Bab 4

"Aku mau ke toilet sebentar," ucap Viola datar dengan nada rendah. Sambil menahan rasa tidak nyaman, ia berjalan meninggalkan kelompok.

"Oh—"

Pemuda itu bahkan belum sempat merespon karena Viola langsung melenggang keluar. Sesaat, fungsi otaknya menurun. Ia bingung kepada siapa Viola berbicara. Jarang sekali anggota wanita mengajaknya bicara. Tanpa sengaja, matanya bertemu dengan Karamel yang tengah menatap kepergian Viola.

"Tidak ikut temanmu?" Ia bertanya sembari menggerakkan dagu ke arah pintu.

"Ke mana?" Karamel bertanya balik

"Toilet."

Saat Viola memilih pergi sendirian dan mengajak orang lain berbicara, ia pun tersadar bahwa mungkin saja temannya itu masih marah. Tidak. Sudah pasti dia marah sehingga bisa mendiamkan seseorang seperti ini.

Karamel pun mengikuti wanita itu dengan bantuan petunjuk arah. Dari dalam, terdengar suara orang muntah. Bunyi air keran yang mengalir tidak lebih keras daripada isi perut yang dipaksa keluar. Ia melihat Viola berdiri di depan wastafel sembari memasukkan beberapa jari ke dalam mulutnya.

"Kamu sakit, Vi?"

Bahu Viola berjengkit. Detik berikutnya, ia menghela napas lega karena yang datang ternyata manusia.

"Sehat," jawab Viola singkat.

Karamel lalu melangkah mendekat, berusaha di garis sejajar dengan Viola. Sekuat tenaga ia mengeluarkan cairan lendir yang sejak tadi menyumbat hidungnya. Hal itu membuat Viola tertegun, sebab dengusan Karamel seakan ingin mengeluarkan nyawa ke lubang wastafel.

"Wah ... lega sekali bisa membuang ingus di sini," ujar Karamel di tengah kegiatannya membasuh wajah.

Viola mendelik kesal. Harusnya kamu lakukan itu di kamar mandi. Dasar jorok! Isi hatinya mengomeli kelakuan Karamel, tetapi sayang mereka masih perang dingin. Yang terlihat oleh Karamel sekarang adalah sosok Viola yang mencoba mengatur napas agar tidak mengeluarkan kata-kata emosi.

"Oh, iya!" Karamel bertepuk tangan satu kali. "Viola, kemarin Tiara tanya-tanya soal kamu loh. Katanya, dia mau kasih tawaran magang jadi pengajar."

"Bukan kemarin, tapi tadi pagi menjelang dini hari." Viola tanpa sadar meralat ucapan Karamel.

Lantas, wanita berlesung pipi itu menggaruk pelipis. "Terus jadinya kamu terima?"

Viola menggeleng. "Tidak."

Saat kerutan di dahi Karamel semakin bertumpuk, Viola mulai menjelaskan tentang kesalahan data diri yang diunggah. Sejujurnya, ia masih berharap dapat diterima di perusahaan yang menjadi targetnya sejak lama.

"Ya ampun, Vi ...?" Karamel membungkam mulutnya sendiri menggunakan kedua tangan.

"Tidak usah nge-judge," ingat Viola. Matanya berputar 360°.

"Aku bukannya nge-judge, tapi coba pikir. Wanita yang berkenan cek datamu bicaranya bisa seyakin itu. Masa kamu mau menunggu seminggu tanpa mempersiapkan apa-apa? Bagaimana kalau ternyata dia memang menemukan kesalahan data?"

"Tidak mungkin, Mel. Semua dataku itu benar! Aku yakin seratus persen!" tegas Viola sambil mencuramkan alis. Tangannya mengepal kuat, seolah memberi sinyal bahwa dirinya tidak akan kalah.

Akan tetapi, takdir rancangan Tuhan berkata lain. Selang satu minggu sejak hari di mana Karamel menasihati Viola, wanita HRD itu belum menghubunginya sama sekali. Dalam artian lain, ia tidak mungkin bisa magang di sana.

"Ini sudah tujuh hari kerja," gumam Viola sembari bersiap mengambil kembali berkasnya.

Diterima atau tidak, data miliknya sangat penting untuk mendaftar ke tempat lain. Sebagai jaga-jaga, Viola mengikuti saran Karamel. Ia telah mencari tempat yang menginginkan sedikit persyaratan. Hanya dengan mengirimkan transkrip nilai, Viola berhasil mengirim surat lamaran.

Hanya saja, perusahaan terakhir seperti mengabaikan Viola sepenuhnya. Ia bahkan tidak tahu apakah dirinya diterima atau ditolak. Viola berteriak dalam hati saat pembimbing akademik menelepon, mengingatkan hari terakhir mengisi nama perusahaan tempat ia magang. Ia merasa terdesak.

"Angkatan '21 dan '22 sebagian besar sudah mengisi list. Tadi saya lihat masih ada beberapa nama yang kosong, termasuk nama kamu, itu kenapa ya Viola?"

Ia menggigit bibir. "Maaf, Pak. Saya masih menunggu kepastian dari perusahaan yang saya incar."

"Perusahaan mana? Setahu saya, semua pendaftaran sudah ditutup, Viola. Atau kamu mau mengambil kelas mata kuliah seperti biasa?"

"Tidak, Pak. Sebenarnya ... saya mendaftar di perusahaan nonmitra."

"Apa?" Terjadi hening selama beberapa detik. "Nanti sore kamu datang ke ruangan saya."

"Baik, Pak." Viola mengangguk pasrah. Entah kenapa, ia teringat dengan permintaan tolong Tiara.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top