Chapter 8
"Aku tidak mengerti kenapa kau menyembunyikan ini dariku Tn. Kim." Tn. Lee kini sedang berhadapan dengan seseorang pria berumur yang kini hanya mampu mengeluarkan desahan kesalnya. Seseorang yang berdiri disampingnya berusaha mengatakan sesuatu.
"Sebenarnya kami sudah mengirimnya ke sebuah sekolah di benua eropa. Maafkan aku, ini murni kecerobohanku aboji dan Tn. Lee aku benar-benar minta maaf untuk ini. Aku akan mengurusnya, anda tidak perlu khawatirkan apapun." Ucap pria yang lebih mudah dari kedua orang itu, dia adalah Ayah Doyoung yang merupakan paman Alice.
"Aku tidak menanyakan tentang hal itu tapi bagaimana kalian bisa menyembunyikannya, bahwa salah satu diantara keluarga kalian keturunan dari penyihir hitam? Kalian sangat tahu seperti apa sejarah penyihir hitam bukan?" Kali ini Tn. Lee nampak terlihat emosi membuat kakek dan paman Alice terlihat tegang.
"Apa kalian berusaha merencanakan sesuatu? Kami tidak pernah melanggar perjanjian dengan kalian, kenapa kalian melakukan ini?" Tn. Lee terlihat begitu marah dan kecewa membuat kedua pria itu tak enak hati.
"Aku benar-benar minta maaf Tn. Lee. Ini adalah masalah keluarga kami, namun sepertinya aku sudah tidak bisa menyembunyikan masalah ini lagi. Sejujurnya, aku tidak pernah menyetujui pernikahan mereka. Mereka menikah tanpa persetujuanku dan tinggal berjauhan dengan kami sampai ketika anak itu lahir. Beberapa penyihir dan vampire mengincarnya karena takdirnya sudah tertulis bahwa ia akan menjadi penyihir hitam terakhir. Seorang penyihir terkuat dan saat semua menyadari itu, kedua orang tuanya harus mati untuk mempertahankannya, putraku yang seharusnya menjadi penggantiku saat ini, harus mati karenanya. Aku tidak pernah bisa melupakan kejadian mengerikan itu dan dengan semua hal yang menyisahkan kesedihan dikeluarga kami haruskan kami berbagi semua itu kepadamu? Kita hanya seorang patner tidak lebih dari itu, haruskan kami mengatakan semua rahasia keluarga kami kepadamu tuan?" Kakek terlihat emosional.
"Aboji tenanglah." Paman Alice barusaha untuk menenangkannya kakek Alice. Tn. Lee terdiam berusaha untuk mengerti apa yang terjadi.
"Kami telah menyegel kekuatannya saat ia masih kecil dengan bantuan penyihir yang kami kenal. Kami tidak mengerti siapa yang membangkitkan kekuatannya kembali. Percayalah, anak itu tidak tahu sama sekali siapa dirinya dan kami menyembunyikan semua ini agar semua orang tidak mengetahuinya." Ucap paman Alice membuat Tn. Lee mendesah.
"Pastinya dia seseorang penyihir yang kuat. Bukankah itu benar Endor?" Tanya Tn. Lee kepada penyihir paruh baya yang semenjak tadi berdiri disampingnya. Endor nampak berfikir sebelum akhirnya ia menghela nafas.
"Sesungguhnya penyihir hitam bisa membuka segel itu dengan mudah tanpa harus orang lain yang membukanya Tuan. Hanya dengan dorongan perasaan sedih, kecewa—semua perasaan emosional yang keluar dalam dirinya mampu membuat segel itu terbuka dengan sendirinya. Penting sekali untuk menjaga emosinya untuk tetap stabil. Itu kenapa Tuan, hamba berusaha untuk terus menjaga emosi gadis itu. Sekarang kekuatannya belum sempurna, memang membutuhkan waktu lama untuk menjadi sempurna tetapi jika sesuatu membuatnya penuh emosional maka tidak menuntut kemungkinan segelnya akan terbuka dan kekuatannya menjadi sempurna. Hm...Jika itu sampai terjadi aku dan semua penyihir yang setingkat denganku tidak akan mampu berbuat apa-apa." Semuanya terdiam, sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing. Endor adalah penyihir yang sudah hidup selama ribuan tahun, dengan sihirnya ia mampu bertahan cukup lama dan Endor adalah golongan penyihir tertua.
Ditengah ketengan yang terjadi seseorang remaja mengendap-ngendap berusaha mendengarkan semua percakapan itu dari balik pintu sampai seseorang menepuk bahunya pelan.
"Why?" Tanyanya dengan kesal.
PLETAK
"Apa yang kau lakukan disini? Kau seharusnya menemuiku dan juga Taeyong hyung." Ucap pria yang tak lain adalah Jaehyun.
"Hyung, tak bisakah kau berhenti memukul kepalaku. Come on, kau sangat tidak asyik." Ucapnya sembari berjalan meninggalkan Jaehyun tetapi Jaehyun menarik tshirt saudaranya sampai berbunyi.
KREK
"Brother, What the hell? Kau tahu, aku membelinya di LA. Ini Limitid Edition!!!" katanya menggebu-gebu membuat Jaehyun semakin geli, ia merangkul bahu adiknya dan menyeretnya pergi.
"Dengarkan! Kalau kau tetap bertingkah seperti ini. Aku akan menyuruh Appa untuk menyekolahkanmu disini." Ancam Jaehyun sambil mengacak rambut saudaranya.
"Hey, come on brother. Disini tidak ada gadis yang menarik? Kau tahu itu, disana aku bisa melihat gadis seksi sepuasku."
PLETAK
"Awww, kenapa kau memukul kepalaku lagi hyung?" Protesnya.
"Kau masih kecil Min Hyung-ah. Bagaimana kau berfikir tentang gadis seksi?" Jaehyun menggeleng sambil tertawa geli.
"Aish, berhenti memanggilku Min Hyung, nama itu sungguh tidak elit. Kadang aku berfikir apakah aku anak Appa?" Katanya sambil berfikir keras.
"Apa maksudmu kunyuk?" Tanya Jaehyun yang bertambah gemas dengan saudaranya ini.
"Anak pertama Lee Taeyong, kau tahu hyung nama itu keren dan Taeyong hyung sangat tepat dengan nama itu. Kau, Lee Jaehyun nama cukup menarik dan wajahmu juga cukup menarik. Aku, lihat diriku—wajahku sangat nampan tetapi aku selalu merasa malu ketika seseorang bertanya tentang namaku. Haruskah aku berkenalan dengan gadis seksi itu dengan nama Lee Min Hyung. Comeon hyung lebih baik aku tidak berkenalan dengan mereka." Ucapnya dengan ekspresi memelas.
"Jangan berbohong, kau pasti mengganti namamu bukan?" Min Hyung nyengir kuda ketika mendengar pertanyaan kakaknya.
"Kau selalu jeli seperti biasa. Hoh, nama Amerika ku adalah Mark, jadi mulai dari sekarang panggil aku Mark. Cukup keren bukan hyung?" ucapnya sambil mengakat kedua alisnya.
"Apa yang kalian berdua lakukan disini?" Keduanya berbalik dan mendapati Taeyong berdiri di hadapan mereka dengan tatapan bingung. Keduanya merasa ada yang aneh dengan saudaranya itu.
"Hyung, kenapa dengan bajumu? Apa kau baru saja berburu dihutan?" Tanya Mark sambil mengibas-ngibaskan debu yang ada di baju Taeyong. Jaehyun masih menatap Taeyong dengan serius.
"Ani, aku hanya terjatuh." Ucap Taeyong dengan gugup, seketika senyum Jaehyun menggembang. Kejeliannya tentang sesuatu memang tidak bisa diragukan.
"Kau menemuinya kan hyung?" Seketika Mark dan Taeyong memandang Jaehyun bersamaan. Mark dengan tatapan bertanya, sementara Taeyong seperti seorang tersangka tertangkap basah sedang mencuri.
"Who is she?" Tanya Mark menatap kedua hyungnya bergantian. Jaehyun menyeringai dan Taeyong terlihat kebingungan.
"Lalu bagaimana dengan gadis bernama Sally itu?" Tanya Taeyong berusaha mengalihkan topic pembicaraan membuat Jaehyun geli dan Mark terlihat terkejut.
"Sally? Hyung kau membawa wanita kemari? WOW...IMPOSIBLE!!! Tidak mungkin? Kau menyerahkan hatimu untuk seorang wanita? Dari klan apa dia?" Tanya Mark menggebu.
"Dia seorang gadis Blood Sacred." Jawab Taeyong yang juga ingin menggoda saudaranya ini. Jaehyun yang biasanya tidak mudah gugup menjadi diam sesaat.
"WOW...AMAZING!!! Aku benar-benar ingin menemuinya. Dimana dia sekarang?" Tanya Mark yang mulai tak sabaran. Taeyong tersenyum dalam diam sementara Jaehyun menghela nafas.
"Ani, kau tidak boleh menumuinya. Kau masih belum bisa mengontrol rasa laparmu." Jaehyun beralasan membuat Taeyong tertawa.
"WHY? Apa yang kau bicarakan hyung? Aku sudah hidup ratusan tahun seperti kalian. Kau terlihat seperti pria dungu sekarang, berbicara omong kosong." Omel Mark yang seketika membuat tawa Taeyong pecah.
"HAHAHAHAHA...Kau harus berhati-hati dengan perasaanmu sekarang Jaehyun-ah!" Ucap Taeyong sambil berjalan meninggalkan Jaehyun dengan membawa kemenangan mutlak. Biasanya ia selalu kalah dengan saudaranya yang satu ini namun kali ini, dewi fortuna menyertainya.
Sebuah ruangan santai dengan layar televisi cukup besar. Ada beberapa sofa empuk dihadapannya, beberapa perabotan dan tumbuhan dalam pot. Cendela yang terbuka dan beberapa dinding tembus pandang yang menampakkan kolam renang dengan ukuran sedang dan bermacam corak bunga dan tanaman yang terlihat begitu indah dan sejuk. Dari semua hal yang berbau klasik tempat inilah yang nampaknya terlihat lebih modern dan ini adalah castle milik Mark.
"Hm...Aku benar-benar merindukan tempat ini." Gumam Mark sembari membuka pintu kaca yang menghubungkannya dengan halaman luar. Sementara Taeyong terlihat sedikit bingung dan Jaehyun tersenyum sembari mengedarkan pandangannya.
"Kapan kau mendekorasi ruangan ini?" Tanya Jaehyun. Ternyata ruangan ini baru saja di dekorasi ulang tetapi kapan tepatnya? Mereka berdua tidak tahu.
"Kalau Aboji tahu, tamatlah riwayatmu!" Taeyong berusaha memperingatkan saudaranya ini.
"Kurasa Dad begitu sibuk sekarang, aku melihatnya berbicara dengan tetua hunter. Sepertinya pembicaraan mereka begitu serius." Ucap Mark.
"Apa yang mereka bicarakan?" Tanya Taeyong yang terlihat serius. Sementara Jaehyun masih dengan wajah tenangnya.
"Seorang gadis penyihir hitam." Ucapan Mark seketika membuat kedua pria tampan itu saling berpandangan.
"Lalu?" Kini Jaehyun mulai tertarik dengan apa yang di katakana oleh Mark.
"Seorang yang terlahir sebagai penyihir hitam. Apakah sebegitu tidak beruntungnya gadis itu hyung?" Tanya Mark tiba-tiba membuat kedua saudaranya saling berpandangan kembali.
"Wae?" Tanya Taeyong
"Apa yang terjadi padanya?" Kini posisi tubuh Jaehyun menghadap pada Mark sepenuhnya.
"Kedua orang tuanya mati karena melindunginya, ia tidak diakui sebagai bagian dari keluarga mereka dan mengasingkannya ke benua eropa. Bukankah itu cukup menyedihkan untuknya? Yang lebih ekstrim lagi, dia tidak tahu sama sekali tentang siapa dirinya." Terang Mark membuat Taeyong mendesah, kini pandangannya teralih pada Jaehyun.
"Sekarang kau tahu bukan? Dia benar-benar tidak tahu siapa dirinya." Ucap Taeyong dan kali ini Jaehyun diam tak berkutik.
"Hello...Siapa yang sebenarnya kalian bicarakan?" Tanya Mark yang masih merasa bingung.
Tok...tok...tok...
Suara ketukan pintu membuat mereka harus memandang pintu dan nampak seorang pengawal vampire wanita berjalan dengan anggun mendekati mereka.
"Wae?" Tanya Jaehyun yang sudah sangat tahu bahwa pengawal ini akan menemuinya.
"Gadis itu tidak mau makan tuan muda. Kami sudah membujuknya dengan berbagai macam cara, namun kami gagal. Maafkan kami." Ucapnya sambil membungkuk dihadapan mereka dengan ekspresi bersalahnya.
"Gadis? Apa itu gadis yang bernama Sally itu?" Mark bertambah bingung.
"Sebaiknya kau temui dia. Kau yang membuatnya datang kemari dan kaulah yang harus bertanggung jawab sepenuhnya tentang gadis itu." Ucap Taeyong dengan serius. Jaehyun mendesah sebelum akhirnya ia bangkit dari sofa dan berjalan diikuti oleh pengawal wanita itu.
"Hyung sebenarnya apa yang terjadi? Apa itu tentang gadis yang bernama Sally? Lalu gadis penyihir hitam itu siapa?" Mark benar-benar di buat bingung dengan semuanya.
"Mereka saudara angkat. Sally dan Alice, mereka baru pindah dari London beberapa waktu lalu dan meneruskan study di universitas kita. Kau tahu, pertama kali kami bertemu aku sudah bisa membaca pikirannya dan itu sungguh membuatku terkejut." Cerita Taeyong
"MWO? Siapa diantara mereka yang bisa kau baca pikirannya hyung?" Tanya Mark
"Alice...Seorang Hunter dan juga penyihir hitam." Taeyong tersenyum sebelum melanjutkan perkataannya. "Kau tahu? Betapa frustasinya itu ketika aku bisa membaca fikiran seorang hunter yang selama ini tak pernah bisa ku baca. Bahkan sampai detik ini pun, kami tidak tahu apa yang menjadi penyebab keterikatan kami." Taeyong menghela nafas pelan.
"Wow amazing!!! Apa mungkin dia adalah takdirmu hyung? Apa dad tahu tentang ini?" Tanya Mark. Taeyong menggeleng cepat.
"Untuk saat ini aku tidak ingin memberitahunya." Jawab Taeyong.
"Hm...Ya, aku melihat dad begitu sibuk." Mark setuju dengan pendapat Taeyong.
---***---
Jaehyun dan pengawal wanita itu telah sampai di depan pintu kamar. Jaehyun berhenti sesaat dan merasa ada yang aneh pada dirinya saat ini. Kenapa ia langsung pergi begitu saja saat diberitahu bahwa gadis ini tidak mau makan? Ia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya—perasaan tegang, khawatir dan merasa bersalah. Apa benar yang dikatakan Taeyong bahwa dirinya mulai menyukai gadis ini? Jaehyun menggelengkan kepalanya berusaha menolak keras opini itu dalam otaknya. Masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa dirinya suka pada anak manusia ini. Seolah berusaha mengabaikan semua pemikiran itu, Jaehyun memutuskan untuk melangkahkan kakinya membuka pintu ukiran nan kokoh itu. Ia menghela nafas ketika mendapati Sally membenamkan wajah cantiknya pada topangan kedua kakinya.
Sally pov
Aku masih menyesali apa yang telah ku lakukan kepada Alice beberapa waktu lalu. Dia adalah saudariku, keluargaku satu-satunya. Bagaimana bisa, kau melakukan ini kepadanya Sally? You are stupid Sally! Bagaimana dia sekarang? Apa yang ia lakukan?
"Kenapa kau tidak mau makan?" Suara itu? Seketika aku mendongak dan mendapati moster sialan itu telah berdiri dihadapanku dengan tampang yang sulit untuk ku artikan. Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan untuk membuatnya enyah dari hadapanku? Aku sedang tidak ingin berdebat atau terintimidasi oleh siapapun sekarang!
"Aku tidak lapar." Dan...Ia duduk disampingku. Apa yang akan ia lakukan sekarang?
"Bawa kemari makanannya." Ucapnya sambil menghela nafas. Ada apa dengannya sebenarnya? Kenapa dia menjadi layaknya manusia? Aku benci ketika ia terlihat seperti manusia!
"Sudah ku katakan aku tidak lapar!" Aku menampik tangannya yang hendak menyuapiku. Aku tidak perduli jika ia akan marah kepadaku seperti waktu itu.
"Ayolah...Aku tidak ingin marah padamu sekarang." WHAT? Dia tidak langsung marah, seperti biasanya? Ada apa dengannya? Monster ini sungguh aneh?
"Alice, apa dia baik-baik saja?" Tanyaku dan ia terdiam sesaat.
"Dia baik-baik saja. Selama dia tidak berusaha untuk keluar dari sini." Kata-katanya ambigu, membuatku tidak mengerti sama sekali.
"Apa kalian merencanakan sesuatu? Ku mohon jangan lakukan apapun kepadanya." Dan aku melihatnya menatapku heran.
"Bukannya kau sudah tidak mempercayainya? Kenapa sekarang kau masih mengkhawatirkannya?" Aku hanya mampu memejamkan mataku. Ya, aku memang meragukannya dan aku benar-benar mengutuk diriku untuk hal itu. Ia manghabiskan waktu remajanya hanya untuk menjagaku dan sekarang aku menjauhinya karena aku takut padanya. Aku benar-benar pengecut!!!
Sungguh, aku tak mampu menjawab pertanyaannya. Aku hanya mampu mengeluarkan isak tangisku yang berusaha sekuat tenaga untuk ku tahan. Terus-menerus mengusap air mataku yang terus mengalir dan entah mengapa? Tangisku semakin menjadi dan monster ini tiba-tiba memelukku. Why?
Aneh! Aku masih tak bergeming dalam dekapannya. Hangat dan nyaman yang ku rasakan saat ini. Ada apa dengan diriku sebenarnya?
"Mianhae..." Ucapnya, apa aku tidak salah dengar? Monster ini minta maaf?
"Why?" Aku melepaskan pelukannya dan memandangannya dengan keraguan.
"Kalau saja aku tidak merencanakan ini, mungkin kau tidak akan berada disini dan dia tidak dikurung diruangan bawah tanah." YA...Semua ini salahmu! Kalau saja kau tidak bersikap sesuka hatimu, mungkin ini tidak akan terjadi dan kalau saja aku juga tidak bersikap kekanakan dengan datang kemari. Tapi—semuanya sudah terjadi bukan?
"Kalau kau menyadari kesalahanmu, ku mohon—keluarkan Alice dari tempat itu." Mohonku dan aku melihatnya diam tak mengatakan apapun!
"Why? Kau tidak bisa melakukannya? Selama ini kami tidak pernah mengganggu kehidupan keluarga kalian dan kami tidak memiliki hutang apapun kecuali kekacauan yang Alice buat. Dan...kau cukup tahu kalau kau dibalik semua itu." Ucapku dan ia menghela nafas lagi. Aku lebih suka melihatnya penuh dengan ekspresi dibandingkan dengan sekarang yang sangat tidak terbaca ekspresinya.
"Mian...Aku tidak bisa melakukan apapun untuk kalian sekarang." Ucapnya dengan lirih. Apa dia sedang bercanda? Atau mungkin sekarang dia sedang beracting? Licik, kau harus tetap ingat Sally bahwa dia adalah monster sialan!
"So, permintaan maafmu itu karena kau tidak bisa melakukan apapun? Apa kau sedang bercanda? Sandiwara apa lagi yang berusaha kau perankan sekarang hah? Aku sangat tahu monster seperti kalian tidak begitu menganggap nyawa kami tidak berarti. Tapi perlu kau tahu, selama ini kami berusaha untuk tetap hidup dengan segala cara terbebas dari monster seperti kalian." Aku masih melihatnya terdiam.
"Sekarang aku bertanya kepadamu, apakah perjanjian itu hanya sebuah omong kosong untuk menjaga nama baik kelurga kalian dikalangan manusia? Sungguh picik dan aku tidak akan merasa kaget dengan semua itu karena monster seperti kalian tentu saja bisa melakukan hal semacam ini. Bahkan mungkin...sesuatu yang lebih jahat dari ini." Aku menatapnya tajam dan ia balas menatapku dengan helaan nafas.
"Aboji tidak akan melakukan apapun kepada kalian. Kami hanya berusaha untuk melindungi kalian dari klan lain. Percayalah, diluar sana ada banyak klan yang tidak sepaham dengan kami yang membuat perjanjian dengan para hunter. Dan...Saudaramu itu adalah keturunan seorang penyihir hitam yang selama ini berusaha disembunyikan oleh keluarganya dari dunia. Aku mengakui bahwa dugaanku tentang dirinya salah, saudarimu itu memang tidak pernah tahu siapa dirinya." Ia berdiri dan memegang kedua pundakku sembari memandangku dengan tatapan serius.
"Pikirkan! Jika berita bahwa saudarimu adalah keturunan penyihir hitam yang terakhir menyebar, itu akan berbahaya bagi kalian dan juga kami. Akan ada banyak pertikaian disini dan keluarganya yang hanya seorang hunter manusia, tidak akan mampu mengatasi semua ini. Perlu kau tahu, ini juga tidak akan baik bagi keluarga kami untuk terus menerus melindungi kalian. Selama ini keluarga kami sudah sangat berusaha untuk tidak berurusan dengan Klan yang bertentangan dengan perjanjian ini dan kami juga sudah berusaha melindungi semua klan lemah yang memilih sejalan dengan pemikiran kami. Aboji mempertaruhkan semua kekuatannya untuk melindungi kalian—manusia." Ia membantingkan dirinya pada tempat tidur king size dihadapan kami, tangannya mengacak-ngacak rambut terlihat frustasi. Katakan?...Apa pria dihadapanku ini benar-benar seorang monster? Kenapa...Ia harus merasa frustasi seperti layaknya manusia biasa? Why?
"Haruskah aku mempercayai ucapanmu?" Pandangan kami bertemu. Aku melihat tidak ada pancaran kepercayadirian tinggi yang selalu ia perlihatkan dari sorot matanya. Ia terlihat pasrah?
"Kau lihat saja. Kalau pada akhirnya semua perkataanku ini tidak terbukti, kau bisa menusukku dengan pasak perak yang sering saudarimu itu bawa. Disini...tepat dijantungku." WHAT? Apa dia bercanda?
"Kau tidak sedang bercanda kan?" Ia menggeleng dengan ekspresi yang masih serius.
"Anggap saja itu hukuman bagiku. Meskipun itu tidak cukup mampu untuk membunuhku, namun aku masih bisa merasakan kesakitan. Jadi, ku mohon berhentilah untuk mencemaskan apapun sekarang dan makanlah. Aku akan pergi!" Aku melihat punggungnya yang berjalan menjauhiku. Entah mengapa, aku merasa tak ingin punggung itu lenyap.
Sally pov end
Terik mentari tak menghalangi seseorang untuk terus berjalan menusuri semak belukar yang terlihat begitu luas. Seseorang dibelakangnya berusaha untuk mengimbangi langkahnya.
"Ten, kau yakin itu pesan dari Alice?" Ucap Doyoung yang terlihat kelelahan.
"Hm...Apa kau tidak bisa lebih cepat? Alice pasti menunggu kita." Protes Ten.
"Tapi bagaimana kita masuk kesana Ten? Kau tahu sekali kalau terakhir kali kita kalah telak?" Seketika Ten terdiam, antara ragu dan khawatir. Namun, ia sudah bertekat akan menolong gadis itu meskipun Alice tak memberinya pesan singkat dengan menggunakan sihirnya. Membayangkan Alice terkurung dalam sebuah ruangan yang gelap membuat Ten tak merasa tenang. Semenjak penangkapan Alice kemarin, Ten sama sekali tak dapat memejamkan matanya. Ia terus-menerus memikirkan gadis itu.
"Bahkan saat ini, Appa dan Kakek sedang berada disana." Lanjut Doyoung.
"Ada seseorang yang akan menolong Alice disana. Sepertinya penyihir wanita yang bernama Maria." Ucap Ten masih dengan keraguan.
"Maria? Kenapa ia mau membantu Alice?" Tanya Doyoung dengan heran.
"Entahlah, aku tidak tahu. Kita akan mencari tahunya nanti. Bahkan ketika kita lebih memilih lewat daerah ini juga salah satu petunjuk darinya." Ucap Ten yang membuat Doyoung seketika diam.
"Jadi berhentilah terus bertanya. Ikuti saja aku, jika kau memang berniat menyelamatkan mereka." Ten melanjutkan berjalannya dan Doyoung mengikutinya.
Kini mereka telah sampai di sebuah pintu gerbang kokoh dan seseorang berjuba melayang diatas gerbang itu dan membukanya dengan dorongan tangannya.
"Masuklah dengan berlahan. Ikuti lorong itu, nanti kalian akan melihat sebuah pintu yang terhubung dengan tempat Alice berada." Ucapnya kepada Ten dan Doyoung. Ten mengangguk, kemudian melangkah memasuki pintu itu di ikuti oleh Doyoung.
"Kalian hanya punya waktu 15 menit untuk membebaskan gadis itu. Kembalilah sebelum waktu itu dan aku akan menunggu kalian disini." Suara wanita itu menggema di sepanjang lorong yang membuat Doyoung tergidik.
"Ten, apa ini benar-benar akan baik-baik saja?" Tanya Doyoung sembari merangkul tangan Ten. Ten yang risih berusaha melepaskan rangkulan Doyoung.
"Baik atau buruk? Itu bukan masalah selama aku bisa melihat Alice lagi. Ayolah Doyoung, apa kau sudah lupa saat mereka mengirim kita pulang dengan kasarnya. Aku tidak tahu bagaimana mereka memperlakukan Alice." Lirih Ten yang membuat Doyoung seketika sadar. Ya, mungkin ini jalan yang terbaik dengan menyelamatkan Alice.
Tak lama mereka telah sampai didepan sebuah pintu. Ten masih mengingat petunjuk dalam pesan yang Alice sampaikan bahwa ia harus memeriksa sekeliling. Ten harus menaburkan air suci di depan pintu tersebut. Dengan cepat Ten menciprati sekeliling pintu dengan air suci.
"Alice..." Panggil Ten.
"Ten...Kau kah itu?" Jawab Alice dari balik pintu.
"Ne...Aku akan masuk. Tunggulah!" Ucap Ten sembari menyeret Doyoung untuk masuk ke dalam ruangan itu.
Alice pov
Aku masih disini, diruangan gelap nan pengap. Ya Tuhan, bagaimana caranya aku bisa keluar dari tempat ini? Aku sangat mengkhawatirkan Sally, bagaimana keadaannya sekarang? Maria...Bagaimana dengannya? Apa ia melupakan janjinya?
"Mereka sebentar lagi akan menuju kemari." Suara itu? Maria? Jadi Ten sedang menuju kemari?
Haruskah aku merasa lega sekarang? Bagaimana kalau seandainya ini tidak berjalan dengan baik? Bagaimana seandainya sesuatu yang mengerikan terjadi?
"Alice..." Suara ini...Ten!
"Ten...Kau kah itu?" Apakah ini nyata?
"Ne...Aku akan masuk. Tunggulah!" Ya, ini nyata. Sebentar lagi pintu ini akan terbuka dan aku bisa keluar dari tempat gelap ini. Sally tunggulah, kita akan pergi dari tempat kumpulan monster sampah ini.
BRAK
Dan...Aku melihat Ten dan Doyoung. Mereka datang untuk menyelamatkanku. Temanku, seseorang yang begitu memperdulikanku. Mereka tidak meninggalkanku meskipun aku dalam keadaan seperti sekarang ini.
"Ten..." Aku merasakan sesuatu basah jatuh di pipiku. Aku menangis lagi?
"Gwancaha..." Ten menghampiriku dan memelukku. Hangat, aku merasakan itu darinya. Ten, dia selalu bisa membuatku merasa nyaman.
"Aku ingin keluar dari tempat ini Ten." Lirihku dan ia mengusap kepalaku lembut.
"Tentu, kami datang kemari untuk menyelamatkanmu." Ucapnya sambil melepaskan pelukannya dan menatapku. Aku melihat dirinya yang masih belum sepenuhnya sembuh dan Doyoung juga datang.
"Kau datang juga?" Tanyaku kepada Doyoung.
"Hm...Kau baik-baik saja kan?" Dan aku hanya mampu mengangguk terharu.
"Ayo kita pergi dari sini, wanita itu hanya memberi kita waktu 15 menit. Ini sudah lebih dari 5 menit. Kajja..." Ten merangkul tubuhku dan mendorongku untuk segera melangkah bersamanya. Tapi, aku tidak mungkin meninggalkan tempat ini tanpa Sally?
"Ten...Kita harus membawa Sally." Mohonku dan Ten menggeleng.
"Come on Ten." Mohonku lagi
"Sally akan baik-baik saja Alice karena mereka masih terikat dengan perjanjian itu." Kali ini aku melihat ketegasan dari nada suaranya.
"Kau sudah berjanji untuk melindunginya Ten." Aku cukup kesal dengan keputusannya.
"Aboji dan kakek yang akan mengurusnya. Kau tak perlu khawatir." Kali ini Doyoung yang akan bicara. Namun tetap saja aku tidak bisa meninggalkannya. Dad, aku masih ingat dengan apa yang dikatakan Dad kepadaku...Jangan pernah meninggalkan Sally.
"No way!...Kita harus menyelamatkannya. Maria, kau dapat mendengarkanku?" Saat ini aku hanya mampu mengandalkan wanita itu.
"Apa yang kau inginkan?" Suaranya yang masih menggema diruangan ini.
"Berikan kami jalan menuju Sally." Pintaku.
"Apa kau yakin? Kau akan membutuhkan waktu lebih lama dan aku tidak bisa menjamin kalau kalian tidak akan ketahuan."
"Apapun itu aku akan mengurusnya. Kau hanya perlu membawa kami ke tempat Sally berada." Ya, aku juga harus menyelamatkan Sally.
"Baiklah kalau itu maumu." Ucapnya dan aku melihat sebuah lubang bercahaya dihadapan kami.
"Masuklah..." Pintanya, tanpa banyak bertanya kami pun melangkah memasuki lubang bercahaya itu dan kini kami berada di sebuah ruangan serba putih. Aku melihat Sally berdiri memunggungi kami.
"Sally..." Ia menoleh dan terkejut dengan kehadiran kami.
"Kalian, bagaimana kalian bisa berada disini?" Tanyanya yang kini telah berdiri dihadapanku. Aku melihat matanya mulai berkaca-kaca.
"Kami dibantu oleh Maria." Kataku dan ia memelukku. Apa dia sudah tidak takut lagi kepadaku?
"Alice sorry, aku meragukanmu." Syukurlah, ia tidak takut lagi kepadaku.
"Ayo kita pergi dari sini." Ajakku dan aku melihat perubahan ekspresi di wajahnya. Ia menggeleng pelan dan itu cukup membuatku heran.
"Why?" Ada apa dengannya?
"Alice, kita akan aman berada disini. Diluar sana sangat berbahaya." Ucapnya sambil memegangi pundakku. Aku sungguh tak dapat menebak reaksinya akan seperti ini. Apa ia masih meragukanku?
"Apa kau mulai mempercayai mereka Sally? atau kau masih ragu kepadaku?" Ia terdiam sesaat sebelum akhirnya ia menggeleng.
"No, bukan seperti itu. Aku mempercayaimu tetapi di luar sana sangat berbahaya bagimu Alice." Bagiku? Apa ia benar-benar mengkhawatirkanku? Ku rasa tidak! Ia terlihat begitu ketakutan. Kau...Masih meragukanku Sally!
"Ku mohon Alice, percayalah padaku." Kita sudah melalui hal yang lebih buruk dari ini sebelumnya tetapi aku tidak pernah melihatnya ketakutan seperti ini.
"Kau masih meragukanku Sally." Lirihku dan ia menggelengkan kepalanya.
"Tidak Alice....tidak seperti itu. Aku--aku hanya tak mau kau terluka."
"Benarkah?" Aku masih berusaha untuk memastikan itu dari sorot matanya.
"Kau...Bagaimana bisa kalian disini?" SIAL! Suara itu? Aku menoleh dan mendapatkan seorang pengawal wanita berdiri diambang pintu.
"Tamatlah riwayat kita." Please Doyoung, jangan memperburuk suasana hatiku.
"Alice, kita harus segera pergi dari sini sebelum beberapa orang lagi akan muncul." Saran Ten. Aku memandang Sally yang terlihat memohon kepadaku untuk tak pergi dari sini.
"Alice, kembalilah ke ruanganmu. Sungguh mereka tidak akan melukaimu." Sally, aku tidak mengerti kenapa kau melakukan ini.
"Maria...Kau mendengarkanku?" Ucapku
"Tentu..." Jawab Maria
"Bawa kami pergi sekarang juga." Pintaku
"Baiklah, ingat waktu kalian hanya 2 menit dari sekarang."
Dan...Aku melihat sebuah lubang yang sama dihadapan kami. Aku memandang Sally yang terus menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak pernah berfikir bahwa kau lebih mempercayai orang lain dibandingkan diriku Sally. Aku sungguh kecewa padamu. Sorry, aku tidak bisa bertahan disini. Semoga kau baik-baik saja disini. Jika kau membutuhkanku? Kau bisa memanggilku dengan fikiran dan hatimu. Selamat tinggal, jaga dirimu baik-baik." Ya, hanya kata itu yang mampu ku ucapkan kepadanya. Haruskah kita bersama sampai disini? Maafkan aku tidak bisa menjagamu dan aku juga tidak bisa menjagamu.
"Ayo Alice." Ten segera menyeretku dan Doyoung untuk memasuki lubang itu.
"Tunggu!!! Kalian tidak akan kemana-mana!!!" Suara itu, aku melihat penyihir paruh baya itu segera melenyapkan lubang dihadapan kami.
"Jangan menghalangiku atau kau ingin mati!" Sudah cukup mereka mempengaruhi Sally hingga membuatnya tak mau mempercayaiku lagi. Sekarang ia mengancam kami? Kalian tidak akan ku biarkan bertingkah seenaknya kepada kami!!! Tidak akan pernah!!!
Alice pov end
-Tbc-
Author hiyer *-* entah yang chapter ini ngefeel atau kagak?
yang pasti jika kalian uda baca meskipun nggak ngefeel wajib vote :V
yang baik hati gua doain dapet rezeky sekalian komen juga wkwkwk :V
Gomawu uda mau baca FF abal-abal ku ini ^^
Sekian terima berlian e.e
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top