Part 39 - War Zone 1
Blame ~ Calvin Harris ft John Newman
===============================
"Pak, anda ingin pergi?"
Sekretaris Daniel tiba-tiba mengejarnya saat ia baru keluar ruangan dan akan memasuki lift. Rencananya Daniel akan bertemu langsung dengan detektif yang disewanya itu dan ikut menyelidiki hilangnya Evelyn~atau siapapun dia, karena Daniel tidak tahu nama aslinya~ke klub tempat terakhir Evelyn menghilang.
"Ya, aku ada keperluan penting." jawab Daniel singkat.
"Tapi pengacara kakek anda serta yang lain sudah menunggu di ruang meeting untuk penandatanganan perpindahan Faye, Pak. Saya hanya ingin mengingatkan." ucap sekretaris itu.
"Aku harus ikut serta? Bukankah sudah ada yang lain?" sahut Daniel dengan agak geram. Entah kenapa urusan Faye tidak terlalu penting lagi baginya sekarang.
"Pengacara itu ingin bertemu dengan anda karena ada yang ingin disampaikannya."
Daniel memijat pelipisnya. "Baiklah! Tapi aku tidak bisa berlama-lama!"
"Tentu, Pak." sahut sekretarisnya kebingungan.
Daniel mengikuti sekretarisnya menuju ruang meeting. Sudah banyak orang yang berkumpul di sana. Daniel tidak habis pikir untuk apa pengacara itu perlu menghadirkan dirinya padahal selama ini semua urusan perusahaannya sudah diwakili oleh orang-orang di sana.
"Setelah ini selesai, telepon HRD dan katakan pada mereka untuk menyuruh detektif yang kusewa kemarin datang kemari." perintahnya.
"Baik, Pak. Ada lagi?"
"Tidak. Kabarkan saja padaku jika sudah kaulakukan."
Daniel berjabat tangan dengan pengacara kakeknya. Pengacara itu tersenyum menyambut Daniel.
"Apa acara penandatanganan ini sudah selesai?" tanya Daniel blak-blakan.
"Sudah. Semua sudah selesai dengan lancar, Pak." ucap pengacara itu.
"Baguslah kalau begitu."
"Saya pikir anda pasti sangat senang atas keputusan kakek anda ini."
"Tentu saja. Semua disini senang." sahut Daniel seadanya. Ia tidak bisa fokus lagi pada apa yang mereka bicarakan. Yang ia inginkan hanya secepatnya pergi dari acara tersebut.
"Yang mengejutkan, Bapak Wirawan Wiraatmaja bahkan membebaskan kita dari denda kontrak Faye." timpal CEO yang berdiri di sebelah sang pengacara.
"Benarkah?" Daniel mengerutkan kening. Ia agak sedikit terkejut mendengar berita baru itu. Kakeknya pasti sedang senang. "Kakekku memang penuh kejutan."
"Benar. Dan ia menitipkan ini pada anda, Pak," Pengacara itu menyerahkan sebuah kotak kayu yang terbungkus pita. "Karena inilah aku ingin bertemu anda. Kata Pak Wirawan ini hadiah untuk cucunya tersayang."
Daniel menerima kotak itu dengan kebingungan. Ia menimang-nimangnya sejenak sebelum berujar, "Baiklah. Nanti akan kubuka. Titipkan saja ucapan terimakasihku padanya."
"Pak Wirawan juga berpesan agar anda benar-benar membukanya. Karena apa yang anda cari, jawabannya ada di kotak itu." Pengacara itu menambahkan.
Jawaban dari apa yang ia cari? Sejak kapan kakeknya mulai suka bermain teka-teki seperti Dumbledore yang tidak langsung mengungkapkan sesuatu dengan terang-terangan pada Harry Potter?
Daniel menarik pita yang diikat dengan simpul hidup itu dan membuka kotak.
Persis seperti apa yang diucapkan pengacara tadi. Isi kotak itu sudah menjelaskan segalanya.
"Pak, aku sudah menelepon HRD sesuai dengan perintah anda." sekretarisnya muncul dan berbisik di samping Daniel.
Daniel tersenyum pada kotak di tangannya. "Telepon lagi mereka dan bilang aku membatalkan perintahku tadi. Aku sudah menemukan apa yang kucari."
❄❄❄
Everyone wants happiness
No one wants pain
But you can't have a rainbow
Without the rain
____anonim____
❄❄❄
Kembali pada dua hari sebelumnya di malam saat Nic bertemu dengan dua orang anak buah Raina...
"Arggghh!!"
Pria yang membekap Nic berteriak. Nic berhasil menggigit tangan pria itu sehingga pegangannya terlepas. Ia harus melawan sekuat tenaga agar mereka tidak berhasil membawanya. Kalau perlu ia akan melakukan bunuh diri sebelum mereka bisa mempertemukannya dengan Raina.
"TOLONG!! TOLONG....hmmmph....!!" jeritan Nic teredam karena mereka berhasil menangkapnya lagi.
"Perempuan sialan! Jika kau diam sebenarnya kau bisa sampai tanpa luka apapun, tapi karena kau menyulitkan, terpaksa kami harus membuatmu pingsan!" Pria yang tidak memegang Nic mengangkat kepalan tangannya dan akan melayangkan pukulan ke arah Nic. Nic mengerang dan menutup mata menunggu rasa sakit yang pasti akan datang.
BUKKK!!
Itu suara pukulan. Tapi Nic tidak merasakan sakit.
Ia membuka mata dalam posisi masih dibekap salah satu pria tadi. Pria yang hendak memukulnya sudah terkapar di depan kaki Nic. Seseorang menumbangkannya dalam sekali pukul. Nic mendongak untuk melihat siapa yang melakukannya. Ternyata Dilan.
"Lepaskan Evelyn!" Dilan mengacungkan tangannya yang memegang kunci inggris pada pria yang membekap Nic.
"Siapa yang kaubicarakan?! Nama gadis ini Nic. Ia adalah salah satu pelacur kami yang kabur dari penampungan!" pria yang memegangi Nic membentak sambil mundur pelan-pelan menjauhi Dilan.
"Kalian salah orang. Dia temanku Evelyn. Dan kubilang lepaskan dia!" Dilan ikut maju mendekat tanpa melepaskan pandangan darinya.
Nic dapat merasakan pria yang memegangnya mulai gemetar.
"Berarti dia berbohong padamu! Tanya saja sendiri padanya!" Pria itu mendadak mendorong Nic hingga ia terjerembab ke tubuh Dilan. Untung Dilan sempat menangkapnya tanpa kehilangan kewaspadaan. Nic belum bisa merasa lega sepenuhnya. Bisa saja sekarang Dilan yang celaka karena telah menyelamatkan Nic.
Pria preman tadi ternyata tidak menyerang Dilan, tapi menghampiri temannya yang pingsan. Dilan tidak mencegah tapi ia tetap mengacungkan kunci inggrisnya pada mereka sambil menempatkan Nic ke belakang tubuhnya.
"Kau tidak tahu siapa yang kaulawan!" teriak preman itu sambil membopong temannya dan kabur.
Setelah mereka menghilang, Dilan baru menurunkan senjatanya. Bahunya langsung terkulai lemas. Nic dapat mendengar helaan napas Dilan dan dirinya untuk beberapa saat. "Untung saja mereka pergi," Dilan berseru lega. "Apa mereka melukaimu?" Ia menatap Nic dengan raut khawatir.
Nic menggeleng-geleng. Jantungnya masih berdegup kencang karena pengaruh adrenalinnya yang belum reda. Ia bahkan tidak bisa merasakan pijakannya sendiri. "Kau...datang tepat pada waktunya." ucap Nic terbata-bata.
"Yang kutakutkan tadi mereka membawa senjata tajam atau mungkin senjata api. Kita masih beruntung hari ini."
Beruntung...hari ini...
Nic ingat pria preman tadi mengatakan Dilan tidak tahu siapa yang dilawannya. Itu berarti kemungkinan besar mereka akan kembali.
"Dilan...kita harus pergi dari tempat ini sekarang! Secepat mungkin!"
***
Beberapa menit kemudian Nic sudah ada dalam mobil Dilan menuju perjalanan entah kemana. Setelah kejadian tadi, Nic langsung meringkas semua pakaian dan barang-barang miliknya yang tidak seberapa ke dalam mobil Dilan. Ia juga sempat membersihkan diri secepat kilat setelah disentuh oleh pria-pria tadi. Sekadarnya saja agar ia tidak terlalu memikirkan kehigienisannya yang tidak penting itu.
Nic tidak bisa kembali ke sana lagi. Raina sudah menemukan tempat itu.
"Pak Warno siang tadi menceritakan apa yang terjadi padamu di kantor lewat telepon," Dilan memulai pembicaraan setelah keheningan yang terjadi selama beberapa saat. "Aku menghubungimu berkali-kali tapi tidak tersambung. Kupikir ada apa-apa jadi aku menyusulmu ke kos."
Nic menyandarkan kepala pada kursi. Ia merasa amat lelah setelah semua yang terjadi. "Terimakasih, Dilan. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika tidak ada dirimu."
"Evelyn...siapa mereka?"
Nic sudah menduga Dilan akan mengutarakan pertanyaan itu. Jika pria tadi hanya preman biasa, tidak mungkin Nic meninggalkan kosnya.
"Namaku memang Nic seperti yang mereka katakan,"
"Apa?" Dilan menoleh karena terkejut tapi ia kembali memusatkan pandangan pada jalan.
"Namaku Nicole...bukan Evelyn." ungkap Nic.
"Nicole...namamu Nicole. bukan?" Dilan memastikan lagi.
"Benar." Nic mengiakan.
"Sejak dulu aku selalu menunggumu menceritakan sendiri apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tidak sekarang! Aku sudah terlibat dengan ini semua. Ceritakan padaku sebenarnya siapa mereka dan kenapa mereka mengejarmu! Lalu kenapa kau harus merubah namamu sendiri! Beritahu semua padaku, Nicole. Sekarang!"
Sebenarnya Nic tidak ingin bercerita. Tapi memang benar ia sudah melibatkan Dilan di dalamnya. Nic juga sudah pasrah dan tidak bisa menanggung semuanya sendiri lagi. Akhirnya ia mengungkapkan semua pada Dilan mulai dari tinggalnya ia di rumah bordil hingga keterikatannya pada Daniel.
"Sekarang apa rencanamu untuk selanjutnya? Aku ingin tahu."
"Aku hanya perlu tempat untuk tidur malam ini. Setelah itu besok aku akan mencari kos baru."
"Aku akan mencarikanmu tempat yang dekat dengan tempat tinggalku. Terlalu berbahaya bagimu untuk tinggal sendiri."
"Aku harus tinggal sendiri, Dilan. Orang yang kulibatkan dalam masalahku ini pasti akan celaka. Kau tidak mendengar apa ancaman mereka tadi?"
Dilan mengangguk-angguk. "Mereka mengatakan aku tidak tahu siapa yang kulawan. So, what? Mereka tidak tahu siapa diriku juga. Bagaimana mereka akan mencariku?"
"Buktinya mereka menemukanku!" seru Nic."Dengar, Dilan. Kau tidak tahu siapa Raina. Ia tidak bekerja sendiri, tapi berkelompok membentuk komplotan. Mereka semacam jaringan besar kejahatan. Orang-orang biasa seperti kita tidak akan sanggup menghadapi kekuatan mereka. Maka dari itu aku harus hidup sendiri."
"Tidak. Kau sudah jelas tidak boleh tinggal sendiri. Begini saja. Aku yang akan mencarikan tempat dimana kau akan tinggal nanti. Untuk malam ini kau tidur di asrama saja. Di sana penjagaannya lebih ketat dibanding perumahan elit sekalipun."
"Asrama?"
"Asrama khusus untuk trainer, para calon artis," jelas Dilan. "Kau bukan calon artis tapi atasanku pasti mengizinkan kau menginap disana untuk sementara dalam situasi seperti ini."
***
"Dilan, untuk apa kita kemari?"
Nic kebingungan karena mobil Dilan berhenti di sebuah klub.
"Sebenarnya aku mencarimu bukan tidak ada alasan," Dilan mematikan mesin mobilnya. "Kudengar kau kecewa karena gagal menjadi tim penata musik, jadi aku ingin mengajakmu bermain musik di sini. Kau masih kuat untuk melihat atau ingin ke asrama sekarang?"
Sebenarnya Nic masih agak takut pada Dilan. Ia baru mengenal Dilan beberapa bulan saja dan tidak tahu apakah Dilan bukan orang jahat. Tapi hidupnya sejak dulu selalu dipenuhi ketidakpastian jadi ia akhirnya mengikuti. Dan kata-kata bermain musik sungguh membuatnya tertarik.
"Kurasa aku ingin melihat." putus Nic.
Dilan mengangguk lalu turun. Nic mengikuti Dilan sambil memperhatikan sekelilingnya. Dilan menyapa dua orang pria berbadan besar yang menjaga pintu klub sambil berujar pada mereka bahwa Nic adalah temannya. Begitu masuk, Nic sudah disambut oleh dinginnya AC bercampur dengan bau rokok samar-samar dan lagu Blame milik Calvin Harris yang mengalun keras. Lautan manusia yang sedang berdansa tampak di semacam aula besar bernuansa biru dihiasi kelap kelip lampu berwarna emas.
"Di sana aku dulu biasa manggung," Dilan menunjuk sebuah tempat yang agak tinggi di ujung aula di mana tampak seorang DJ yang sedang bermain. "Sekarang sesekali saja saat waktuku sedang senggang."
Nic tidak bisa berkata-kata karena masih takjub.
"Tapi bukan itu tujuanku mengajakmu kesini. Ayo ikut aku." Dilan menggamit lengannya dan mengajak Nic menaiki tangga dan menyusuri ruangan-ruangan kecil semacam ruang karaoke. Mereka terus berjalan hingga tiba di sebuah tempat semacam cafe yang tidak sebising tadi. Banyak meja dan kursi yang dipenuhi orang-orang yang duduk santai sambil melihat pertunjukan musik di depan mereka. Nic mengernyit mengamati sepasang wanita dan laki-laki yang bernyanyi dengan nada sumbang di panggung.
"Heran? Mereka memang bukan penyanyi tapi pengunjung," Dilan tertawa pelan. "Di sini siapa saja boleh bernyanyi dan tidak akan ada yang menyuruhmu turun meski suaramu mengerikan seperti itu."
Nic ikut tersenyum sekilas. Orang-orang yang bernyanyi itu kelihatan menikmati apa yang mereka lakukan. Mereka bernyanyi hingga selesai dan Nic ikut bertepuk tangan setelahnya bersama orang-orang yang duduk menonton.
"Kau bisa bernyanyi?" tanya Dilan.
"Bisa, tapi suaraku tidak sebagus..."
"Bagus kalau begitu. Ayo!" Dilan tiba-tiba menarik tangannya.
"Di...Dilan..." Nic merasa panik tapi ia tetap mengikuti.
"Temanku ingin bernyanyi." seru Dilan pada band yang duduk di atas panggung.
"Apa?!" pekik Nic.
"Tentu! Bawa dia naik!" sahut salah seorang yang memegang gitar.
Terdengar tepuk tangan dan sorakan orang-orang. Dilan kembali menuntunnya ke atas panggung. Nic melihat sekeliling dengan kikuk. Dilan menyuruhnya bernyanyi dengan dilihat oleh semua orang ini? Tapi Dilan sudah membawanya naik dan menolaknya hanya akan mempermalukan Dilan, jadi Nic menerima saja.
"Dilan, boleh aku memakai gitar sendiri?" pinta Nic. Setidaknya dengan adanya alat musik di tangan ia tidak perlu terus-menerus menatap penontonnya atau memikirkan pose tubuhnya sehingga tidak terlihat gugup.
Salah seorang diantara mereka menyerahkan gitar padanya setelah menyetem kunci yang diinginkan Nic.
Nic mencoba gitar itu sejenak dan mengangguk.
"Aku akan menontonmu dari sana," Dilan menunjuk sebuah meja. "Santai saja. Ini bukan konser." Ia menepuk-nepuk bahu Nic sebelum turun.
Nic duduk di kursi yang disediakan teman Dilan tadi dan mulai memainkan lagu Red milik Taylor Swift. Itu adalah lagu termudah yang bisa ia nyanyikan. Nadanya juga tidak terlalu tinggi.
https://youtu.be/bH5sLnmS9TU
❄❄❄
Loving him is like driving a new Maserati down a dead end street
Mencintainya seperti kendarai Maserati baru susuri jalan buntu
Faster than the wind
Lebih cepat daripada angin
Passionate as sin, ended so suddenly
Bergairah seperti dosa, berakhir teramat cepat
Loving him is like trying to change your mind
Mencintainya seperti mencoba mengubah pikiranmu
Once you're already flying through the free fall
Begitu kau tlah jatuhkan diri dalam terjun payung
Like the colors in autumn
Seperti warna-warni pada musim gugur
So bright just before they lose it all
Begitu terang sebelum semuanya hilang
Losing him was blue like I'd never known
Kehilangan dia terasa biru yang tak pernah kutahu
Missing him was dark grey all alone
Merindukannya terasa gelap kelabu
Forgetting him was like trying to know somebody you've never met
Melupakannya bak mencoba mengingat seseorang yang tak pernah kau jumpai
But loving him was red
Tapi mencintainya terasa merah
Loving him was red
Mencintainya terasa merah
***
Dan perasaan Nic terasa lebih baik seperti baru saja melepaskan beban berat yang ada di pundaknya selama ini.
🌸🌸🌸
Tutorial cara membuka part Wattpad Originals:
1. Buka Daniel and Nicolette bagian depan, lalu klik "beli cerita"
2. Klik "Buka aksss seluruh cerita"
3. Kalian tinggal pilih pilihan koinnya. Karena untuk membuka keseluruhan cerita ini kamu perlu 216 koin, aku sarankan kamu membeli 230 koin/ Rp 55.000
(untuk ios bisa berbeda jumlahnya)
4. Setelah klik pilihan, layar bawahmu akan muncul pembelian google play , kalau kamu biasa bayar pakai gopay, maka akan muncul seperti ini.
5. Selain gopay juga ada pilihan metode pembayaran lain seperti pulsa( sementara tersedia telkomsel, xl, axis) , kartu kredit, kartu debit/atm, serta membeli saldo google play di Alfamart.
6. Kalau sudah menentukan pilihan mau bayar pakai apa, klik beli.
7. Pembelian berhasil.
8. Kembali lagi ke halaman depan, klik "buka akses seluruh cerita"
9. Saldo koinmu di kiri atas akan berkurang.
10. Kalau sudah berhasil akan muncul buku terbuka.
11. Sudah berhasil
NB : KALAU TIDAK BISA DIBUKA, DIBIARKAN DULU BEBERAPA SAAT YA KARENA BEBERAPA AKUN PERLU PENYESUAIAN.
KALAU MASIH TIDAK BISA DIBUKA JUGA KALIAN BISA HUBUNGI SUPPORT WATTPAD.
Terimakasih,
MM
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top