Part 4

         Dara  mengerutkan keningnya masih dengan kedua mata yang terpejam, terlihat begitu terganggu oleh getaran ponsel yang tergeletak tepat disamping bantalnya.

Ia tak menghiraukan panggilan tersebut, ia idak ingin menyia nyiakan tidur nyenyak yang sangat jarang ditemuinya.

Sangat.

   Hingga ia sempat berpikir kalau ia tidak akan pernah bisa tidur dengan nyenyak lagi tanpa adanya rasa takut yang kerap kali menghampirinya.

Getaran disisi bantalnya sepertinya tidak menyerah mengganggu Dara,  ia menggeliat  pelan. Membuka kedua matanya dengan enggan. Dengan gusar ia meraih ponsel disampingnya.

“Apa?”
Dara nyaris membentak masih dengan suara seraknya, setelah menjawab panggilan yang ia yakini adalah Veron

“Kenapa kau tidak menjawab panggilanku?”

"Tunggu sebentar."
Dara bisa mendengar dengan jelas suara dingin dari sebrang sana yang membuatnya bergegas bangkit lalu meraih segelas air putih diatas nakasnya dan menenggak habis isinya hingga tandas.

“Hm.”
Dara menggumam pelan agar menyadarkan pria disebrang sana, ia sempat melirik jam listrik diatas nakasnya yang sudah yaris menunjukkan jam makan siang. Itu artinya tengah hari.

“Kenapa Kau tidak menjawab panggilanku?”

“Aku baru saja bangun.”

“Ini sudah siang Nona, bergegaslah dan datang ke Mansionku. ”
Dan sialnya pria itu mematikan sambungan benar benar tidak ingin dibantah.

  Dara meletakkan ponselnya diatas nakas dan segera bergegas, sebelum pria itu benar benar mengamuk.

**

         Dara menghentikan langkahnya tepat didepan sebuah gerbang yang menjulang begitu kokoh dihadapannya, tampak seorang penjaga yang menyadari kehadiran Dara menghampirinya dengan tatapan penuh selidik.

“Maaf Nona, apa yang kau lakukan disini?”
Tanya penjaga berbadan kekar terebut, Dara tak menyahut ia merogoh sakunya dan segera menghubungi Veron.

“Apa yang kau lakukan? Dimana Kau? Kau sudah terlambat 56 menit.”

“Aku ada didepan gerbangmu.” Sahut Dara mengabaikan omelan Veron disebrang sana.

“Katakana pada penjaga disana, kalau aku menyuruhmu masuk.” Dara tak menyahut, ia mematikan sambungan dan menatap penjaga berbadan kekar dihadapannya.

“Tuan Muda Veron menyuruhku masuk, aku Regadara.”
Penjaga dihadapannya mengagguk sedikit membungkukkan kepalanya meberi hormat pada tamu tuannya.

“Baik Nona, Tuan Muda sudah menuggu.”

**

               Dara mengikuti penjaga tadi yang menyusuri jalan menuju sebuah Mension yang begitu megah nan mewah diera Victoria. Arsitektur yang begitu indah  dan penataan yang tampak begitu elegan dengan pelataran luas dipenuhi bunga bunga cantik dan rerumputan hijau yang tampak terawat dengan baik.

Dara  akui selera keluarga Cendrick benar benar  sangat berkelas.

“Tuan Muda menunggu didalam.”
Dara mengagguk dan mulai melangkahkan kakinya menuju pintu coklat dengan ukiran ukiran rumit yang terbuka dengan kasar menunjukkan sosok Veron yang berdiri dengan angkuhnya disana, menatap Dara seolah ingin memakannya hidup hidup.

“Ikut aku.”
Dara tak menyahut ia hanya mengikuti Veron  yang melangkah melewati ruang tamu yang tampak begitu mewah. Porselen dan beberapa hiasan dari Kristall tampak berjejer, tersusun dengan rapih disudut rungan. terdapat sebuah Sofa berwarna sampanye yang terlihat begitu elegan.

Sepertinya Ibu Veron begitu menyukai warna sampanye yang berkilauan dengan indah.

“Kau ingin membawaku kemana?”
Dara akhirnya bersuara sesaat setelah mereka melewati ruang tengah dimana terdapat layar datar yang menempel pada dinding menghadap sofa berwarna biru gelap, ada karpet beludru yang terlentak tepat didekat Sofa tersebut. Bantal bantal kecil tampak dengan elegannya menghiasi karpet beludru berwana abu abu itu.

“Kamarku.”
Dara menghentikan langkahnya, Veron yang menyadari itu berbalik dan menatap tepat dikedua mata keemasan milik Dara.

“Kau hanya perlu mempersipkan barang barangku untuk perkemahan.”

**

        Veron memutar hendel pintu  tersebut dan membukanya dengan lebar seolah mepersilahkan Dara memasuki kamarnya lebih dulu. Tanpa ragu Dara melangkahkan kakinya, ruangan yang begitu maskulin yang didominasi warna abu abu dan putih  itu menyambutnya.

Maskulin, elegan dan begitu berkelas. Benar benar mencerminkan siapa pemilik ruangan ini.

“Kenapa kau terlambat?”
Tanya Veron  melangkah menuju Sofa bed disudut kamarnya yang berada tepat disamping  kaca penyekat menuju balkon.

“Aku membutuhkan waktu 25 menit berjalan kaki.”

“Kau berjalan kaki?”
    Dara hanya mengagguk menghempaskan tas selempangnya diatas meja yang terdapat tepat disamping rak buku yang dipenuhi buku buku yang ia yakini tidak jauh dari dunia bisnis.

“Katakan apa yang harus aku lakukan.”
Veron berdecak kesal menunjukkan lemari besar disudut ruangan, tanpa banyak membuang waktu Dara membuka lemari tersebut. Terdapat deretan jas dan kemeja yang menggantung begitu rapih didalam sana, Dara lalu menulusuri jemarinya dimana beberapa pakaian yang terlipat dan tersusun dengan rapih mulai dari kaki hingga melewati kepalanya.

“Gunakan itu.”
Dara menarik sebuah tas punggung yang cukup besar, menyusun bebapa pakaian kedalam sana. Dengan tatapan Veron yang terus mengawasi setiap gerakannya.

    Dara sama sekalit tidak tampak salah tingkah dengan tatapan Veron yang terang terangan tengah mengawasinya bahkan saat gadis itu menyusun barang  yang tak seharusnya gadis asing lakukan, melakukan semuanya begitu sempurna tanpa cela.

Veron lalu menyadari punggung mungil Dara yang terlihat begitu rapuh seolah memanggilnya untuk merengkuh gadis itu dalam pelukannya.

Brengsek.

     Veron tersetak, mengernyit tidak suka menyadari pikiran gilanya nya baru saja.

“Selesai.”
Veron  mengerjapkan matanya, menggelengkan kepalanya pelan berusaha mengusir pikiran aneh yang lagi lagi merasuki kepalanya. Ia menatap Dara  yang meletakkan tasnya tepat disamping tempat tidurnnya.

“Bagus, sekarang temani aku makan siang.”
Dara menghembuskan nafasnya perlahan megerjapkan matanya berusaha menghalau emosinya yang tersulut karna nada otoriter milik pria menyebalkan dihadapannya.

“Kau bisa makan sendiri.” 

“Aku tidak suka makan sendiri, dan saat ini kedua orangtuaku dan Ahraa sedang tidak dirumah.”
Dara menggeram tertahankan, namun masih mampu mempertahankan sikap  tenangnya. Pria ini benar benar mudah menghancurkan tembok pertahanannya, ia harus berhati hati atau semuanya akan kacau.

Sekarang.
Ia hanya perlu bersabar agar ponselnya kembali agar ia dan adiknya bisa melanjutkan hidup mereka tanpa gangguan dari keluarga Cendrick.

“Terserah kau saja, Tuan Muda.”
Ucap Dara dengan tenang namun begitu tersirat, membuat Veron  tersenyum penuh kemenangan merasa mulai mengikis sikap tenang seorang Dara.

           Dan disinilah Dara berakhir, duduk dimeja makan yang begitu megah dengan berbagai hidangan yang terlihat lezat namun sama sekali tidak menggugah seleranya.
Berbeda dengan Veron  yang mulai melahap makanannya.

Good.

Bahkan saat makanpun pria dihadapannya masih saja terlihat begitu mempesona.

Dan itu buruk.

“Kau tidak makan?”
Tanya Veron menatap Dara yang hanya mengaduk Jus lemonnya tanpa minat.

“Tidak.”

“Kau harus makan, pantas saja kau pendek.”

“Aku tidak pendek.”
Ucap Dara nyaris ketus kalau saja ia tidak teringat jika pria ini dari awal memang sudah berniat menghancurkan pertahanannya.

“Setidaknya makan.”
Dara tak menyahut dan terus menjutkan kegiatan membosankannya hingga embuat Veron menggeram kesal, Dara terlalu keras kepala untuk ukuran seorang gadis, benar kata Kenan soal Dara yang keras kepala dengan kata kata pedasnya.

“Makan Dara.”

“Cepatlah, aku ingin pulang.”
Dara lagi lagi tidak mengindahkan ucapan Veron, membuat pria itu meletakkan sendoknya dengan kasar dan bergegas bangkit.

“Kauingin pulang. Kau akan mendapatkannya. Pergi.”
Veron  menatap Dara dengan mata tajamnya yang nyalang namun gadis itu sama sekalu  tidak mempedulikan sikap dingin dan tatapan tajam yang begitu menusuk milik Veron.

“Aku pergi.”
Ucap Dara mulai melangkahkan kakinya, meniggalkan Veron yang hanya menatapnya hingga ia benar benar menghilang dari jangkauan mata tajam yang tampak kesal itu.

**

        Malam semakin larut dan  ketakutan itu kembali datang menghantui Dara.

Setiap ia memejamkan matanya ketakutan itu selalu datang menghampirinya.

Bahkan saat dikampusnya ia kerap kali membiasakan diri memjamkan matanya berusaha melawan rasa takut yang lagi dan lagi selalu menghantuinya.

Dara menggeser tubuhnya berusaha mencari posisi nyaman dan meredakan debaran jantungnya yang makin menggila, dengan perlahan Dara kembali memejamkan matanya berharap ia segera tenggelam kealam bawah sadarnya.

      Dimana ia bisa bersembunyi dan beristirahat dari segala kepalsuan dunia.

Kepalsuan, sandiwara dan topeng yang selama ini tidak perlah melekat dari kehidupannya yang serasa makin tidak berguna.

**

Jangan Lupa Vomment

Maaf Typo

Siera.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top