Part 32 - Gambling 1

"Faye Ionika. Artis multitalenta ini baru memulai debut singlenya beberapa waktu lalu dan ia berhasil merajai chart."

Daniel memperhatikan layar LED sembilan puluh inch yang memperlihatkan foto seorang wanita cantik bermata besar dan berambut hitam panjang. Ia sedang mengikuti meeting bulanan para eksekutif di perusahaannya. Sebenarnya Daniel tidak perlu mengikuti meeting semacam itu karena ia sudah mempekerjakan CEO dan juga sudah ada dewan komisaris yang bergerak tanpa perlu campur tangan Daniel. Tapi ia bersaing dengan perusahaan kakeknya sehingga Daniel terpaksa untuk mengikuti karena ingin tahu.

Faye Ionika adalah artis yang berada di bawah managemen kakeknya. Daniel ingat ia yang menyarankan untuk memilih wanita itu saat penyeleksian karena ia bisa melihat kesuksesan wanita itu di masa depan. Dan itu memang benar terjadi. Hanya saja hal itu kini menjadi bumerang karena Faye Ionika membuatnya kalah dari kakek kesayangannya itu.

"Faye cantik, muda dan berbakat. Keberuntungan juga berpihak padanya. Kudengar usianya baru dua puluh dua tahun. Di usia semuda itu ia juga pernah menjadi music director untuk film." ujar salah seorang tim eksekutif.

"Kita harus mencari seseorang yang bisa melebihi Faye...atau setidaknya setara dengan kemampuan wanita itu."

"Artis-artis kita belum ada yang pernah mengalami pencapaian seperti Faye."

"Berarti tugas casting director untuk mengadakan pencarian." ucap CEO yang duduk di sebelah Daniel.

"Kabarkan padaku tanggalnya. Aku ingin melihat." sela Daniel. Semua anggota meeting menoleh padanya. Mereka sudah tahu bahwa siapapun yang dipilih Daniel pasti selalu sukses menjadi bintang bersinar karena Daniel terkenal memiliki golden eye.

"Baik, Pak." sahut CEOnya.

"Lalu bagaimana laporan dari production house..."

Meeting kembali berlanjut membahas hal lain. Daniel setengah mendengarkan setengah tidak. Membicarakan hal tadi membuatnya teringat pada seleksi casting yang terakhir Daniel ikuti di mana ia menemukan Evelyn si pencopet.

Sudah seminggu ia tidak bertemu Evelyn. Daniel sengaja menjauh dari wanita itu untuk sementara karena ia menemukan sesuatu yang mengganggu terakhir kali mereka bertemu. Evelyn tersenyum untuk yang pertama kali padanya dan ia seketika berhenti bernapas saat itu. Itu senyum yang memukau meski setelahnya ia merasakan hal yang mengerikan tumbuh dalam benaknya. Bukan mengerikan secara harafiah, tetapi lebih kepada perubahan besar yang akan mempengaruhinya di waktu mendatang. Insting Daniel yang tajam memperingatkan bahwa wanita itu berbahaya. Dan sekarang ia sulit percaya bagaimana instingnya bisa sekonyol itu? Evelyn, wanita kecil cengeng itu berbahaya untuknya? Yang benar saja.

Tapi Evelyn sangat terobsesi untuk bekerja sebagai penata musik sejak dulu. Hanya saja Daniel tidak pernah melihat kemampuannya secara langsung.

Apa mungkin...

***

"Evelyn, menurutmu mana yang lebih cocok untukku?"

Nic dihadapkan pada Miranda yang sedang memegang dua buah bikini. Keduanya berwarna hitam dan...irit bahan. Miranda benar-benar mewujudkan perkataannya tentang ia akan mengajak Nic berbelanja.

"Kurasa kedua bikini itu sama saja, Miss Miranda."

Miranda langsung melotot padanya. "Ev!!" Ia mengambil langkah lebar-lebar menghampiri Nic. "Ini lingerie, bukan bikini! Jangan-jangan kau tidak tahu perbedaan dari kedua benda ini?"

Nic mengamati lekat-lekat lingerie yang disodorkan oleh Miranda. Ia tahu kedua benda itu berbeda nama dan fungsi. Dua tahun tinggal di rumah bordil tentu saja membuat Nic banyak tahu tentang dunia orang dewasa. Hanya saja Nic malas menyebutnya lingerie. "Untuk apa anda membeli lingerie? Belilah yang sesuai dengan umur..."

Baru saja Nic akan memilihkan bikini bermotif Upin Ipin, Miranda sudah merampasnya lalu membanting bikini itu lagi di rak. "Kau tidak mengerti, Ev. Aku membeli lingerie ini untuk persiapanku nanti."

"Anda ingin tidur dengan laki-laki?"

"Sembarangan! Aku masih perawan," desis Miranda. "Ini nanti akan kupakai untuk Daniel saat malam pertama pernikahan kami."

Yah...alasan apalagi kalau bukan Daniel? Karena Miranda membicarakan Daniel, Nic jadi ingat lagi dengan pria itu. Sudah seminggu Daniel tidak menghubungi ataupun memberikan tugas padanya. Terakhir kali melihat pria itu pun saat mereka berpisah di lift. Ia pulang ke rumah dengan mobil Daniel yang dikendarai sopir tapi Daniel tidak ikut seperti yang biasa dilakukannya. Nic jadi khawatir ia melakukan sesuatu yang salah, padahal mereka sebelumnya sangat akrab...

Tidak. Tidak. Tidak...seharusnya Nic senang terbebas dari Daniel, bukannya bertingkah seperti kehilangan sahabat karib. Ya, ia terbebas dari Daniel. Nic mengepalkan tangan dan menatap langit-langit. Ia patut bersyukur.

"Miss Miranda, kenapa anda menyia-nyiakan hidup dengan mengejar Pak Daniel? Anda masih muda dan cantik. Pasti banyak laki-laki yang mengharapkan cinta anda." tanya Nic ingin tahu.

Miranda menoleh padanya. "Sebenarnya itu pertanyaan yang agak pribadi, Evelyn. Tapi karena kau mengatakan aku cantik aku bersedia menjawab pertanyaanmu," Miranda memilin-milin rambutnya sambil tersenyum. "Memang banyak yang mengejarku, tapi aku berasal dari keluarga terpandang yang sangat kaya raya. Aku tidak ingin suami yang jelek, sementara Mama tidak akan mau menerima menantu yang lebih miskin darinya. Dan ia juga mengharapkan aku menikah dengan pria berdarah Amerika, kampung halaman Mama. Setelah kuseleksi ternyata yang memenuhi syaratku dan Mama hanya Daniel. Mau bagaimana lagi?"

Miranda mengatakannya seolah dunia kiamat dan Daniel adalah pria terakhir yang tersisa di bumi. Sungguh menyedihkan. Nic agak bingung menelaah pemikiran Miranda dan ibunya. "Tapi Pak Daniel pernah berkata ia tidak akan menikah."

Miranda menggeleng. "Itu tidak mungkin. Ia pasti akan menikah."

"Kenapa anda begitu yakin, Miss?"

"Mama mengatakan dia satu-satunya yang tersisa dari keluarga Wiraatmaja. Jika Daniel tetap kukuh dengan idealismenya itu, maka kakek Daniel yang akan memastikan cucunya itu menikah." sahut Miranda mantap.

Nic mengangguk-angguk. Masuk akal juga. Tapi sebenarnya ia tidak yakin. Ia mengenal Daniel dengan baik meski mereka hanya dekat beberapa bulan. Sepertinya tidak akan ada yang bisa mengubah kehendak Daniel meski itu adalah kakeknya sendiri.

"Sudah. Jangan dipikirkan. Kau pasti kuundang pada acara pernikahan kami nanti karena aku mulai menyukaimu," Miranda tersenyum dan bergelayut pada Nic padahal tangan Nic sudah penuh dengan belanjaan Miranda. "Ayo kita berbelanja lagi." Ia menarik Nic hingga Nic hampir terjungkal.

"Ev??"

Sebuah suara yang Nic kenal memanggilnya dari belakang. Mata Nic langsung berkeliling mencari asal suara dan ia menemukan orang itu.

"Dilan?"

Dilan berdiri di hadapannya. Penampilannya masih sama seperti berbulan-bulan lalu. "Kau gemar berbelanja sekarang. Ini sebuah kemajuan." Dilan melirik belanjaan di tangan Nic.

Nic menghela napas. "Ini bukan belanjaanku."

Dilan menaikkan sebelah alis.

"Ev, kupikir kau menghilang kemana." Miranda bergelayut lagi di belakang Nic dan menatap Dilan. "Siapa dia?"

***

"Ev...kupikir kau seorang wanita baik-baik, tapi bagaimana bisa kau memiliki teman mengerikan seperti ini? Aku takut!" bisik Miranda. Ia duduk mendekati Nic saat mereka bertiga makan di cafe terdekat.

"Namanya Dilan, Miranda. Dulu dia bekerja di tempat Daniel dan sekarang sudah pindah. Penampilannya memang bad boy karena ia seorang DJ." jelas Nic.

"Kau seorang DJ?" tanya Miranda takut-takut.

Dilan mengangguk.

"Apa kau DJ terkenal?"

Dilan mengangkat bahu. "Tidak tahu. Tapi aku sekarang sering ikut tur Faye Ionika."

Miranda terkesima, termasuk Nic juga. Ia juga mengagumi Faye bahkan memiliki beberapa lagunya.

"Oh, great! Bisa dipercayakan untuk menjadi penata musik Faye berarti kau DJ yang patut diperhitungkan. Saat aku ulangtahun nanti aku akan mengundangmu untuk bermain di pestaku." seru Miranda lagi. Sekarang ia tampak antusias.

"Kau menjadi DJ Faye?" tanya Nic.

Dilan mengangguk. "Iya. Makanya aku akhir-akhir ini sangat sibuk. Tapi sekarang tidak lagi. Kau juga suka padanya?"

Nic mengangguk-angguk.

"Besok kalau tur lagi kau akan kuundang agar bisa bertemu dengannya."

"Benarkah?" Nic langsung berbinar-binar.

"Aku juga ingin ikut!!" rengek Miranda.

"Baiklah. Kalian berdua." sahut Dilan.

"Mintakan kelas VVIP, ya." pinta Miranda lagi sambil memasang senyum termanisnya.

"Lalu bagaimana perkembanganmu sekarang?" tanya Dilan.

Maksud Dilan pasti menanyakan tentang perkembangan Nic di bidang musik. Dilan pasti tidak akan percaya bahwa sampai saat ini Nic belum juga memulai pekerjaan di bidang itu dan masih berkutat menjadi pembantu. Itu pun dengan status yang tidak jelas.

"Seperti inilah diriku." Nic melirik tas belanjaan Miranda yang menumpuk di sebelah Dilan.

Dilan seakan mengerti maksud Nic. "Sabar saja. Jalanmu masih panjang."

Nic mengangguk-angguk. Ia tidak mengkhawatirkan usianya. Dari segi usia ia masih belum terlambat untuk memulai karirnya. Nic hanya takut ia kehilangan kemampuannya jika jauh dari alat musik terlalu lama. Belum lagi ancaman ia akan ditemukan oleh Raina sebelum sempat mewujudkan keinginannya yang terdalam.

Tapi jika dipikir-pikir ia mungkin mendapat kemajuan dari segi perkembangan dirinya sendiri. Tanpa sadar, Nic sudah tidak terlalu ketergantungan diri pada produk antiseptiknya lagi seperti dulu meski ia masih memakainya. Apakah ia sudah sembuh?

"Dilan aku ingin minta tolong sesuatu." ucap Nic.

"Tentu. Apa itu?"

Nic mengulurkan tangannya. "Tolong pegang tanganku."

Dilan mengerutkan alis sambil tersenyum kebingungan karena permintaannya. Nic yakin Miranda juga pasti sama bingungnya dengan Dilan, tapi Nic tetap tidak menarik tangannya sehingga Dilan akhirnya memenuhi permintaan Nic.

Perlahan Nic merasakan tangan Dilan yang kasar menyentuh telapak tangannya. Selama ini hanya Daniel dan Miranda yang bisa menyentuhnya secara langsung tanpa membuat Nic merasa risih dan sekarang Nic mencoba melakukannya dengan orang lain.

Ternyata tidak apa-apa.

"Terimakasih Dilan." Nic melepaskan Dilan dan menarik tangannya pelan-pelan.

🌸🌸🌸

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top