Part 31 - Butterfly Effect 4
Sore itu terasa berbeda dengan semburat warna orange di langit.
Nic berkonsentrasi memasukkan bola ke hole yang ada di depannya. Ini pertama kalinya Nic mencapai hole setelah tiga bulan ia berlatih dengan berat. Ia merasa gembira, sangat. Jujur dalam hati, sekarang Nic menikmati permainan itu, tapi tentu saja ia tidak mau mengakuinya pada Daniel.
Bola di kakinya menggelinding pelan setelah Nic memukulnya dan dengan lancar memasuki hole.
"Selamat, Kak. Sudah berhasil memasukkan bola pertamanya." ujar caddy yang selama ini selalu membimbing Nic. Hidung Nic serasa mengembang karena bahagia. Ia menatap bola yang tadi dipukulnya. Tanpa sadar ia melengkungkan bibir...sedikit...mungkin sekitar 0,001 mm.
"Kalau mau tersenyum, tersenyum saja yang lebar. Jangan malu-malu."
Ughhh...
Nic tidak jadi tersenyum. Si tukang ingin tahu datang melihat hasil latihannya. Betapa cepat Daniel mematikan mood Nic tanpa perlu usaha.
"Tidak ada yang lucu."
"Hmm. Kau berhasil melakukannya ternyata. Selamat, ya." puji Daniel.
Tentu saja bisa. Sejak tadi Daniel sibuk dengan Zachary, Miranda, dan kakeknya sehingga Nic seakan leluasa melakukan apa saja tanpa gangguan pria itu. Lalu kenapa sekarang Daniel bisa bebas dari mereka? Ia jadi kecewa.
Nic menatap sekeliling. Zachary dan Miranda masih sibuk bercakap-cakap dengan kakek Daniel agak jauh dari mereka. Meski kecewa, tapi ini kesempatan untuk memulai topik yang sejak tadi ingin disampaikannya, mumpung ia hanya berdua dengan Daniel. "Pak, aku tahu ini bukan urusanku. Tapi aku hanya memberikan pendapat bahwa apa yang anda lakukan tidak baik."
"Apanya?" tanya Daniel.
"Memberi harapan pada Miranda." lanjut Nic. "Anda mengatakan tidak suka padanya, kan? Aku kasihan pada Miranda. Wanita tidak akan suka jika diberi harapan palsu. Itu pendapatku sebagai wanita." Nic menjeda sejenak lalu menarik napas. "Meskipun anda tidak menganggapku wanita."
"Tentang Miranda, ya? Tenang saja. Pada waktunya nanti aku akan memberi pengertian padanya."
"Pada waktunya?"
Daniel mengangguk. "Nanti. Sekarang ia masih kecil. Usianya masih lima belas tahun."
"Miranda...baru berusia lima belas tahun?!!"
Daniel mengangguk-angguk.
Nic langsung syok mengetahui fakta itu.
Itu jawaban atas tingkah kekanak-kanakan Miranda selama ini. Berarti gadis itu lebih muda dua tahun dibandingkan Nic, tapi pertumbuhan tubuhnya tidak kalah dengan wanita berumur dua puluh tahun! Tanpa sadar Nic jadi menunduk untuk membandingkan dengan tubuhnya yang tidak kunjung berkembang di tempat-tempat yang Nic harapkan. Ia jadi sedih...baiklah, lupakan itu.
Kebongsoran tubuh semacam Miranda memang biasa terjadi pada anak-anak ras kaukasoid. Bukankah Miranda berasal dari Amerika? Apalagi Miranda juga menyukai Daniel yang jauh lebih tua. Hal itu semakin membuat Nic tidak terpikir hingga ke sana. Hell, selera Miranda sungguh aneh untuk gadis seusianya. Seharusnya Miranda menikmati masa remaja menyukai Manu Rios, Shawn Mendez dan yang sejenis. Pantas saja Daniel tidak pernah menolak Miranda terang-terangan. Meski merasa terganggu, Daniel menyayangi Miranda seperti adik kecil yang manis sehingga tidak tega melukai hatinya. So sweet.
Tunggu...sejak kapan ia mengerti perasaan Daniel? Ia pasti salah minum obat! Pria iblis itu tidak mungkin sebaik yang ia bayangkan tadi.
"Lalu anda memperbolehkannya mengajakku besok. Dengan kata lain aku akan menjadi babysitter?" Nic jadi teringat usul Daniel.
"Kau mengeluh agar bisa menuntutku untuk memberikan bonus lagi karena pekerjaan itu di luar job desc mu. Begitu, kan?"
"Sebenarnya itu tidak terpikirkan. Tapi setelah anda mengatakannya kurasa itu ide bagus." Nic mengutip kata-kata Daniel dulu.
"Akhir-akhir ini kau mulai pintar berdebat, ya?" sahut Daniel. "Sudahlah. Kau jangan terlalu perhitungan seperti itu. Aku juga belum pernah memotong gajimu untuk pembayaran utang. Harusnya kau senang 'kan?"
"Justru karena itu, utangku sepertinya tidak akan pernah lunas!" geram Nic karena dongkol. Memang benar selama tiga bulan berlalu, tidak sekalipun Daniel pernah memotong gajinya. Dan setiap Nic membayar, Daniel selalu memiliki alasan untuk menolak.
"Tentu saja bisa lunas. Nanti malam kau tidur denganku itu sudah memotong tiga puluh persen utangmu. Lalu kau juga masih ingat tentang kesempatan diskon lima puluh persen jika berhasil mengalahkan skorku dalam permainan golf bukan?"
"Oh, iya. Benar juga. Aku baru ingat. Jadi berapa skorku?" Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Daniel memanggil caddy girl tadi dan meminta skor Nic serta dirinya. Caddy girl itu memberi mereka dua lembar kertas berisi kolom-kolom berwarna yang tidak Nic mengerti. Mereka berdua berjongkok berdampingan di rumput sambil membandingkan kertas-kertas itu. Mata Nic menemukan kata score di sudut kiri bawah dan ternyata...
Nic langsung tercengang.
"Pak..." ia menoleh pada Daniel. "Apa ini tidak salah? Skorku lebih besar dari skor anda."
"Kau tidak salah. Skormu memang lebih besar."
"Benarkah?"
Daniel tersenyum dan mengangguk-angguk.
Nic tidak percaya akan keberuntungannya hari ini. Biasanya ia selalu sial jika sudah dekat dengan pria itu tapi mungkin hari ini Tuhan merasa kasihan dan bermurah hati padanya. Buktinya skornya bisa lebih tinggi dibandingkan skor Daniel. Bahkan jika dilihat-lihat perbedaannya sangat jauh. Astaga, dirinya yang amatir mengalahkan pria yang sudah bertahun-tahun bermain golf? Nic merasa hari ini adalah hari terbaik dan terindah dalam hidupnya hingga tanpa sadar melakukan sesuatu yang sangat jarang ia lakukan.
"Aku senang." Nic tersenyum lebar. Ia tidak peduli akan memperlihatkan gigi taringnya yang gingsul, salah satu kekurangannya.
Mungkin Nic salah melakukan itu karena perlahan-lahan senyum Daniel memudar dari wajahnya. Ia sekarang menatap Nic dengan heran seakan menatap orang asing yang tidak dikenal. Nic kebingungan dengan perubahan itu. Apa ia melakukan kesalahan?
"Ada apa?" tanya Nic.
Daniel mengerjap-ngerjap. Ia juga terlihat kebingungan sekilas lalu akhirnya ia tersenyum lagi. "Tidak apa-apa. Ternyata kau memang hebat," Daniel mengacak-ngacak rambutnya. "Sebentar lagi kau pasti bisa sehebat Tiger Woods."
***
"Ini kunci kartu kamarmu. Kau tidur sendiri saja." Daniel menyerahkan kartu ke tangan Nic di lobby. Nic menatap kartu itu sejenak.
"Anda tidak jadi tidur denganku?" tanya Nic memastikan.
"Iya, tidak jadi." Daniel tersenyum dan berlalu. Nic memikirkan ucapan Daniel sejenak lalu mengejarnya.
"Bagaimana dengan Miranda?"
"Tidak apa. Setelah kupikir-pikir aku bisa mengatasi itu."
Nic mengerutkan kening sambil tetap berjalan menyamai langkah Daniel. "Apa ini ada hubungannya dengan diskon yang kuminta?"
"Tidak ada." Daniel menekan tombol lift dan menunggu.
"Lalu?"
Pintu terbuka dan Daniel masuk ke dalam lift. Nic berhenti mengikutinya.
"Aku baru sadar kalau kau wanita." jawab Daniel sebelum pintu lift tertutup.
Nic masih berdiri di depan lift dan memikirkan maksud dari kata-kata Daniel tadi. Ia tidak mengerti. Hanya saja ia sedikit kecewa...
For God Sake! Ia tidak kecewa hanya gara-gara tidak jadi tidur dengan Daniel bukan? Nic menggeleng-gelengkan kepala.
"Menyebalkan! Kau mengekori Daniel terus hingga kemari!" terdengar suara Miranda di belakangnya.
Ternyata tidak hanya Miranda tapi juga Zachary dan kakek Daniel. Mereka bertiga menatap Nic seperti menatap tersangka di pengadilan.
"Aku tidak...ia hanya memberiku kunci." Nic menunjukkan kartunya dengan pasrah.
"Kenapa kalian tadi saling bercengkerama dan tersenyum satu sama lain di lapangan? Kami melihatnya jadi jangan coba-coba mengelak." lanjut Miranda.
"Well. Kami hanya bertaruh skor golf dan aku senang karena aku berhasil mengalahkannya." jawab Nic sambil mengangkat bahu.
"Benarkah?" Sekarang kakek Daniel yang antusias padanya. "Kau berhasil mengalahkan cucuku? Aku saja yang lebih dulu mengenal golf belum bisa mengalahkannya sejak satu dekade terakhir."
Nic kebingungan dan mengangguk-angguk. "Skorku lebih besar darinya."
"Skormu..." ucapan kakek Daniel terhenti.
Zachary langsung tersenyum geli. "Skormu lebih besar dari Daniel?"
Nic mengangguk-angguk lagi.
"Dan Daniel pasti tidak menjelaskan padamu, bukan?"
"Menjelaskan apa?"
Sekarang kakek Daniel tiba-tiba tertawa keras sehingga Nic semakin kebingungan. "Dasar cucu bajinganku itu memang tidak berubah. Ia paling gemar mengerjai orang."
"Menjelaskan bahwa skor golf berlaku sebaliknya. Pemenang dari sebuah kompetisi golf adalah skor terendah." jelas Zachary.
Oh...
Nic membeku di tempat dan ternganga mendapati kenyataan itu. Sebentar lagi ia akan menyamai Tiger Woods ya? Setan itu pasti sangat bahagia melihatnya salah paham seperti orang udik tadi. Dan bahkan Nic berbangga hati dengan itu! Betapa memalukan...
"Sudah. Tidak apa-apa. Yang penting kau 'kan tahu sekarang, Nak." kakek Daniel menepuk-nepuk bahu Nic tanpa berhenti tertawa.
Nic akan mencoba tidak memusingkannya...tapi jika dipikir-pikir hari ini ia tidak jadi tidur dengan Daniel dan ia juga belum mengalahkan skor golf pria itu. Berarti utangnya tidak bergeser dari jumlah semula!
Satu lagi hari yang berakhir dengan sia-sia dalam hidup Nic.
🌸🌸🌸
Sudah mengerti kan di mana letak butterfly effectnya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top