Bab 8
Viola tidak menyukai anak-anak. Pada awalnya, tentu saja mereka menggemaskan di mata Viola. Akan tetapi, ada sebuah momen kecil yang selalu membekas di ingatan Viola. Momen tidak mengenakan tersebut membuatnya mengubah pandangannya terhadap anak kecil.
Dengan perasaan berat, ia memutar knop pintu kelas 1-B di mana murid dengan peringkat 20 terbawah berkumpul di ruang ini.
Viola membulatkan mata. Tampak beberapa murid berlarian kesana-kemari, mengejar satu sama lain, dan sebuah buku melayang ke arahnya. Sayang sekali, Viola tidak sempat menghindar. Sudut sampul buku itu mengenai dahi Viola.
Viola meringis. Daripada tidak suka, Viola sebenarnya lebih condong pada perasaan takut. Ia tidak berani menghadapi tingkah laku anak-anak yang sering bertindak di luar prediksi—seperti sekarang.
Viola lantas menunduk, menatap buku bersampul tebal yang mendarat jatuh di depan kakinya itu. Judul buku tersebut adalah 'Mari Memahami Alam Sekitar'. Butuh beberapa detik bagi Viola untuk menenangkan pikiran.
"Buku siapa ini?" tanya Viola sambil mengangkat buku sejajar dengan telinganya.
Para murid terdiam, mematung di tempat, membiarkan pesawat kertas yang baru saja diterbangkan menabrak tepi meja dan bola ping-pong yang entah dari mana memantul keluar. Suasana kontras begitu terasa saat ambang pintu terbuka sempurna. Mereka tidak lagi berisik seperti tadi.
"Tidak ada yang punya?" Viola menaikkan satu alis.
"Maaf, Ibu Guru ...."
Lalu, seorang siswi berbando ungu maju beberapa langkah sehingga teman-teman di belakangnya mulai sadar bahwa mereka kedatangan pengajar. Kursi yang semula kosong dan berantakan menjadi rapi dalam sekejap. Masing-masing anak menempati kursinya, kecuali siswi tersebut.
Dia menekuk wajah sambil menyilangkan ujung kaki, menatap bayangan hitam mendekatinya. Ia pikir akan dipukul.
"Nah," ucap Viola dengan nada rendah.
Ia menyerahkan buku paket tersebut kepada pemiliknya. Saat siswi itu mendongak, terlihat tanda nama yang terjadi di dada kirinya.
"Abida ... nama yang cantik." Viola tersenyum tanpa sadar.
Pujian itu membuat kedua pipi Abida bersemu merah.
"Terima kasih!" serunya senang sambil memeluk buku, kemudian berlari ke kursi paling belakang.
Viola meluruskan bibir, memandangi satu per satu murid yang juga memandangnya dengan mata penasaran. Entah kenapa ia kembali terngiang percakapannya dengan Tiara.
"Tapi latar belakangku bukan pendidikan, Ra. Memangnya boleh?"
Viola bertanya dengan khawatir. Waktu itu, ia belum terlalu mempertimbangkan rasa takutnya terhadap anak kecil. Ia hanya memikirkan masalah pekerjaan yang tidak linier dengan jurusannya di kampus.
"Boleh. Aku malah tidak punya latar belakang sama sekali. Di sini yang penting bisa mengajarkan materi pelajaran sesuai kurikulum. Materinya masih kacang, kok. Kelas satu."
Jelas-jelas, Tiara mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki latar belakang. Viola sedikit tenang, sampai melupakan fakta ketika mereka berdua masih SMA dan Tiara membuka kelas privat di mana skill mengajar sangat diperlukan.
Viola menarik napas dalam-dalam, berusaha kembali pada kenyataan yang harus ia hadapi.
"Anak-anak ...," panggilnya lembut. "Kita perkenalan dulu, yuk?"
Sontak seisi ruangan dipenuhi dengan suara keluhan. Tanpa Viola tahu, dari pukul tujuh sampai dua siang mereka telah berkenalan ratusan kali. Entah itu dengan teman sekelas, kelas sebelah, maupun guru-guru sebelum jam kelas Viola dimulai. Mereka sudah lelah barang untuk berkenalan mengingat jam Viola berada di penghujung kelas.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top