Part 5 - First Deal



"Jadi hanya ini yang kau kembalikan?" Daniel memeriksa dompetnya yang hanya berisikan kartu-kartu. Mereka sedang berada di ruang kerja pribadi tak jauh dari sana. "Tidak ada uang?"

"Kalau aku tidak memerlukan uang, aku tidak akan mencopetmu, Pak Fernandez." gerutu Nic.

Daniel mendongak sambil meringis. "Evelyn, sebenarnya kau harus menyadari bahwa di sini yang menjadi korban adalah aku."

"Lalu?"

"Lalu? Setidaknya kau bisa bersikap sedikit sopan. Tidak banyak orang di dunia ini yang bisa memperlakukan orang yang baru saja mencuri miliknya dengan sabar."

"Lalu apa dengan bersikap manis, image seorang pencuri akan hilang dariku, begitu?"

"Kau bisa melakukan itu untuk bernegosiasi denganku. Siapa tahu aku malah akan iba dan bersimpati. Bukankah nasibmu ada di tanganku?"

Nic menggertakkan gigi mendengar tanggapan itu. "Aku tidak bisa berpura-pura."

"Sepertinya kau tidak terlihat menyesal. Sudahlah." Daniel mengedikkan bahu.

"Aku sudah berencana akan mengembalikan dompetmu hari ini." Nic merengut kesal sambil menatap kertas-kertas sobek bekas pembungkus dompet yang berserakan di atas meja. "Lagipula malam itu Anda mengatakan bahwa uang itu tidak seberapa. Berhentilah bersikap seakan-akan Anda menderita."

"Jadi maksudmu aku harus menolerir kejahatan? Begitu?"

Nic ingin melawan, tapi kata-katanya tertahan. Pria itu sangat pintar melemparkan kembali kata-kata Nic sehingga ia tidak bisa menjawab. Sebenarnya ia agak bingung karena tadinya ia berpikir pria di depannya ini akan langsung melaporkannya pada polisi tanpa pikir panjang. Tapi yang terjadi malah ia mengajak Nic berbicara secara pribadi setelah Nic mengakui semuanya.

"Baik, silakan menelepon polisi seperti yang ingin Anda lakukan," gumam Nic pasrah.

"Memangnya siapa yang ingin melaporkanmu ke polisi?"

"Jadi Anda tidak akan melaporkanku pada polisi?" tanya Nic penuh harap.

"Yang benar saja. Untuk apa aku melakukan itu?" Daniel mengernyit.

Nic terkesima. Mungkin Daniel Fernandez adalah orang yang baik dan sejak tadi Nic terlalu berprasangka buruk pada pria itu. Memang benar, Nic jarang menemui pria kaya seperti Daniel Fernandez yang sepertinya tidak terlalu arogan dan mau berbicara dengan Nic yang bukan apa-apa. Pria itu memiliki senyum seindah malaikat dan mungkin saja ia benar-benar berhati malaikat. Mungkin Nic memang terlalu skeptis. Mungkin...

"Tentu saja aku lebih mengharapkan uangku kembali. Melaporkanmu ke polisi hanya buang-buang waktu dan membuatku rugi." Daniel tertawa.

"Sial! Kau sangat perhitungan, Pak Fernandez!" bentak Nic karena kemarahannya kembali memuncak hingga ke ubun-ubun. Ia harus meralat pemikirannya tadi. Ternyata pria itu sungguh menyebalkan! Rasanya ia ingin memutar waktunya yang telah sia-sia ia pergunakan untuk memikirkan bahwa pria itu baik.

"Memangnya kau pikir aku seharusnya menggratiskan uang itu, begitu?"

"Ti... tidak juga." Nic menelan ludah menyadari kebenaran itu.

"Lalu kau bisa membayarnya?"

"Untuk saat ini? tentu saja tidak."

"Sayang sekali," Daniel berdecak.

"Aku telah memakai sepertiga uang Anda. Seharusnya Anda tahu bahwa aku tidak mungkin bisa mengembalikan uang itu sekarang. Kecuali jika..." Nic terhenti.

"Kecuali apa?"

Apa yang dipikirkannya? Nic tidak percaya ide baru itu terlintas dalam pikirannya. Tapi ia tidak yakin bahwa Daniel akan sepemikiran. "Kecuali jika Anda menerimaku bekerja di sini," jawab Nic. Ia sudah mengucapkan penawaran itu.

Daniel terdiam sejenak setelah mendengar kata-kata Nic dan menatapnya tajam. "Kau sungguh percaya diri."

Jawaban itu lebih terdengar seperti sindiran dibanding pujian.

"Di luar kenyataan bahwa ternyata Anda adalah pemilik perusahaan ini, aku memang benar-benar sedang memerlukan pekerjaan," ujar Nic bersikeras. "Jika Anda bersedia menerimaku, aku akan mencicil uang itu dari gaji yang kuterima nanti."

"Aku ingin bertanya, untuk apa kau mencopetku? Kau benar-benar memerlukannya atau kau hanya melakukannya karena kau ingin memiliki uang?"

Untuk apa Nic melakukannya? Nic tidak menyangka pertanyaan itu akan diajukan padanya. Ia melakukannya karena kelaparan tentu saja, tapi sepertinya itu adalah jawaban yang terlalu klise dan Daniel bisa saja menganggapnya bertujuan menarik simpati. Nic tidak sudi dikasihani. Lagipula jika ia jujur, mungkin saja Daniel akan bertanya lebih lanjut dan mengetahui bahwa sebelum ini Nic tinggal di rumah bordil.

"Aku ingin mengumpulkan uang...dalam jumlah besar."

"Kalau boleh tahu untuk apa kau memerlukan uang yang begitu banyak sehingga kau harus melakukan semua ini? Apa kau memiliki masalah berat seperti biaya rumah sakit yang harus kau tanggung?" tanya Daniel lagi.

Nic menggeleng, "Tidak ada hal segenting itu. Aku hanya ingin pergi ke suatu tempat," sahut Nic. Itu tidak terlalu jauh dari kenyataan. Rencana jangka panjang Nic memang ingin mengumpulkan uang untuk pergi ke Paris menemui Stevan.

"Tempat itu pastinya sangat jauh hingga kau memerlukan uang yang banyak."

Nic mengangguk tanpa memandang Daniel.

"Jadi apa hal penting yang ada di tempat itu sehingga kau perlu pergi kesana?"

"Apakah Anda perlu tahu hingga sedetil-detilnya?" rutuk Nic.

"Keluarga?"

"Aku tidak memiliki keluarga."

"Berarti dia adalah seorang teman. Entah pria atau wanita. Tapi sepertinya seorang teman terlalu tidak masuk akal jika membuatmu nekat melakukan ini. Jadi kemungkinan, dia lebih dari teman."

Kesimpulan itu tentu membuat Nic merasa malu. Daniel menebak semuanya dengan benar. Nic tidak tahu apakah wajahnya terlihat memerah saat ini atau tidak. Ia benci dengan kulit pucatnya yang selalu dengan cepat berubah warna.

"Tidak perlu dijelaskan. Wajahmu merona. Kau sangat menyedihkan, Miss Evelyn," Daniel berdecak dengan nada prihatin. "Kau adalah korban dari sesuatu yang bernama cinta dan dibutakan oleh hal itu."

"Apa pun yang kulakukan bukan urusan Anda, Pak Fernandez. Yang harus Anda putuskan sekarang adalah apakah Anda akan menerimaku bekerja di sini atau menyerahkanku pada pihak berwajib. Itu saja!" Nic menjawab dengan ketus.

Daniel menggeleng-geleng. "Menerimamu di sini sungguh merupakan keputusan yang tidak bijaksana untukku. Kau tidak sopan, dan juga memiliki jiwa kriminal."

Nic tidak menjawab lagi. Ia sudah menduga bahwa pria normal tidak mungkin akan menerima seorang pencuri. Memang apa yang bisa diharapkan Nic? Keajaiban?

"Tapi berhubung aku ingin uangku kembali, kuputuskan untuk menerimamu saja."

Nic mendongak tak percaya. "Anda...menerima saya?"

"Tapi aku takut kau akan kabur sebelum selesai melunasi..."

"Aku tidak mungkin meminta pekerjaan padamu jika ingin kabur, Pak Fernandez! Sudah kukatakan aku perlu uang!" sela Nic.

"Baiklah! Selamat kalau begitu, Miss Evelyn kau diterima bekerja."

Nic kembali kebingungan dan mengerjap-ngerjap. Semudah itu? "Anda percaya padaku?"

"Apa kau ingin aku mempertimbangkan ulang?"

"Tidak, tidak. Itu adalah keputusan yang adil," ujar Nic cepat-cepat. "Hanya saja aku tidak menyangka bahwa Anda akan menerimaku sebagai bagian dari tim penata musik tanpa melihat kemampuanku sebelumnya."

Daniel tersenyum. "Tidak usah terburu-buru merasa sungkan, Miss Evelyn. Lagipula aku menerimamu bukan sebagai penata musik, tapi sebagai office girl."

Office girl... office girl... office girl...

Nic terpaksa mencerna kata-kata itu sejenak sebelum berteriak, "OFFICE GIRL!" Ia merasa dipermainkan! Pria itu benar-benar sengaja membangunkan napsu membunuhnya.

"Itu pekerjaan yang halal. Tidak ada yang salah dengan pekerjaan itu. Kau juga akan digaji." Daniel mengedikkan bahu dengan santai.

"Aku tidak melamar sebagai tukang bersih-bersih!" bentak Nic.

"Well, tidak masalah kalau kau menolak. Itu berarti kau lebih memilih kantor poli..."

"Kapan aku bisa mulai bekerja, Pak Fernandez?" sela Nic sambil berdiri seketika dan menggertakkan gigi.

Daniel memasukkan kembali ponselnya yang tadi sempat ia keluarkan dan tersenyum.

"Besok pukul tujuh pagi."

"Boleh aku pulang sekarang kalau begitu?"

"Setelah kau menandatangani kontrak dan surat hutangmu, Miss Evelyn. Tunggulah di tempat duduk depan ruangan ini. Aku akan menyuruh seseorang membuatkannya untukmu," Daniel mengambil interkom di mejanya. "Omong-omong berapa sih jumlah uang di dompetku malam itu?"

Nic heran Daniel bisa menanyakannya dengan santai. Pria itu bahkan tidak ingat isi dompetnya sendiri.

"Aku bisa saja berbohong," tandas Nic.

"Katakan saja."

"Tiga juta dua ratus," sahut Nic pasrah. Terpaksa ia jujur karena takut. Besok ia harus mulai belajar cara berdusta yang baik.

"Kalau kau bersikap manis sebenarnya aku bisa memberikanmu diskon."

Pria itu memang sudah gila. Nic tidak menggubrisnya dan melangkah menuju pintu keluar.

"Jangan coba-coba kabur."

"Tidak akan!" bentak Nic tanpa menoleh.

"Kau lupa berterima kasih padaku..." ujar Daniel lagi dengan suara menggoda.

Nic melenggang cepat-cepat keluar ruangan. Pura-pura tidak mendengar.

***

Daniel mengawasi wanita yang bernama Evelyn itu melangkah keluar hingga tak terlihat lagi di balik pintu ruangannya. Ia sebenarnya bukan orang yang perhitungan, tapi membuat marah pencuri kecil itu benar-benar sebuah godaan bagi Daniel. Dunia Daniel sangat membosankan dan entah sejak kapan memancing kemarahan orang lain menjadi hobinya.

Sebenarnya jika Evelyn hanya bermata hijau, Daniel mungkin masih ragu-ragu menuduh Evelyn yang mencopetnya. Salah sendiri Evelyn memiliki aroma antiseptik sehingga Daniel langsung tahu. Selera wewangian gadis itu sungguh aneh.

Penampilan Evelyn biasa-biasa saja dan Daniel tidak tertarik secara fisik dengan gadis itu. Tubuh Evelyn tidak terlalu tinggi dan kurang berisi, bukan termasuk tipe kesukaannya. Meski Evelyn lumayan cantik tapi tentu saja sangat jauh jika dibandingkan dengan kecantikan para artis yang biasa berkeliaran di sekitar Daniel. Attitude gadis itu juga tidak terlalu baik. Sepertinya memang tidak memiliki prospek untuk berkarir seperti para artis yang berada di manajemennya.

Tapi Daniel tidak pernah meremehkan seseorang sehingga selalu mencoba melihat prospek ke depan dari setiap orang yang ia temui. Banyak artis yang awalnya biasa-biasa saja namun sekarang menjadi populer karena Daniel telah menduganya sejak awal. Memang Evelyn tidak melamar sebagai artis di tempat itu, tapi Daniel hanya iseng mencoba.

Hanya saja yang terjadi setelahnya tidak ia mengerti...

Saat ia mencoba membaca Evelyn, tidak ada satu bayangan pun yang terbentuk meski Daniel telah mencoba berkali-kali dan mengulangnya. Ini pertama kali dalam hidupnya ia gagal membaca seseorang. Ada apa dengannya?

***

🌸🌸🌸

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top