Part 26 - Mysophobia and How to Cure it by Daniel's Extreme Ways
"Pak...sedang apa kita...di sini?"
"Kita ada di lapangan golf tentu saja kita akan bermain golf."
"Maksudku mengapa anda ada di sini? Bukankah seharusnya anda beristirahat?" jelas Nic kebingungan. "Dan ini masih pagi."
Pagi-pagi tadi Daniel sudah menelepon Nic dan menyuruhnya menemui dirinya di restoran untuk sarapan. Nic tidak menyangka bahwa setelahnya ia akan dibawa berolahraga di saat cuaca mendung dan hujan turun rintik-rintik. Kadang Nic tidak mengerti pikiran bosnya yang eksentrik itu, tapi sebagai manusia normal sebenarnya Nic lebih suka tidur hingga siang dalam keadaan semacam ini. Sayangnya Daniel bukan manusia normal.
"Aku baik-baik saja."
"Kemarin rasanya anda bilang terkena gegar otak dan bisa saja mengalami kelumpuhan." Nic mengingatkan.
"Aku hanya mengatakan mungkin."
"Jadi...maksudnya?" Alis Nic mengerut kebingungan.
"Nyatanya aku tidak apa-apa." lanjut Daniel santai sementara di lain pihak Nic merasakan kemarahan yang datang merayap.
"Dengan kata lain anda kemarin hanya berbohong untuk mempermainkanku, bukan?" Nic menggertakkan gigi. Ternyata kecurigaannya benar. Ia sebenarnya sudah merasakannya sejak kemarin hanya saja ia menepis kecurigaan itu karena merasa bersalah. Pria itu pasti tertawa melihatnya kebingungan dan berusaha memenuhi setiap keinginan anehnya. Betapa bodoh dirinya.
"Kata-katamu itu agak tidak sopan. Kau menyiratkanku seperti seorang penipu."
"Terserahlah bagaimana anda menyebutnya! Yang jelas, aku tidak mau ikut berolahraga hujan-hujan seperti ini. Kalau anda ingin menyiksa diri tolong jangan mengajak orang lain." Nic berbalik ke arah berlawanan. Ia harus secepatnya meninggalkan Daniel agar tidak tergoda untuk membunuh pria itu.
"Memang kaupikir siapa dirimu? Kembali kemari, Evelyn." Nic mendengar perintah Daniel di belakangnya.
"Tidak mau! Memang anda bisa apa kalau aku tidak mau? Memecatku?"
"Tidak ada, sih. Paling hanya menambahkan biaya keanggotaan golf yang kudaftarkan untukmu kemarin sejumlah hampir tiga juta dan stick golf seharga tiga ratus ribu yang kauhilangkan ke daftar utangmu. Belum ditambah biaya makan, pakaian, kamar hotel..."
Nic langsung berbalik menghampiri Daniel seperti banteng yang siap menyeruduk sebelum Daniel selesai membacakan ultimatumnya.
"Anda tidak bisa melakukannya! Itu sama saja dengan pemerasan! Aku tidak ingat pernah meminta ikut dalam liburan konyol ini!" cecar Nic.
Daniel tersenyum. "Siapa bilang aku tidak bisa? Aku bisa melakukan apa saja yang aku mau, terutama setelah kau membuat lebam di wajahku ini. Suasana hatiku agak buruk jika mengingatnya meskipun aku tidak melampiaskannya dengan kata-kata dan tindakan anarkis."
Nic menatap memar yang ia buat di pipi Daniel mulai agak membiru keunguan. Sebenarnya Nic ingin tertawa tapi ia tidak mungkin melakukannya dalam situasi kesal semacam ini. Itu hanya memar yang akan hilang tanpa bekas, tapi pria itu memang agak berlebihan mengkhawatirkan wajahnya. Hanya saja jika dipikir-pikir itu memang kesalahan Nic. Dan Nic seketika ingat bahwa ia harus membuat pria itu senang jika ingin cepat menggapai apa yang ia inginkan. Jika Daniel senang maka kemungkinan besar ia akan cepat dipromosikan menjadi tim penata musik sehingga terbebas dari pekerjaan konyol yang saat ini dilakoninya. Serta jauh dari Daniel. Sejauh-jauhnya.
"Ayo kita bermain golf." akhirnya ia mengucapkan kalimat itu seperti seorang anak kecil yang mengajak temannya bermain layangan.
"Keputusan yang bijak."
"Di mana teman anda?" tanya Nic mengalihkan topik sambil berjalan mengikuti Daniel.
"Mereka lebih memilih tidur."
See? Setidaknya pria itu masih memiliki teman-teman yang waras.
"Oiya, Evelyn." Daniel tiba-tiba berhenti mendadak. Nic ikut berhenti. Apa lagi sekarang?
"Tasmu ini apakah berisi barang berharga?" Daniel tiba-tiba mengambil tas yang biasa Nic bawa.
"Tidak, sih...tapi ada produk pembersih..." ucapan Nic terhenti karena Daniel membuang tasnya ke tempat sampah. Ia tercengang tak percaya melihat tutup tempat sampah yang bergoyang karena tas Nic baru saja masuk melewatinya. "Apa yang anda lakukan?!" teriak Nic setelah tersadar.
"Itu hanya berisi produk pembersih antiseptikmu itu 'kan?"
"Iya, tapi anda tidak mengerti..." Nic mulai panik. Bagaimana menjelaskan pada pria itu betapa barang-barang tersebut sangat berarti bagi Nic?
"Kemarin kaubilang sudah sembuh dari mysophobiamu."
Nic mengangguk-angguk dengan pikiran yang masih terngiang-ngiang pada antiseptiknya di tempat sampah. Kenapa Daniel membuangnya ke tempat yang paling sulit untuk Nic jamah? Nic tidak mungkin bisa mengambilnya.
"Jadi kau tidak akan memerlukan itu." Daniel tersenyum lagi.
Nic mulai merasakan firasat buruk.
***
"Oh, ternyata kau cucu dari Wirawan Wiraatmaja? Tidak sangka bisa bertemu di sini." sepasang kakek nenek yang sedang bermain golf di sana ternyata kenalan Daniel. Dunia memang sempit. Sementara Daniel berbasa basi dengan mereka, Nic menunggu di belakang pria itu.
"Apa kau sudah menikah?" tanya sang nenek. Nic ingin tertawa. Itu pasti pertanyaan yang sangat menyebalkan bagi pria moderat seperti Daniel. Tapi Daniel juga tidak akan bisa marah kepada orang tua semacam itu.
"Tidak." Hanya itu jawaban singkatnya. Bukan 'belum' tapi 'tidak'. Daniel tidak pernah salah mengutarakan maksud dalam kata-katanya.
"Lalu siapa dia?" Nenek itu tersenyum pada Nic. Benar ia tersenyum pada Nic bukan? Nic sampai melongok ke kiri, ke kanan, ke belakang dan juga ke atas untuk memastikannya. Siapa tahu ada wanita cantik yang tiba-tiba bergabung dengan mereka tapi Nic tidak melihat. Tidak ada siapa-siapa. Berarti tidak salah lagi nenek itu tersenyum pada Nic.
Daniel juga kini ikut berbalik menatapnya. "Oh, dia asistenku. Kenalkan namanya Evelyn. Evelyn, ini Ibu dan Bapak Prasadja, kenalan kakekku."
Nenek itu mengulurkan tangan pada Nic.
Nic menatap uluran tangan itu sejenak.
Oh, sial. Ia harus membalas jabatan tangan itu kalau tidak ingin dikatakan sebagai anak yang tidak sopan. Biasanya ia tidak akan ragu-ragu bersalaman dengan orang jika ada produk-produk lengkap kebersihannya, tapi kini ia jadi memikirkan berapa banyak kuman yang akan berpindah dari tangan wanita itu ke tangannya setelah bersalaman.
Entah dengan kekuatan apa akhirnya Nic berhasil membalas jabat tangan wanita tua itu berikut suaminya.
"Kau terlihat tidak sehat. Apa kau tidak apa-apa?" celetuk pasangan kakek nenek itu. "Daniel, kelihatannya asistenmu sedang sakit."
Oh, Tuhan. Pasti wajah Nic terlihat pucat sekarang. Nic sampai bisa merasakan keringat dingin yang mengalir di dahinya.
"Apa kau tidak apa-apa, Evelyn?" Daniel ikut bertanya.
Evelyn menarik napas panjang lalu mengangguk-angguk pada mereka. "Jangan khawatir. Aku tidak apa-apa."
Daniel tersenyum. "Bagus kalau begitu. Kita bisa lanjut bermain golf."
Sial...tahu begitu harusnya Nic menjawab sebaliknya.
***
"Ups, maaf Evelyn. Aku tidak sengaja."
Nic ternganga menatap lumpur yang menghiasi celananya di bagian depan akibat terciprat saat Daniel memukul bolanya. Sejak tadi malam hujan memang turun. Dan meski pagi ini hujan sudah reda, di beberapa tempat ada tanah berlumpur.
Masalahnya masih banyak tempat yang tidak berlumpur! Jadi kenapa Daniel harus memilih memukul bolanya ke arah kubangan lumpur itu?! Nic berteriak dalam hati.
Sabar...sabar...sabar, Nic. Daniel sudah mengatakan ia tidak sengaja.
Meski Nic tidak percaya.
Dengan apa ia harus mengelapnya sekarang? Nic tidak bisa berkonsentrasi jika lumpur itu masih bertengger di sana! Dan ia tidak mungkin mengelapnya dengan tangan. Itu sama saja bunuh diri. Lumpur bukan hanya sekedar lumpur. Nic ingat saat bersekolah dulu ia pernah melihat kandungan air comberan melalui mikroskop. Banyak makhluk-makhluk kecil berbulu dan berambut hidup di sana. Mereka bergerak seperti kecebong di air rawa.
"Hei," panggilan Daniel membuatnya tersadar dari lamunan. "Kau tidak apa-apa?"
Nic menggeleng-geleng. "Apa anda membawa tisu?" tanya Nic penuh harap.
"Tisu?" Daniel langsung menatapnya dengan aneh. "Memangnya kau pernah melihat pria membawa tisu? Ada-ada saja." ia meninggalkan Nic sambil terkekeh.
What?! Nic merasa tak percaya Daniel malah mengejeknya hanya karena bertanya tisu. Sudah untung ia tidak bertanya apa Daniel membawa saputangan berenda!
"Ya, ampun. Lagi-lagi aku melakukannya." Daniel tertawa karena membuat Nic terkena lumpur untuk yang kedua kalinya.
Kali ini di bagian dada.
"Jangan bilang kalau sekarang anda tidak sengaja lagi!" damprat Nic tanpa ragu-ragu. Ia sudah tidak tahan lagi berbaik-baik pada pria setan itu.
"Kau berprasangka buruk padaku, ya?"
"Mengingat karakter anda yang sudah kukenal selama ini. Iya! Aku memang berprasangka buruk!" bentak Nic blak-blakan.
"Itu hanya lumpur. Lihat. Sepatuku juga terkena lumpur," Daniel menunjuk sepatunya yang memang belepotan lumpur. "Katanya kau sudah sembuh dari mysophobiamu. Seharusnya ini hal yang biasa saja jika kau benar sudah sembuh."
Nic tidak bisa berkata-kata lagi. Ia memang merasa sudah sembuh. Jadi ia hanya mematung di sana dengan wajah sengsara sambil sedikit merentangkan tangan karena takut menyenggol lumpur di bajunya.
"Kau sudah sembuh, kan?" Daniel mengulang pertanyaannya lagi.
"Te...tentu aku sudah sembuh." sahut Nic.
"Benarkah?"
Nic mengangguk-angguk.
"Oiya, aku ingat kau pernah mengatakan akan menikah dengan Oman..."
"Stevan, Pak." ralat Nic.
"Iya, Stevan." Daniel tersenyum. "Apa kau pernah berciuman dengannya?"
"Apa?" Nic seketika terkejut dengan pertanyaan itu. Mana mungkin ia pernah berciuman dengan Stevan? Terakhir ia bertemu Stevan usianya masih empat belas tahun. Ibunya bisa mengasah parang jika tahu putrinya sudah coba-coba berciuman di usia semuda itu.
"Itu urusan pribadiku." jawab Nic sekenanya.
"Aku hanya tidak habis pikir bagaimana cara seorang penderita mysophobia sepertimu bisa berciuman dengan pria." Daniel tiba-tiba berjalan semakin mendekatinya. Nic melihat sekeliling. Sepi. Ia tidak melihat seorangpun ada di sana selain mereka berdua. Astaga! Kenapa tadi ia mau saja berdua dengan pria ini?! Mengapa ia bisa lengah padahal biasanya Nic memiliki tingkat kewaspadaan siaga satu jika berurusan dengan Daniel?
"Anda pasti ingin menakutiku lagi, bukan?" sahut Nic tapi ia ikut terpengaruh untuk mundur selangkah demi selangkah.
"Tidak. Aku serius. Kau bilang ingin menikah. Apa kau tidak tahu apa yang dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah?" sahut Daniel sambil terus mendekat.
"Aku tidak akan menjawab pertanyaan semacam itu!" bentak Nic dengan muka memerah.
"Kalau begitu biar aku yang menjelaskan..."
"Tidak. Tidak. Tidak usah, Pak." Nic menggeleng-geleng. Bukannya ia tidak tahu apa yang dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah. Ia hanya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika pria bejat semacam Daniel yang memberikan gambaran tentang hal itu. Pasti versinya sangat mengerikan.
"Bagaimana kau bisa menikah jika berciuman saja kau tidak sanggup?" Daniel tertawa.
"Sudah kubilang itu urusanku dan aku bisa mengatasi..." Nic sontak melangkah mundur beberapa langkah sekaligus hingga tanpa sengaja terpeleset lumpur. Ia hilang keseimbangan dan menjerit saat mengetahui bahwa ia akan terjatuh dengan bokong lebih dulu. Ternyata ia tidak merasakan bokong yang memanas karena jatuh tapi air kolam yang dingin dan kotor.
Nic berenang dengan panik. Ia berusaha keluar dari kolam dan akhirnya ia berhasil melakukannya.
Bagaimana ia bisa tidak sadar bahwa ada kolam di belakangnya tadi? Ini semua gara-gara Daniel yang menakut-nakutinya.
Dengan merangkak dan terbatuk-batuk, Nic menjauh dari kolam itu. Badannya gemetar kedinginan sekaligus merasa mual karena ia ingat baru saja menelan air kolam. Oh, Tuhan...Tuhan...Tuhan...ia tidak hanya menyentuh tapi meminum air kolam itu. Air kolam yang kotor dan penuh bakteri. Membayangkannya membuat Nic seketika muntah saat itu juga.
"Evelyn..." Nic merasakan Daniel menyentuh bahunya.
"Menjauhlah dariku!" Nic menepis tangan Daniel. Ia merasakan mual yang kembali datang dan kembali ia memuntahkan sarapannya lagi di tanah berumput.
Betapa menyedihkan keadaannya. Rasanya ia akan kehilangan kesadaran, tapi ia kembali mengingat ajaran terapisnya untuk menggerakkan jari-jari kaki agar tetap sadar jika berada dalam situasi semacam itu. Pikirannya saat ini hanya terfokus pada air kolam tadi. Apakah ia sudah memuntahkan semuanya? Oh, Tuhan...Ini adalah hari terburuk yang pernah ia rasakan dalam hidup. Nic sampai menangis meraung-raung seperti anak kecil karena penderitaan itu.
"Evelyn! Evelyn!" Daniel mengguncang-guncang bahunya. "Tenangkan dirimu."
"Aku tidak akan bisa tenang!" bentaknya pada Daniel sambil menangis. "Pak...aku memerlukan tasku. Aku perlu semua perlengkapan bersih-bersihku sekarang juga. Aku mohon..." Nic tidak melanjutkan bentakannya dan menoleh ke sekeliling seakan kebingungan mencari sesuatu.
"Evelyn, lihat aku," Daniel mengguncangnya lagi. Nic akhirnya berhenti kelabakan dan menatap Daniel. "Semuanya akan baik-baik saja."
Nic menggeleng keras-keras. "Anda tidak akan pernah mengerti..."
"Aku mengerti!" Daniel menenangkannya. "Kau mau tahu? Aku juga pernah memiliki phobia. Dan yang kutahu aku sembuh bukan karena obat atau dokter. Tapi aku menghadapi apa yang sebenarnya menjadi sebab ketakutanku." jelas Daniel.
"Benarkah?"
Daniel tersenyum. "Benar. Makanya...seperti yang kubilang. Semua akan baik-baik saja."
Nic masih memikirkan tentang air kolam dan lumpur itu tetapi entah kenapa ia sekarang merasa agak sedikit tenang. Kata-kata Daniel seakan membuatnya terhipnotis sama seperti saat ia menatap mata biru pria itu.
"Baiklah," Nic mengangguk dan menghirup napas dalam-dalam. "Semua akan baik-baik saja."
Benar....
Semua akan baik-baik saja...
🌸🌸🌸
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top