Part 35 - Make The Boss Happy 2


"Apa Pak Budi tidak apa-apa?"

Daniel mendengar Evelyn bertanya. Ia melihat Budi yang terkapar sambil memeluk ember di buritan kapal. Mereka sudah berhenti di tengah laut yang tenang namun kapal masih sedikit bergoyang karena riak ombak.

"Tidak apa. Ia biasa seperti itu juga kuajak memancing." sahut Daniel.

"Ia terlihat...sakit." Evelyn baru saja akan mendekatinya tapi Daniel langsung mencegah.

"Jangan. Ia baru saja tertidur. Jika kau membangunkannya itu malah membuatnya menderita. Salah-salah ia mengamuk dan menceburkanmu ke laut."

Evelyn bergidik. "Benarkah? Tidak jadi kalau begitu."

"Iya, benar. Jangan pedulikan dia. Kemarilah," Daniel melambai-lambaikan tangan sehingga Evelyn mendekat padanya. Evelyn ikut berjongkok melihat sekotak umpan yang ia buka. "Pilih yang mana?"

Evelyn mengamati umpan itu mulai dari yang kecil abu-abu hingga yang berwarna-warni. "Yang ini, Pak." Ia langsung memilih umpan berwarna pink. "Kalau aku seekor ikan, aku pasti akan senang diberi umpan ini." Evelyn tersenyum sambil bertopang dagu.

"Benarkah?" Daniel mengernyit melihat umpan itu. Evelyn tersenyum semakin lebar sambil mengangguk-angguk dan ia jadi tercengang lagi karena senyum itu. "Itu alasan yang agak bodoh, tapi karena kau begitu yakin, baiklah. Ini pancingmu." Daniel cepat-cepat memberikan pancing dan umpan tadi pada Evelyn.

***

"Pak, ini sampanye anda." Evelyn menghampirinya dengan langkah riang sambil membawa sebotol sampanye dalam ember es lengkap dengan gelas bertangkai. Daniel sedang duduk di kursi yang memang ia sediakan untuk melihat pemandangan laut sambil mengawasi pancingnya yang ia biarkan di pegangan kapal. Budi juga ikut duduk di kursi lainnya masih memegang ember.

"Apa kita akan merayakan sesuatu?" Daniel kebingungan.

"Tidak...aku hanya ingin menyenangkan anda," Evelyn berhenti melangkah dan terlihat ragu-ragu. "Apa anda tidak...senang?"

"Aku senang, tapi..."

Keriangan kembali lagi ke wajah Evelyn. "Aku tahu anda pasti akan senang!" Ia langsung menaruh gelas di tangan Daniel lalu menuangkan sampanye itu untuknya hingga meluber.

"Evelyn, stop! Stop!" Sampanye itu tumpah-tumpah membasahi pangkuannya.

"Apa anda ingin menambah lagi?" tanya Evelyn.

"Sudah cukup!" Daniel meringis dan membuang sedikit sampanyenya ke dalam wadah es.

"Anda juga ingin, Pak?" Evelyn menawarkan Budi yang sejak tadi menatap mereka dengan takjub.

Budi hanya menggeleng.

"Yes!" Evelyn menaruh sampanye itu kembali ke wadah es.

"Sejak kapan Wednesday Addams berubah seriang itu?" tanya Budi.

"Entahlah. Hari ini dia agak aneh." jawab Daniel.

Ketiga pancing mereka masih terlihat adem ayem di pegangan kapal. Sudah tiga jam berlalu dan tidak ada satupun tanda-tanda umpan mereka dimakan ikan.

"Acara memancing ini terlalu santai, Niel," komentar Budi. "Ini kegiatan yang tidak bermanfaat."

"Kita tidak sedang mengikuti kejuaraan memancing, Bud."

"Pantas saja kita tidak pernah mendapatkan ikan."

Daniel langsung terbangun dari tempat duduknya. "Hei, Evelyn. Kau bilang sering memancing di sungai. Apa kau pernah mendapat ikan?"

"Tidak secara langsung, Pak. Stevan yang membantuku."

"Lalu apa yang sedang kaulakukan ini?" Daniel mengamati Evelyn melemparkan umpannya ke tempat yang jauh lalu menariknya kembali berulang-ulang.

"Iseng saja. Aku mengamati cara ini di salah satu acara televisi. Di sana banyak burung berkeliaran," Evelyn menunjuk laut di sebelah kiri mereka. "Acara yang kutonton waktu itu menjelaskan tempat seperti itu banyak ikan."

"Kau suka menonton acara pria semacam itu?" tanya Budi antusias. Ia akhirnya ikut terlibat dengan percakapan itu.

Evelyn menoleh pada Budi dan mengangguk.

"Aku tidak pernah menontonnya. Kau pernah menontonnya, Bud? Memangnya stasiun televisi bodoh mana yang menayangkan acara semacam itu?" tanya Daniel.

"Acara itu ada di salah satu channel milikmu, Niel." gerutu Budi.

"Benarkah? Berarti itu acara yang berkualitas," Daniel tertawa. Akhirnya ia menuju ke pancingnya sendiri dan melakukan cara yang sama seperti Evelyn lakukan. "Omong-omong ada cara lain lagi yang mereka pakai untuk mendapatkan ikan?"

"Mereka memasang pancing...atau semacamnya di belakang kapal yang sudah berisi umpan mati. Jadi saat mendapat ikan mereka tinggal menariknya." jelas Budi.

"Ide yang buruk," Daniel menggeleng. "Kapal yachtku ini bukan kapal penangkap ikan. Bisa-bisa kita semua tenggelam jika mendapat ikan besar."

"Mungkin saja," gumam Budi. "Oh, iya. Ada lagi yang memakai sabuk yang melekat dengan alat pancing." lanjut Budi.

"Terlalu berisiko juga. Bisa-bisa aku terseret ikan besar dan tidak bisa melepaskan diri jika memakai benda semacam itu. Memancing seperti ini memang paling aman." jawabnya bangga.

"Kau takut terseret ikan besar tapi tidak takut saat bungee jumping, menyelam, sky diving, dan kegiatan brengsek lainnya itu?"

"Segala yang kulakukan sudah berdasarkan perhitungan. Kalau aku merasa itu di luar kemampuanku maka tidak akan kulakukan," Daniel menepuk-nepuk bahu Budi. "Lagipula hanya aku satu-satunya keluarga yang masih dimiliki oleh kakek biadabku. Makanya aku harus menjaga diri."

"Yang benar saja. Kau tidak akan menikah. Keluargamu akan punah. Sebaiknya kau ceburkan diri saja ke laut sekarang agar lebih cepat terjadi. Jangan mengulur waktu lagi."

"Itu terlalu sadis."

"Itu kenyataan."

"Kau ingat aku pernah berkomentar sesuatu pada Sean saat aku menggoda Valeria yang sedang hamil?"

"Ya. Ya. Kau mengatakan akan mencari wanita yang akan mau melahirkan anakmu tanpa perlu kaunikahi."

"Kau benar dan aku ingin minta pendapatmu tentang hal itu, Bud. Mana yang terdengar lebih baik, aku membayar seorang wanita untuk menikah dan memiliki anak denganku atau ide pertama tadi?"

"Brengsek! Pertanyaan macam apa itu?!" Budi menggertakkan gigi.

"Aku serius meminta saran."

"Di sini ada wanita, Niel," Budi memberikan kode padanya dengan melirikkan mata ke arah Evelyn.

Daniel melihat Evelyn masih sibuk melempar pancingnya. "Tidak apa-apa. Evelyn sudah tahu semua kebejatanku. Benar bukan, Ev?" teriak Daniel.

"Iya, Pak!" Evelyn mengacungkan jempolnya. "Aku selalu mendukung anda."

Budi melihat hal itu. Ia kembali berbalik menghadap Daniel dengan tercengang.

"See? Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

"Sepertinya ada ikan yang memakan umpanku!" teriak Evelyn dengan riang.

"Benarkah?"

"Iya, tapi agak be..."

Belum selesai mengucapkannya, Evelyn terkesiap karena terjungkal ke belakang dan terseret ikan itu di sepanjang sisi kapal.

"Evelyn! Lepaskan pancingmu!" Daniel mengejar Evelyn diikuti Budi. Tubuh Evelyn menabrak semua benda dan kursi yang ia lewati tapi wanita itu tidak kunjung melepaskan pegangannya pada joran seperti perintah Daniel.

"Evelyn!"

"Aku bisa melakukannya, Pak." satu tangan Evelyn berhasil menangkap tiang pegangan kapal dan satu lagi tetap menahan pancingnya. Jika Evelyn melepas pegangannya di kapal, maka dia akan jatuh ke air.

"Kau tidak bisa! Lepaskan pancing sialan itu!"

Evelyn tetap bersikeras menahan ikannya. Tepat saat cengkeraman Evelyn pada tiang kapal terlepas, Daniel berhasil menangkap pinggangnya dan menarik tubuh Evelyn sekuat tenaga hingga ikan yang tersangkut di umpan itu muncul dari air dan terlempar membentuk gerak parabola di atas mereka.

Daniel terjatuh dengan punggung mendarat di lantai kapal terlebih dulu dan Evelyn di atasnya. Untung saja kepalanya tidak terbentur sesuatu. Jika sampai itu terjadi bisa-bisa ia benar terkena gegar otak atau kepala bocor seperti gurauannya saat bermain golf kemarin.

"Kalian bantu aku membunuh ikan ini!" kali ini giliran Budi yang berteriak panik. Daniel menengadah dan melihat secara terbalik, ikan tadi masih menggelepar di lantai kapal sementara Budi memukulnya takut-takut dengan kursi.

"Kita berhasil, Pak."

Daniel menoleh ke arah semula dan mendapati Evelyn tersenyum...sialnya senyuman itu lagi. Dan itu terjadi saat wanita itu masih di atas tubuhnya. Perasaan aneh dan mengganggu itu kembali datang. Biasanya jika ada wanita di atas tubuhnya Daniel akan memikirkan hal-hal kotor. Tapi ini berbeda. Ia tidak tahu perasaan apa itu.

"Seharusnya kau lepaskan pancing itu daripada membahayakan nyawa." cetus Daniel.

Evelyn menatapnya tercengang. "Apa anda...orang yang sama yang mengajakku sky diving kemarin?"

"Ya, aku orang yang sama. Tapi situasi tadi berbeda. Aku tidak dalam kondisi dan peralatan lengkap untuk menyelamatkan orang yang terseret ikan. Untuk apa kau nekat melakukan hal tadi?"

"Aku melakukannya agar anda senang, Pak. Anda berhasil menangkap ikan itu, bukan?"

"Kau yang menangkapnya. Bukan aku."

"Tidak, Pak. Kalau anda tidak menarikku, ikan itu pasti sudah lepas." Evelyn kembali memasang senyumnya. Daniel tidak tahan lagi.

"Evelyn! Berhenti tersenyum!"

Evelyn seketika menuruti perintahnya.

"Apa anda tidak suka?"

"Soal itu aku ingin bertanya padamu."

"Soal apa, Pak?"

"Membuatku senang. Apa tujuanmu melakukan semua ini?"

"Apakah anda juga tidak suka itu?"

"Ini semua terlalu mendadak. Kau tidak mungkin melakukannya tanpa tujuan khusus." jelas Daniel.

Evelyn terdiam sejenak menatapnya sebelum menjawab, "Itu...karena anda yang menyuruhku."

Daniel menaikkan alis. "Aku? Menyuruhmu?"

Evelyn mengangguk-angguk. "Saat di lift...anda mengatakan bahwa anda akan memberi kesempatan padaku untuk menjadi tim penata musik asalkan aku bersikap baik."

Daniel mengingat-ingat. Ia sepertinya memang pernah mengucapkan itu pada Evelyn meski samar-samar, berbeda dengan Evelyn yang ternyata mengingat dengan jelas semuanya. Apa waktu itu ia berjanji pada Evelyn? Semoga saja tidak.

"Aku mengatakan itu ya?"

Evelyn mengangguk-angguk lagi. "Kata-kata itu selalu kuingat karena sangat berarti bagiku."

Sebenarnya Daniel lupa. Itu terkesan jahat tapi ia juga agak sedikit kesal karena Evelyn ternyata tidak tulus melakukan hal-hal manis itu padanya. Yang dipikirkan Evelyn hanyalah obsesi untuk menjadi tim penata musik. Luar biasa. Daniel tidak menyangka dirinya bisa kesal juga padahal selama ini hidupnya begitu santai.

"Hei, bantu aku, sialan. Kenapa kalian malah asyik di sana?" teriakan Budi kembali terdengar.

"Aku bantu! Aku bantu!" Evelyn menyingkir dari atas tubuhnya meninggalkan Daniel yang masih berpikir.

***

"Aku melihat ini kemarin." Evelyn menyodorkan ponselnya saat Daniel sedang berdiri di sisi kapal. Ikan tadi sudah berhasil mereka tangkap dan mereka juga sudah melakukan acara foto bersama si ikan.

Daniel melihatnya ponsel itu sekilas dan ia tidak perlu lama-lama memperhatikan untuk tahu bahwa itu adalah brosur pencarian bakat yang memang diadakan oleh divisi casting director untuk mencari pesaing Faye Ionika.

Ia mendongak dari brosur itu dan menemukan Evelyn menatapnya penuh harap.

"Aku ingin mengikutinya."

Daniel tidak tahu harus menjawab apa. Ia menatap wanita di depannya itu dalam diam. Evelyn juga tidak berkedip seakan menunggu jawabannya. Setelahnya Daniel tertawa pelan.

"Kau tidak tahu. Pencarian itu dilakukan untuk mencari pesaing Faye Ionika. Kau tahu Faye?"

Evelyn merasa takjub sejenak lalu mengangguk-angguk.

"Kau sudah tahu kemampuannya kalau begitu. Jadi tidak ada yang perlu kujelaskan lagi." Daniel berbalik meninggalkan Evelyn.

"Tunggu, Pak," Evelyn ternyata mengikutinya di belakang. "Aku tahu kemampuan Faye dan aku berani mengatakan aku bisa melebihinya."

"What?" Daniel berhenti dan berbalik lagi. "Kau melebihi Faye?"

Evelyn mengangguk-angguk lagi. "Iya. Setidaknya dalam hal musik. Aku bukan ingin menjadi artis, tapi aku bisa menciptakan lagu untuk artis anda sehingga bisa mengalahkan Faye."

Daniel tertawa pelan lagi. Memang selama ini ia tidak tahu kemampuan Evelyn, tapi sulit untuk mempercayai wanita yang dikenalnya pemarah sekaligus cengeng itu bisa mengalahkan wanita sekelas Faye. Perbandingannya terlalu jauh. Bagaikan langit dan bumi. Hampir semua keluarga Faye berkecimpung di permusikan. Ayahnya memiliki orkestra, sedangkan ibunya seorang penyanyi terkenal. Dan tentu saja mereka tidak main-main dalam hal memberikan pendidikan musik pada anaknya itu. Sedangkan Evelyn...Daniel bahkan tidak tahu asal-usul wanita itu. Dan biasanya seorang amatiran yang belum berpengalaman memang terkadang memiliki rasa percaya diri berlebihan karena belum mengenal apa yang mereka hadapi.

"Evelyn..."

"Kumohon, Pak. Berikan aku kesempatan itu. Anda tidak akan kecewa." Evelyn menangkupkan tangan dan berjinjit-jinjit.

"Bagaimana, ya..."

"Please...please...Pak. Kalau anda tidak memberiku pekerjaan itu setidaknya berikan waktu padaku."

"Waktu?"

"Semacam percobaan. Setahun saja. Setelah itu jika kepala music director tidak puas dengan hasil kerjaku, aku akan menyerah dan berhenti menuntut anda."

Sebenarnya Daniel tidak ingin memberikan kesempatan itu pada Evelyn. Evelyn begitu yakin meskipun keyakinan itu agak bodoh seperti saat wanita itu memilih umpan berwarna pink. Tapi mungkin keyakinan kuat itu yang menyebabkan ia berhasil meraih keinginannya, bukan umpan berwarna pink itu. Tidak ada ruginya juga bagi Daniel memberinya sedikit tempat di bagian penataan musik.

"Tiga bulan, Evelyn."

"Itu terlalu singkat untuk sebuah proses, Pak. Sembilan bulan." tawarnya.

"Empat."

"Delapan."

"Enam bulan atau tidak sama sekali." Daniel berbalik agar acara tawar menawar itu tidak berlanjut.

"Baiklah, enam bulan. Terimakasih, Pak." Evelyn memeluknya dari belakang. Kejadian itu begitu cepat sehingga Daniel terkejut dan tidak bisa mengantisipasi efek yang terjadi. Punggungnya menegang karena sentuhan ringan itu hingga ia terpaksa menumpukan tangan pada pegangan kapal. Untung saja Evelyn hanya melakukan hal itu sebentar lalu melepaskannya. Ia melompat-lompat riang sambil bersiul-siul meninggalkan Daniel.

Daniel mengelus dada karena lega. Sebenarnya apa yang terjadi padanya?!

Ponselnya yang berbunyi membuat Daniel bisa mengalihkan pikiran sejenak. Ia mengambil ponselnya dan merasakan kebingungan yang luar biasa kembali melihat nama yang tertera di layar ponsel.

***

Ada yang bisa menebak siapa yang menelepon Daniel?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top