bertemu.
@Ashley Harper hei, kau tidak masuk kerja di akhir pekan, bukan?
Melissa Rose
Dia tidak akan bisa ikut.
Hari ini dia pergi ke rumah nenek atasannya.
Huh? Kate mulai mempertanyakan urusan pekerjaan macam apa yang mengharuskan Dominick sampai membawa Ashley ke rumah neneknya.
•••
"Selamat pagi, Nona Harper."
Ashley seharusnya membalas sapaan yang ramah itu dengan penuh sukacita, tetapi dia hanya melongo di depan pintu teras belakang seperti menunggu Nyonya McCade tiba di hadapannya. Wanita tua itu memiliki tinggi yang tidak lebih dari dagu Ashley. Entah karena tingginya memang sebatas itu, atau karena tulang punggungnya yang sudah agak membungkuk akibat pengaruh usia membuatnya menjadi lebih rendah. Namun, daripada memikirkan tentang itu, Ashley lebih terkejut mengetahui bahwa Nyonya McCade bisa berjalan, bahkan sekarang sudah merangkulnya seperti kepada cucunya sendiri.
"Selamat pagi, Nyonya McCade. Tolong panggil saya Ashley saja." Ashley pelan-pelan menaikkan tangannya hingga berakhir berada di punggung wanita tua di sebelahnya. Dia hanya bermaksud membantunya berjalan meski sebetulnya Nyonya McCade berjalan tanpa masalah.
"Aku senang sekali kau mau datang, anggur kami rasanya sangat enak. Tapi sayang ini belum musim panen. Mungkin lain kali Ashley mau datang lagi bersama Dominick."
Ashley ingin menggeleng, tetapi tidak enak langsung menolak. Akhirnya dia hanya menatap Dominick yang sudah lebih dulu berada di teras. Pria itu sudah lebih dulu menatapnya dan hanya diam, setelahnya dia kembali membaca koran di pangkuannya. Ashley perlu bantuan, tetapi pria itu mengabaikannya.
Persis seperti yang Dominick katakan semalam, Nyonya McCade pasti akan punya permintaan lebih banyak pada Ashley. Namun, dia tidak mungkin merespons dengan kalimat yang sama seperti yang dia ucapkan pada Dominick semalam.
"Mungkin selanjutnya Direktur akan mengajak wanitanya datang ke sini, Nyonya." Ashley dengan sengaja mengungkit topik tentang itu karena Dominick enggan membantunya. Dia tahu keikutsertaannya bertujuan untuk mengalihkan Nyonya McCade dari topik pasangan dan pernikahan. Lantas ketika Dominick memberi reaksi tidak senang, Ashley tersenyum begitu puas.
Ashley menunggu Nyonya McCade duduk di kursi lebih dulu sebelum dirinya menyusul dengan menempati kursi di sebelah Dominick. Dia bahkan mengabaikan picingan mata Dominick yang menyiratkan kemarahan. Hanya hari ini kesempatan yang Ashley miliki untuk mengganggu sang atasan. Kapan lagi dia bisa mengabaikan Dominick? Bahkan ketika Helen menuangkan teh untuknya, dia langsung menerima tanpa memeriksa apakah gelas Dominick masih penuh atau sudah kosong.
"Ashley benar. Nicky, kapan kau akan membawa wanitamu bertemu denganku?"
Ashley tersedak teh yang sedang disesapnya karena tahu wanita yang dimaksud adalah Katherine. Dominick tidak merespons, hanya diam memperhatikan Ashley dan menyesap tehnya sendiri setelah wanita itu selesai batuk. Ashley yakin pria itu pasti mengira dirinya bereaksi karena panggilan kecil dari Nyonya McCade. Ya, itu juga termasuk, sebetulnya. Dia ingin tertawa seandainya tidak tersedak
"Beri aku waktu, Grams." Dominick menghela napas ketika meletakkan kembali gelas tehnya ke atas meja. "Aku sudah berjanji akan membawanya bertemu denganmu."
"Sepupu ibumu meneleponku lagi kemarin. Dia mendesak ingin memperkenalkanmu pada putri kenalannya. Aku sudah bilang kalau tidak akan mengatur kehidupan percintaanmu. Tapi, Nicky, aku sudah terlalu tua untuk meladeni celotehannya." Nyonya McCade tidak ada bedanya dengan wanita-wanita tua di luar sana, dia juga bisa bersikap dramatis hanya karena keengganan cucunya untuk menikah lagi.
"Ternyata dia masih berusaha melakukan itu."
"Bahkan sepupu jauhmu pun menawarkan diri untuk mencarikan wanita ideal yang akan memberi keuntungan bagi perusahaan. Dulu aku mungkin akan mempertimbangkanya, tapi sekarang rasanya aku sudah tidak punya hasrat untuk mengejar kesuksesan Vacade lebih dari sekarang."
"Grams sudah terlalu tua untuk memikirkan sesuatu seperti itu."
Ashley tidak tahu apakah dirinya memang boleh mendengarkan masalah keluarga ini, tetapi akan lebih aneh jika tiba-tiba pamit pergi dari sana. Jadi, dia hanya mempertahankan senyum tipis dan menoleh ke arah siapa yang sedang berbicara.
"Kita tahu kalau mereka masih mengincar posisi di perusahaan."
"Tindakanku sudah tepat membuang mereka dari jabatan. Tidak ada alasan untuk memasukkan mereka kembali, Grams. Obsesi mereka tidak sejalan dengan pandanganku terhadap masa depan Vacade. Mereka terlalu berani mengambil risiko."
Ashley nyaris mencebik, pria itu bicara demikian seakan-akan selalu mengambil keputusan dengan hati-hati. Nyatanya, Ashley kerap dibuat kewalahan karena pengambilan keputusan yang terlalu cepat meski persiapannya belum sepenuhnya matang. Lantas siapa yang dikejar untuk menuntaskan persyaratan kerja sama atau pengerjaan proyek? Ashley juga. Kurang berisiko apa lagi tindakan seorang Dominick McCade?
"Itu berarti kau harus segera menikah lagi, Nicky. Hanya itu cara membuat mereka diam. Kau sudah cukup tua dan perlu penerus."
Dominick memindahkan koran menjadi ke pangkuan Ashley. Itu adalah tanda bahwa dia tidak ingin membacanya lagi dan menyuruh Ashley untuk melipat.
"Aku tidak ingin pernikahan yang bertujuan untuk menjaga perusahaan, Grams. Mereka bebas ingin mengenalkanku pada siapa saja, tapi aku berhak untuk tidak datang. Pernikahanku sebelumnya gagal karena terburu-buru, aku tidak ingin itu terulang lagi."
Pembicaraan ini makin serius sampai Ashley tidak tahu harus bersikap seperti apa. Pancingannya lebih dari berhasil, rupanya. Sekarang dia berharap Nyonya McCade segera mengajaknya pergi berkeliling kebun. Akan tetapi, kalau dilihat-lihat dari perkiraan luas kebun, mungkin akan menghabiskan waktu seharian berjalan kaki.
"Memangnya siapa lagi yang akan meneruskan Vacade kalau kau tidak ada?"
Dominick memainkan jari di atas meja sebelum kepalanya secara perlahan-lahan menoleh ke arah Ashley. "Harper akan melakukannya dengan baik. Dia jauh lebih mengerti kebutuhan perusahaan daripada mereka."
Tadinya Ashley berencana menyuap sesendok kue keju, tetapi sendok itu berhenti di depan mulutnya yang menganga. Gerakannya terhenti karena terkejut. Dia sudah pernah mendengar kata-kata bahwa dirinya cocok menempati posisi direktur, tetapi dia percaya kalau itu hanya sebuah bentuk pujian atas pekerjaannya. Ashley tidak menyangka akan mendengarnya lagi bahkan di depan Nyonya McCade.
Namun, itu juga tidak terdengar seperti ketika dia memuji Ashley kemarin, tidak juga dengan wajah malas seperti tadi. Dominick lebih terlihat seperti mengatakan sesuatu asal-asalan untuk membuat Nyonya McCade berhenti membicarakannya.
"Saya pikir kemampuan saya sangat jauh dari kualifikasi itu. Dan saya tidak akan selamanya bekerja di Vacade." Ashley menunduk, meletakkan kembali sendok ke piring kue, padahal hanya untuk menghindari tatapan mereka.
"Kenapa begitu?" Karena Nyonya McCade bertanya, Ashley mendongak lagi untuk menatapnya.
Bagaimana Ashley menjawabnya? Rencananya hanya mencari pekerjaan yang lebih santai, tetapi penghasilan dari pekerjaan yang santai tidak akan cukup untuk seluruh kebutuhan keluarganya. Itu sebabnya dia harus menunggu sampai adiknya lulus kuliah dan bekerja dulu. Namun, itu akan menjadi sesuatu yang rumit untuk dijelaskan.
"Karena saya akan menikah suatu saat nanti?" Akhirnya alasan itu yang terucap. Keraguan dengan jelas terdengar di suaranya. Namun, alasan seperti itu pasti akan diterima semua orang. "Saya berencana berhenti bekerja setelah saya menikah."
Hanya jika kesempatan itu datang padaku. Ashley tidak mengharapkan itu terjadi, tetapi ketika kelak akan punya pasangan, dia pasti akan menjaganya dengan baik. Hanya agar kegagalan seperti orang tuanya tidak terjadi juga padanya.
"Itu sayang sekali. Nicky ... kalau kau memang berpikir dia layak, seharusnya menikah saja dengan Nona Harper."
Beruntung kali ini Ashley tidak sedang minum atau makan sesuatu. Ujung-ujungnya dia akan tersedak lagi seperti tadi. Dia menikah dengan Dominick? Membayangkan bahwa mereka akan saling suka saja sudah cukup aneh, apalagi setelah Dominick mengatakan bahwa mereka tidak sepadan membuat kesenjangan di antara mereka menjadi lebih terasa.
"Itu tidak mungkin, Grams. Sudah kubilang, ada seseorang yang sedang kudekati saat ini."
"Itu benar, Nyonya. Direktur sedang dalam tahap pendekatan dengan wanita itu, saya mengenalnya sangat baik. Dia wanita yang lembut dan pengertian, tapi perlu waktu untuk Anda bisa menemuinya karena dia sangat berhati-hati. Sesuatu yang terburu-buru itu ... biasanya tidak berakhir dengan baik." Ashley menimpali. Rasanya dia perlu bertanggung jawab atas timbulnya pembicaraan yang sudah tidak terkendali ini. Dia juga berharap senyumnya cukup meyakinkan untuk menyelamatkan Dominick. Ini bahkan masih pagi, sangat buruk untuk beberapa jam berikutnya jika suasana hati pria itu tidak baik.
"Harper sudah menjelaskannya. Aku akan menemui Paman Singh di istal."
Setelah mengatakan itu, Dominick pergi meninggalkan mereka. Paman Singh yang dimaksud Dominick adalah suami Helen, mereka sempat bertemu saat sarapan tadi. Sayangnya, mereka tidak sarapan bersama karena Ashley harus berbicara di telepon cukup lama.
Sekarang tinggal bagaimana Ashley menghadapi Nyonya McCade seorang diri? Helen memang ada di sana, tetapi dia tidak terhitung sebagai seseorang yang berada di pihak Ashley karena yang dia lakukan hanya membantu memenuhi apa yang dibutuhkan Nyonya McCade.
"Dia selalu seperti itu." Nyonya McCade menghela napas. Punggung Dominick masih menjadi sasaran sorot mata sendunya. "Aku hanya ingin menggendong bayi lagi, dan itu harus keturunannya. Begini, Ashley, aku dan suamiku sama-sama anak tunggal. Aku hanya bisa melahirkan satu kali dan dia adalah ayah Nicky. Mereka baru punya Nicky sebelum akhirnya kecelakaan itu terjadi. Nicky adalah keturunan terakhir McCade untuk saat ini."
Ashley baru tahu tentang itu. Dia hanya tahu kalau Dominick tidak memiliki saudara, tetapi tidak tahu-menahu tentang bagaimana silsilah keluarga orang tuanya. Toh itu bukan sesuatu yang perlu dia korek karena tidak ada hubungan dengan pekerjaannya. Lantas Ashley menyimpulkan bahwa yang sejak tadi dibicarakan Nyonya McCade adalah keluarga dari pihak ibu Dominick.
"Ashley mungkin bisa membujuknya?" Ada harap yang terpancar dari sorot mata Nyonya McCade ketika menatap Ashley.
"Saya mengerti perasaan Anda, Nyonya, tapi Direktur juga tidak bisa dipaksa. Dia mengalami kegagalan pernikahan dan itu pasti membuatnya lebih berhati-hati. Lebih baik pernikahannya terjadi ketika dirinya sudah mantap dan siap untuk berkeluarga lagi."
Tidak hanya untuk menenangkan Nyonya McCade, kalimat itu juga bertujuan untuk mengingatkan dirinya sendiri. Terlalu berat untuk topik yang dibicarakan pada pagi hari sambil minum teh, tetapi Ashley juga tidak pandai mencari topik baru untuk dibicarakan.
"Aku tahu itu, tapi ... aku juga terus bertambah tua." Nyonya McCade mencebik, dan itu terlihat lucu hingga Ashley tersenyum.
"Nyonya, sekarang waktu yang tepat untuk berkeliling kebun. Mataharinya tidak terlalu terik." Helen mengingatkan, akhirnya waktu itu tiba juga.
Ashley tidak mengira bahwa dirinya akan menantikan sesi berkeliling kebun meski awalnya merasa sangat malas. Sekarang dia pikir Nyonya McCade akan fokus bercerita tentang kebun jika mereka sedang berkeliling.
Helen masuk sebentar tadi dan kembali dengan membawa tongkat dan dua payung. Namun, ketika dia memberikan satu payung untuk Ashley, Ashley menolaknya.
"Saya bawa topi," katanya sembari mengeluarkan sebuah topi bucket yang sempat dia selipkan di karet belakang celananya. Ashley memakai celana jeans selutut dan tanktop hitam yang dilapisi kemeja berukuran besar yang hanya dikancing bagian bawahnya. Jadi, ketika dia menyembunyikan topi itu di sana, tidak ada yang menyadari karena tertutupi oleh kemeja.
"Ashley benar-benar wanita yang penuh persiapan." Nyonya McCade tersenyum hangat ketika melontarkan pujian itu.
Ashley hanya tersenyum. Seandainya mereka tahu, sebetulnya Dominick-lah yang meminta dia untuk membawa. Namun, dia akan menerima pujian itu hari ini.
"Terima kasih, Nyonya. Maaf kalau lancang sebelumnya,waktu kita bertemu pertama kali, Anda berada di kursi roda, tapi hari ini Anda berjalan sendiri. Kaki Anda baik-baik saja? Saya hanya khawatir kalau Anda akan kelelahan karena harus berjalan sangat jauh dengan saya."
Mungkin Ashley akan menahan pertanyaan itu lebih untuk dirinya sendiri seandainya Nyonya McCade tidak membawa tongkat itu untuk mengajaknya berkeliling. Daripada beberapa meter di sana nanti sesuatu terjadi, Ashley akan memilih berjalan sendirian, atau diminta beristirahat saja di kamar. Tidak apa-apa akhir pekannya membosankan daripada menghadapi kejadian tidak menyenangkan.
"Saat itu kakiku hanya agak nyeri. Faktor usia, ada saja rasa sakit yang tiba-tiba muncul di persendianku." Nyonya McCade menambahkan tawa di akhir ucapannya.
Itu melegakan. Bahkan seandainya sesuatu terjadi Ashley tidak seharusnya merasa bersalah karena wanita itu yang menginginkannya. Namun, tetap saja, berhubung tujuan berkeliling itu adalah untuknya, Ashley tidak akan bisa menyingkirkan perasaan bersalah yang menggerogoti.
"Anda harus berhati-hati. Mau berpegangan dengan saya?" Ashley memakai topinya dulu sebelum mengulurkan lengan kanannya. Ternyata wanita tua itu sudah ingin bergandengan dengan Helen, tetapi tidak jadi dan beralih menggamit lengan Ashley.
"Helen, aku dengan Ashley saja. Kau bisa menunggu di istal bersama suamimu. Nicky mungkin sudah mengurus kudanya, tapi tolong siapkan juga untuk Ashley."
"Baik, Nyonya. Sampai bertemu di tengah kebun, Ashley." Helen berjalan mendahului Ashley dan Nyonya McCade setelahnya.
"Kita akan berkuda, Nyonya?" Ashley harap dia salah mendengar, tetapi instruksi menyiapkan kuda untuknya terdengar sangat jelas.
"Aku pakai kereta. Akan menyenangkan kalau berkeliling kebun sambil berkuda."
Memang benar, meski baru membayangkannya pun, itu akan terasa menyenangkan. Sayangnya, itu tidak mungkin, Ashley tidak bisa menunggangi kuda dan tidak akan pernah mau menungganginya.
"Itu ... saya tidak masalah kalau berjalan kaki saja, Nyonya."
"Kenapa? Kuda kami sangat jinak, tidak perlu takut. Atau kau mau bersama Nicky?"
Ashley menggeleng kuat, itu lebih tidak mungkin. Baru membayangkannya saja, Ashley sudah merasa mual. Tidak, bukan karena Dominick, tetapi karena memikirkan kuda itu sendiri.
"Saya ... punya pengalaman tidak mengenakan tentang kuda, Nyonya."
Lebih tepatnya dengan kuda-kudaan di komidi putar.
•••
*istal = kandang kuda
Sepertinya porsi Ashley, Melissa, sama Katherine makin jomplang. Gak papa ya. Soalnya emang Ashley main cast cerita ini. Hehe.
See you on the next chapter
Lots of love, Tuteyoo
31 Mei 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top