Chapter 21
Jangan lupa follow ya >.<
|| Warning!!! ||
Langit gelap berangsur cerah dan tetesan embun menghilang di balik dedaunan yang terlihat begitu hijau, udara terasa begitu menyejukkan. Pagi ini begitu cerah menimbulkan perasaan nyaman pada setiap insan.
Alice duduk di depan jendela sembari memandangi wajah teduh seorang malaikat kecil yang berada di pangkuannya. Bayi itu mengoceh dan tersenyum memandangi Alice yang bahkan tak mengatakan apapun. Seolah bayi itu mengajaknya berbicara.
"Apa yang ingin kau katakan?" Tanya Alice dengan lembut, membelai pipi mungil nan rentan itu. Bayi itu terus bergerak dengan ocehannya.
"Wah, apa ini? Bagaimana dia bersikap begitu manis kepadamu?" Jaehyun tercengang memandangi keakraban Alice dan bayinya sementara Sally masih terbaring tepatnya Alice yang membuatnya beristirahat. Bayi Humpire ini tidak mau melepaskan dirinya dari Sally, dari susunya. Terpaksa Alice mengambil alih, menidurkan Sally dengan syihirnya dan menjaga bayi ini beberapa saat lalu.
"Kau harus bersikap baik kepada kedua orang tuamu. Kau ada karena mereka." Alice menasehati bayi itu dan bayi itu berhenti bergerak-gerak. Ia terdiam seolah berusaha untuk mencerna perkataan Alice.
"Lihatlah, dia berusaha mengerti ucapanmu." Jaehyun menatapnya tak percaya sementara Alice terlihat tersenyum senang.
"Ku pikir itu karena syihirku." Alice berusaha menebak membuat kirut di dahi Jaehyun semakin jelas.
"Apa maksudmu?" Tanya Jaehyun.
"Saat proses kelahirannya, aku mengirim energi untuk Sally bukan? Ku rasa ia menyerapnya dengan baik." Alice juga terlihat masih tak percaya. "Saat pertama kali aku menyentuhnya, aku merasa getaran itu. Ia bisa mengirim perasaan yang nyaman pada siapapun yang menyentuhnya, maksud ku dia mengobati segala bentuk perasaan negatif. Rupanya kelebihan Sally yang bisa menyembuhkan berkembang lebih baik. Ku rasa dia akan menjadi sosok yang kuat." Terang Alice.
"Benarkah? Apakah dia juga bisa menggunakan syihir sama seperti mu?" Tanya Jaehyun.
"Aku belum tau, tapi kurasa syihir yang ku salurkan ke Sally terserap kepadanya. Dia akan menjadi bayi yang kuat, kalian hanya perlu mendidiknya dengan baik." Saran Alice.
"Tentu saja!" Jawab Jaehyun dengan mantap.
"Kami juga akan membantumu menjaganya." Taeyong muncul di antara mereka tak membuat keduanya terkejut. Mereka telah terbiasa dengan hal ini terutama Alice yang bisa merasakan kehadiran Taeyong.
"Dia sudah lebih tenang." Taeyong membelai lembut pucuk kepala bayi rentan itu. Membuatnya bergerak-gerak dan mengoceh, seolah mengajak Taeyong berbicara.
"Ini tidak bisa dipercaya, dia begitu ramah kepada kalian!" Jaehyun terlihat kesal membuat Taeyong dan Alice tertawa geli.
"Ku rasa kau harus lebih sabar kepadanya." Saran Taeyong sambil menggerak-gerakkan tangan mungil itu dengan gemas.
"Ah, baiklah!" Jaehyun menerima saran Taeyong setengah hati.
"Oh ya, siapa namanya?" Alice hampir lupa menanyakan nama keponakannya yang satu ini.
"Lee Jeno!" Jawab Jaehyun dengan bangga.
"Itu nama yang keren!" Alice terlihat antusias. Taeyong dan Jaehyun terperangah dibuatnya.
"Why?" Tanya Alice ketika ia mendapati dua saudara itu memandangnya dengan ekspresi yang tak bisa ia mengerti.
"Tidak hanya saja kau terlihat lebih bersemangat." Ucap Taeyong santai dengan senyum gelinya.
"Ku rasa, kalian juga harus memiliki satu." Jaehyun mulai melakukan serangan. Wajah Alice merona seketika.
"Benarkah? Hm...Akan ku usahakan." Ucap Taeyong dengan tawa gelinya sementara Alice segera menyerahkan Jeno pada Jaehyun.
"Ini!" Katanya dengan kesal dan melangkah meninggalkan dua saudara beserta Jeno.
"Jangan terus menggodanya!" Pintah Taeyong.
"Haha...Aku hanya menyampaikan hasrat mu hyung!" Jaehyun mengedipkan matanya sembari berjalan membawa Jeno pergi dan Taeyong tiba-tiba menghilang.
Taeyong muncul tepat di belakang Alice yang sedang berdiri di balkon menatap kosong halaman di depannya.
"Kenapa kau mudah sekali marah?" Taeyong memeluk Alice dan mengecup leher belakang Alice yang telanjang karena ia mengangkat rambutnya ke atas sekarang.
"Apa kau memang menginginkannya?" Alice membalikkan tubuhnya segera dan memandang Taeyong dengan serius, ia menunggu jawaban Taeyong.
Taeyong tersenyum, mendaratkan bibirnya pada kening Alice.
"Ku rasa tidak buruk jika kita memiliki satu tapi aku tidak akan memaksamu. Biarkan semuanya mengalir seperti air. Ketika saatnya tiba, kita pasti akan memilikinya." Ucap Taeyong dengan bijak membuat Alice merasa lega dan bersyukur memiliki suami sepertinya.
"Yong..." Panggil Alice membuat pria ini menunduk dan kini memandang Alice sepenuhnya.
"I Love you so much." Kata Alice dengan kedua pipi meronanya sementara Taeyong tersenyum dan segera mengecup bibir Alice singkat.
Chu~
Alice terpaku untuk sesaat memandangi bibir merah Taeyong yang seketika membuatnya ingin melumat bibir itu. Segera! Alice mengalungkan kedua tangannya pada leher Taeyong dan pandangannya masih tertuju pada bibir seksi milik Taeyong.
"Beri aku ciuman!" Perintah Alice yang membuat Taeyong sedikit tertawa geli.
"Hm...Ini masih terlalu pagi." Taeyong berpura-pura menolaknya membuat Alice kesal.
"Terserah kau saja!" Alice hendak melepaskan rangkulan tangannya pada leher Taeyong tapi pria itu malah mengangkat tubuh Alice mendudukkannya pada pembatas balkon.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Alice bingung.
"Bukankah kau menginginkan sebuah ciuman?" Tanya Taeyong dengan senyum penuh arti.
"Ya, aku menginginkannya. Berikan aku sekarang!" Pinta Alice yang hampir seperti sebuah rengekan. Taeyong bertambah geli saja, akhir-akhir ini Alice cukup mengejutkan dengan sikap kekanakannya.
"Aku akan memberikannya sampai kau puas!" Ucap Taeyong yang segera meraih dagu Alice agar terangkat, kemudian Taeyong mulai menempelkan bibirnya pada bibir mungil Alice.
Berlahan dengan lembut Taeyong melumatnya kemudian lumatanya semakin dalam dan kuat. Alice semakin terbuai dengan sentuhan kenyal bibir Taeyong yang membawanya berada di atas ranjang sekarang.
Taeyong melepaskan tautan bibirnya sekarang mencoba memberi ruang untuk Alice dan dirinya mengambil nafas dalam. Matanya terfokus pada kaos yang Alice pakai, dengan lembut Taeyong melepaskannya. Terlihat jelas bra berenda warna hitam menyembunyikan kundukan kenyal milik Alice. Taeyong tersenyum melihatnya sebelum ia kembali melumat bibir Alice.
"Yong..." Lirihnya saat Taeyong menjamah bagian lehernya, menjilati, menghisap dan mengigitnya, mencetak kissmark di lehernya.
"Aku suka aromamu." Guman Taeyong yang kini Sudah berhasil mengangkat bra berenda hitam dari tubuh Alice membuat kundukan kenyal itu terlihat dengan puting merah menggoda di kedua sisinya.
Taeyong mulai meremas salah satu gundukan kenyal itu membuat Alice melengkuh.
"Ahhhh...Mmmhhh"
Tubuh mereka terlihat mulai bersinar tanpa mereka sadari.
"Jangan terlalu terburu-buru sayang. Tidak ada yang mengganggu kita saat ini." Guman Taeyong di telinga Alice yang kemudian ia lumat membuat Alice geli.
Taeyong masih meremas kundukan kenyal itu dengan satunya yang ia jilati dengan pola melingkar dan beberapa kali menghisapnya.
"Ahhh...Yong..." Alice terus berdecak.
Taeyong menghentikan aktifitasnya kemudian memandangi wajah Alice yang terlihat setengah mati menahan nafsunya.
"Apa menurutmu ini lucu? Jangan tertawa!" Omel Alice membuat Taeyong terkekeh.
"Jadi?" Taeyong mendekatkan wajahnya pada wajah Alice, membuat hidung mereka saling berbenturan.
"Jangan menggodaku, segera masukkan saja." Rengek Alice yang seketika mendapatkan kecupan gemas dari Taeyong.
"Ani, aku ingin bermain-main lama sekarang." Ucapnya dengan smirk.
Bibir Taeyong segera menyusuri bawah kundukan kenyal milik Alice mencetak beberapa lovemark dibeberapa bagian bawah sampai pusar membuat Alice tak berhenti untuk merintih.
"Oh god! Ayolah Yong!" Rancaunya tak tahan lagi hingga akhirnya Alice segera bertindak. Ia dengan cepat meraih tubuh Taeyong dan membantingkannya di ranjang dengan posisi ia sekarang menduduki perut Taeyong dengan setengah naked.
"Apa yang akan kau lakukan?" Taeyong mengerlingkan matanya, terus menggoda Alice.
"Menurutmu apa?" Katanya dengan meraih kaos Taeyong yang masih ia pakai sementara Alice sudah setengah naked.
KREK
"Alice, ini kaos favoritku!" Ucap Taeyong berpura-pura serius.
"Kau pikir, aku peduli?" Alice mulai menciumi wajah Taeyong, dari kening, hidung, pipi dan bibir.
"Kau ingin bermain-main? Baiklah, akan ku ladeni!" Guman Alice disela-sela cumbuannya, ia menindihi tubuh Taeyong membuat kulit mereka saling bersentuhan mengakibatkan suasana semakin panas. Alice segera melepaskan celana legingnya dan menyisahkan dirinya dengan celana dalamnya kemudian ia meraih celana Taeyong dan merabah sesuatu yang mengeras disana membuat Taeyong menegang.
"Mmmhhh..." Desah Taeyong. Alice segera menatap wajah Taeyong yang sudah terlihat menginginkannya.
"Lihatlah, aku baru menyentuhnya tapi kau sudah seperti ini." Alice tertawa bersama Taeyong.
"Baiklah, lakukan apapun yang kau mau." Tangan Taeyong meraih rambut Alice dan membelainya dengan sayang.
"Yah, hari ini aku yang akan memimpin!" Ucap Alice yang kini sudah berhasil membuka celana Taeyong dan membuangnya kemudian Alice kembali bermain di bagian leher Taeyong, menjilatinya, menghisap dan mengigitnya.
"Alice geli..." Protes Taeyong namun Alice nampaknya tak menghiraukannya. Tangan Alice terus meraba di bagian dada sampai pusar Taeyong, mengendusnya. Saat di bagian puting Taeyong Alice mengigitnya.
"Sayang!" Taeyong memperingatkan Alice untuk tak bermain-main lagi tapi Alice tak memperdulikannya bahkan sekarang tangannya berpindah merabah bagian junior Taeyong yang mengeras dan nampak timbul.
"Alice, ayolah!" Erang Taeyong, Alice merasa menang. Ia melepaskan celana dalamnya dan milik Taeyong.
Sekarang nampak jelas, junior Taeyong membesar dan Alice tercengang melihatnya.
"Aku akan menyentuhnya." Alice segera memainkan tanganya pada junior yang kini besar dan tegak tersebut.
"Oh Alice, lakukan sesuatu!" Rancau Taeyong membuat Alice geli dan tak tega sekaligus.
"Tentu, dengan senang hati." Segera, Alice mengarahkan vaginanya pada junior Taeyong, vagina itu menghisapnya dengan mudah dan Alice mulai bergerak-gerak. Cahaya semakin menyilaukan muncul dari tubuh mereka. Hanya mereka yang dapat melakukan aktifitas seks yang mampu membuat kekuatan mereka bertambah tanpa melakukan latihan.
"Ummm...Ahhh..." Keduanya saling merancau tak jelas.
Bahkan kini Taeyong duduk, meraih tubuh Alice yang masih bergerak-gerak diatas pangkuannya. Kedua tangan Taeyong masih meremas-remas pantat Alice sementara bibirnya sudah menjelajahi leher Alice yang sudah merah dengan beberapa kisssmark, ia terus memberikan gigitan memabukakan itu di sekitar payudara Alice membuatnya nampak memerah dengan remasan juga.
"Ahhhh...Yong." Desah Alice mempercepat gerakannya.
"Ummhhh..." Taeyong tak berhenti memeras dan menghisap kundukan kenyal Alice seolah itu permen yang begitu enak.
"Aku ingin keluar..." Ungkap Alice.
"Jangan dulu..." Larang Taeyong tapi terlambat Taeyong sudah merasakan sebuah cairan hangat menyentuh juniornya yang masih tertanam didalam vagina Alice. Alice menjatuhkan dirinya pada tubuh Taeyong dan Taeyong memeluknya, membelainya.
"Satu kali lagi baby, aku ingin kita sama-sama klimaks." Pinta Taeyong, Alice segera mengangguk.
Taeyong segera membaringkan tubuh Alice dengan lembut dan mencium bibirnya, mengigitkannya agar lidahnya dengan mudah masuk dan bermain didalam mulutnya. Sementara tangannya sudah bergerak dibawah sana, bagian vagina Alice agar cepat terangsang.
"Ummmhhh Yong!" Guman Alice disela ciuman Taeyong yang memabukkan. Segera, Taeyong melepaskannya. Ia mengecup kening Alice.
"Aku akan memasukkannya kembali." Alice mengangguk dengan wajah penuh gairahnya.
"Ahhhh..." Erang Alice saat junior milik Taeyong berhasil masuk kembali kedalam vagina. Kemudian tubuhnya bergerak seirama dengan gerakan Taeyong.
Cukup lama sampai lengkuhan itu terdengar dari keduanya. Taeyong menjatuhkan tubuhnya diatas tubuh Alice.
"Apa kau merasa lelah?" Tanya Taeyong dan Alice menjawabnya dengan menggeleng. Taeyong memberikan kecupan singkatnya pada bibir Alice.
Chu~
Kemudian mengangkat tubuhnya dan berbaring disamping Alice, meraih selimut dan menutupi kedua tubuh mereka, memeluk Alice dengan erat.
"Apa kau sudah mengatakannya kepada kedua orang tuamu?" Tanya Alice yang masih memandangi wajah tampan Taeyong yang kini memejamkan matanya.
"Ya..." Guman Taeyong tanpa membuka matanya.
"Apa kata mereka?" Tanya Alice penasaran yang seketika membuat Taeyong membuka matanya, memandang Alice dengan senyuman.
"Mereka akan segera kemari." Seketika Alice tersenyum bahagia.
"Benarkah?" Alice masih terlihat tak percaya. Taeyong memperjelasnya dengan anggukan.
"Syukurlah, Sally pasti senang." Ungkap Alice sembari memeluk erat Taeyong. Menyandarkan kepalanya pada dada Taeyong sementara Taeyong membelai lembut pucuk kepala Alice dan sesekali menciumnya.
"Bagaimana dengan para klan?" Alice hampir melupakan hal yang paling patut untuk mereka waspadai.
"Entahlah, Endor sudah mulai bergerak dengan beberapa mata-mata yang ia sebar ke penjuru dunia. Keluarga kami memang cukup terkenal hanya saja bukan karena kekuatan kami tapi karena kekuasaan yang Aboji miliki. Jadi ku dugaan ku mereka akan sedikit meremehkan kami, mereka pikir kami tidak memiliki pasukan yang mumpuni jika kami berperang denan klan lain." Terang Taeyong yang kini terlihat sedikit cemas.
"Jadi kau pergi semalam setelah menidurkan ku dan baru kembali sekarang karena ini? Menurutmu mereka akan menyerang?" Taeyong diam sesaat seolah berfikir.
"Tentu, mereka akan segera tau karena Humpire merupakan sebuah aib bagi mereka, makhluk setengah manusia yang tak seharusnya hidup. Kurasa mereka akan bergerak cukup hati-hati kami sudah menyiapkan pasukan vampire yang cukup kuat untuk menghadapi mereka. Lagi pula, mereka tidak tau bahwa keluarga kami memiliki penyihir hitam sepertimu." Terlihat Taeyong berusaha untuk menghibur Alice dan dirinya.
Alice menyentuh pipi Taeyong dengan lembut. "Kau memikirkan ini juga. Bisa saja mereka bekerja sama dengan penyihir lain seperti wanita itu, ingat bukan aku saja penyihir hitam yang tersisa. Masih ada dia dan juga Ten." Wajah Taeyong terlihat menegang, merasa perkataan Alice ada benarnya juga.
"Tapi tenang saja, aku juga tidak sendiri ada kau disini. Kau bukan lagi vampire biasa kekuatanmu malah melebihi Ten yang memang terlahir sebagai keturunan vampire dan penyihir hitam. Yong, ku rasa kita harus sering melatih diri kita. Kita tidak tahu sebesar apa kekuatan mereka bukan?" Taeyong terlihat begitu cemas dengan mendekap tubuh Alice semakin erat.
---***---
"Sudah saatnya kita membuat sekutu." Tiffany duduk disamping Nichkun yang terlihat semakin pucat.
"Ingat, kau harus lebih hati-hati." Kali ini Nickhun menyandarkan kepalanya pada bahu Tiffany kemudian wanita paruh baya itu membelai punggung suaminya dengan lembut.
"Iya aku tau. Humpire itu sudah terlahir. Aku sudah menghubungi beberapa klan yang membenci Humpire dan mereka mau untuk bergabung. Tinggal beberapa klan bangsawan lagi dan mereka tidak akan mampu untuk melawannya." Tiffany menyeringai.
"Bagaimana dengan Chittapon?" Tiffany terdiam, nampaknya ada sesuatu yang ia sembunyikan dari suaminya ini.
"Tidak ada masalah dengannya. Ia juga memikirkan bagaimana caranya segera membuat ini terlaksana dan membuatmu kekal, menghapus semua kutukan itu dari tubuhmu." Tiffany memeluk Nichkun dengan erat.
"Berhentilah terlalu memanjakannya. Dia harus memiliki kekuatan yang lebih besar dariku." Ucap Nickhun membuat Tiffany terlihat merasa bersalah.
"Tentu, kau tak perlu mengkhawatirkannya, ia terus berlatih sepanjang waktu." Bohong Tiffany.
Sebenarnya Ten tak benar-benar berlatih, ia hanya sibuk bersenang-senang di club malam bersama banyak wanita yang berakhir mengenaskan karena Ten hanya menjadikan mereka mangsanya.
Bahkan di siang yang terik ini Ten sedang bercumbu dengan seseorang didalam kamarnya. Ten berbaring terlentang ketika seorang wanita duduk diperutnya, ia membiarkan wanita itu mencumbunya penuh dengan gairah. Sementara Ten hanya menanggapinya dengan muka datarnya.
"Mmmhhh..." Guman wanita itu saat tangan Ten bergerak meremas kedua payudara milik wanita itu.
"Buat aku bergairah, agar aku tidak membunuhmu dengan cepat." Bisik Ten dengan seringaiannya, wanita itu pun bergerak dengan cepat menciumi tiap lekuk tubuh Ten. Nampaknya wanita itu terpengaruh dengan komplusif yang dimiliki Ten.
"Chittapon hentikan!" Suara Tiffany menggema.
"Urusi saja urusanmu eomma!" Ucap Ten yang kini dengan kasar meraih tubuh wanita itu dan membaringkannya.
"Ayolah, eomma ingin berbicara denganmu. Berhentilah bermain-main!" Bentak Tiffany yang membuat Ten semakin gencar memasukkan juniornya kedalam wanita itu.
"Umm...Ahhh...Arggh..." Erang wanita itu merasa sakit yang teramat karena Ten benar-benar tidak mengurangi kekuatannya.
"Aku akan berhenti kalau kau berhasil membawa Alice kembali!" Rancau Ten.
"Apa kau gila? Sadarlah nak!" Tiffany berusaha menyadarkan Ten.
"Iya aku memang gila! Maka dari itu tolonglah aku eomma! Aku tidak bisa melakukan ini lagi, aku tak baik-baik saja melihatnya bersama pria itu! Aku ingin membunuhnya!"
Brak
Kata Ten penuh emosi sembari menghempaskan tubuh wanita yang pingsan itu begitu saja. Ia tak melanjutkan aktifitas seksnya, dengan tubuh yang masih bertelanjang dada Ten menghampiri foto Alice yang seukuran dengan poster. Tangannya mulai menyentuh dahi, mata kemudian turun pada bibir Alice. Ten mendaratkan bibirnya pada bibir Alice di foto, melumatnya dengan memejamkan mata seolah ia benar-benar merasakan bibir Alice. Tanpa terasa air mata Ten mengalir begitu saja.
"Alice...Aku merindukanmu." Gumannya disela lumatannya.
---***---
Alice pov
Aku sangat lelah tapi bayi itu tak mau berhenti menangis. Sebenarnya apa yang Jaehyun dan Sally lakukan? Apa mungkin Sally masih belum sadar? Ku pikir dia sadar sekarang?
"Ah, berisik!" Aku membuka mataku dan mendapati Taeyong masih tertidur disampingku dengan terlentang, tepatnya tangan kirinya ku jadikan sebagai bantal dan kini ia memelukku dan sedikit mengangkat selimutnya.
"Bukannya kau pernah bilang bahwa vampire tidak akan tidur?" Godaku dan ia membuka matanya sambil menyeringai.
"Aku hanya menemanimu." Jawabnya santai sambil mengendus-ngenduskan hidungnya di leherku.
"Ku pikir kita terlalu lama disini. Bukankah banyak hal yang harus kau urus?" Tanyaku dengan merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.
Seketika, aku melihatnya menatap jendela kaca dan terlihat senja disana. Ia segera duduk dan aku juga mengikutinya.
Dia memandangiku yang membuatku segera bertanya. "Why?" Tanyaku dan ia tersenyum sembari mengacak rambutku.
"Aku harus pergi." Ucapnya terasa sekali ia enggan pergi. Entah hanya aku atau dia juga merasakannya, aku tak bisa tak melihatnya sehari saja karena aku akan sangat merindukannya.
Aku segera memeluknya. "Aku tak ingin meninggalkanmu." Ungkapnya yang mampu membuat semakin tak bisa lepas darinya.
"Kalau begitu bawa aku bersamamu." Mohon ku dan ia memandangku sambil tersenyum. Ia menciumku singkat.
"Baiklah, ayo!" Katanya sambil tertawa.
"Apa kita pergi dengan telanjang seperti ini?" Kataku sedikit kesal dan ia terkekeh geli.
"Jangan tertawa!" Kataku.
"Baiklah, sebaiknya kita mandi, setelah itu pergi." Tawarnya yang kini sudah berdiri dan mengulurkan tangannya hendak menggendong ku di depan. Aku pun segera berdiri dan menghampirinya mengalungkan kakiku pada pinggangna, berjalan ke kamar mandi dalam gendongannya. Shit! dia terus memciumiku.
"Kalau terus seperti ini, kita tidak akan segera pergi." Omel ku.
"Baiklah." Katanya.
15 menit kemudian kami sudah berada dihadapan Sally dengan Jeno yang berada dalam gendongannya.
"Kalian akan pergi?" Tanya Sally yang kini menyerahkan Jeno kepada Jaehyun.
"Iya, kami harus mengurus beberapa hal." Kata Taeyong yang tak mau menyampaikan secara detail apa yang akan kami lakukan yang sepenuhnya untuk melindungi jagoan kecil ini.
"Jadi kali ini kalian akan lama pergi?" Jaehyun pun bertanya dengan ekspresi yang sulit ku mengerti.
"Ya, besok Aboji dan eomma akan kemari untuk melihatnya." Taeyong membelai lembut kepala si kecil Jeno.
"Benarkah?" Sally terlihat sangat senang, aku menanggapinya dengan mengangguk. Meskipun Jaehyun sibuk memperhatikan Jeno, aku dapat melihat raut wajahnya yang terlihat lebih tenang, maksud ku lega.
"Kalau begitu, kami pergi. Kalian harus menjaganya dengan baik." Pesan Taeyong kepada Sally dan Jaehyun. Aku sungguh ingin tertawa saat melihat sepasang kekasih yang telah memiliki anak sebelum menikah itu menuruti perkataan Taeyong begitu saja. Dimana bibir yang sering kali melayangkan protes itu? Ah, kurasa mereka semakin dewasa dan aku juga tepatnya kami semua.
Taeyong segera meraih tangan ku dan melangkah bersama, kami menghilang dan muncul di sebuah bangunan dengan halaman yang begitu luas. Ini tak nampak seperti Castil dengan gaya classic tapi seperti bangunan kuno era joseon yang disekelilingnya tembok menjulang sebagai pembatas yang kokoh.
"Sebagian pasukan vampire kita berada disini."
"Kau mulai membaca fikiran ku." Omel ku dan ia tertawa. Aku tak pernah melihatnya tertawa begitu lepas sebelumnya? Dia sangat manis saat tertawa seperti ini.
"Manis? Apa kau sadar kalau aku manis?" Katanya sembari mengangkat alisnya.
"Berhentilah membaca fikiran ku!" Omel ku lagi dan ia segera merangkul bahuku mendorong tubuh ku untuk berjalan kedepan.
"Kajja! Mereka sudah menungguku." Ungkapnya dan akhirnya kini kami berjalan bersama memasuki bangunan tersebut dan beberapa orang menyambut kami dengan berpakaian hanbok. Aneh, pasukan disini sangat berbanding terbalik dengan pasukan di Castil yang bergaya cukup modern.
"Mereka adalah pasukan generasi pertama." Aku mengangguk meskipun aku masih kesal karena dia terus-terusan membaca fikiran ku.
"Tuan muda Taeyong." Sambut seseorang yang seumuran kakek rapi masih terlihat masih begitu kuat, berpakaian sama dengan beberapa orang sebelumnya.
"Bagaimana kabarmu paman Shin." Sapa Taeyong dengan ramah dan kakek itu memeluknya sembari menepuk bahunya pelan. Kemudian pandangannya teralih pada diriku.
"Apa ini nona Alice?" Tanyanya dengan senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya.
Aku pun membungkuk untuk memberikan salam kepadanya. Ia pun mengulurkan satu tangannya kepadaku yang seketika membuatku bingung, memandangi Taeyong seolah bertanya kepadanya.
"Beliau ingin lebih dekat dengannya." Ucapnya yang tak dapat ku mengerti. Pada akhirnya aku pun menuruti perkataannya.
Aku merasakan kehangatan dan perasaan nyaman, seolah ia memberikan energi positifnya kepada ku.
"Sebelumnya, ia seorang blood sacred sama seperti Sally. Kini paman Shin sudah menjadi vampire. Kalau Sally mampu mengoptimalkan unicornnya ku rasa ia akan mencapai level seperti paman Shin." Terang Taeyong yang membuat ku segera mengerti semuanya.
"Aku tidak menyangka bahwa syihir hitam mampu untuk terkendalikan bahkan bisa tersalurkan dengan mudah pada Tuan muda Taeyong." Ucap kakek Shin, aku tidak mau memanggilnya paman karena ia pantas menjadi seorang kakek dengan penampilan setua ini. Berbeda halnya dengan Taeyong yang sudah hidup entar berapa ratus tahun.
"Aku bahkan tak mengira tua bangka itu memiliki garis keturunan dari Penyihir hitam. Pantas saja ia begitu menentang pernikahan mereka." Gumannya masih menatap ku dengan kagum sementara aku masih berfikir, mencoba untuk mengerti perkataannya.
"Paman Shin cukup dekat dengan kakek mu Alice." Oh, jadi begitu.
"Apa ia sering menemui kakek?" Tanyaku yang tak tahu harus merespon seperti apa? Ini terlalu mendadak untuk ku karena aku masih memiliki perasaan tak nyaman ketika membahas tentang kakek.
"Tentu saja, seminggu yang lalu ia sudah berkunjung kemari." Kakek dengan mudah datang kemari sementara mengingatkan ku saja sepertinya mustahil.
"Paman Shin, aku ingin melihat mereka. Dapatkah kau menunjukkannya kepada ku?" Ucap Taeyong sambil mengerlingkan matanya seolah memberikan ku kode. Ah, dia selalu menerobos masuk dalam fikiranku tanpa seizin ku tapi kali ini aku akan memaafkannya karena itu cukup membantuku.
"Tentu Tuan, mari ikuti aku!" Pinta kakek Shin yang kini sudah melangkah dan Taeying segera menarik tangan ku untuk berjalan bersamanya.
"Kau baik-baik saja?" Aku meliriknya dan mendesah. Ia mulai menggunakan telepatinya.
"Aku baik-baik saja, kau tak perlu khawatir." Seru ku tapi ia masih memandangiku dengan serius.
"Sayang, tolong jangan terlalu mengkhawatirkan aku. Lihatlah, aku baik-baik saja bukan? Jangan terlalu banyak berfikir!" Sambil terus berjalan, tangan ku menyentuh wajahnya sampai Kakek Shin mengentikan langkahnya.
"Ini ruangannya Tuan." Aku terlalu sibuk berfikir dan berbicara dengan Taeyong sampai aku tidak memeriksa sekeliling ku.
Deretan bangunan terbuat dari kayu kokoh saling berhubungan satu sama lain, kami lewat di teras depan yang baru kusadari deretan bangunan kayu ini luas dan melingkar dengan sebuah taman yang luas di tengah-tengah. Oh, jadi mereka adalah pasukan terkuat keluarga Lee?
"Alice...Taeyong!" What? Doyoung? Aku yakin ini suaranya dan seperti dugaan ku, ia berlari menghampiri kami dari kerumunan pasukan yang memakai kostum yang sama. Sungguh mereka terlihat seperti seorang atliet Judo, Doyoung sebagai pengecualiannya.
"Bagaimana dia berada disini?" Pertanyaan Taeyong cukup mewakili rasa penasaran ku atas kehadiran Doyoung.
"Hm...Beberapa bulan yang lalu tua bangka itu menitipkannya kepada ku." Entah kenapa? Setiap kali kakek Shin memanggil kakek dengan sebutan tua bangka membuat ku ingin tertawa. Apakah itu tidak terlalu konyol? Ayolah! Mereka sama-sama tua, kenapa juga kakek Shin memanggil kakek seperti itu?
"Bagaimana kabar kalian?" Tanya Doyoung penuh semangat, seperti biasanya. Aku tak langsung menjawabnya, memandanginya sambil tersenyum. Aku merindukannya dan juga paman.
"Seperti yang kau lihat, kami baik-baik saja." Jawab Taeyong yang seketika membuat Doyoung menghela nafas lega.
"Mianhae, kami meninggalkan mu begitu saja tanpa mengabarimu." My husband yang selalu selangkah lebih cepat. Ia berubah terlalu banyak sekarang atau mungkin selama ini aku tidak begitu memperhatikannya.
"Gwanchana...Sally bagaimana?"Doyoung yang selalu punya hati yang lapang.
"Dia baik-baik saja tentu saja dengan bayinya." Kataku yang seketika membuat Doyoung menganga. Aku sudah menduganya, bahwa ia akan bereaksi seperti ini.
"Mwo? Agi?" Tanyanya dengan bingung. "Ini baru 3 bulan lebih?" Katanya sembari menggerakkan jemarinya berusaha untuk menghitung. Ia berusaha untuk mencocokan dengan siklus kehamilan pada manusia normal.
"Ceritanya panjang, kau bisa bertanya pada Alice. Aku harus segera menemui mereka." Potong Taeyong yang membuatku mengangguk mengerti. Kemudian ia pun segera melangkah bersama kakek Shin ke tengah halaman yang luas itu menemui beberapa pasukan yang telah menunggunya.
"Aku bingung harus bercerita mulai bercerita dari mana?" Seru ku dengan kening yang mengkirut.
"Ceritakan intinya saja." Usul Doyoung yang seketika membuat ku mengangguk sembari memandangi Taeyong yang masih serius memperhatikan tiap gerakan kumpulan pasukan vampire yang tengah berlatih.
Aku pun mulai menceritakan dari mulai saat aku menghilang. Doyoung pun mendengarkan cerita ku dengan seksama sampai aku selesai bercerita. Namun setelah itu hal mengejutkan terjadi.
"Kalau kalian membutuhkan bantuan lebih besar, aku akan membantu dengan pasukan Hunter ku tentunya." Aku menatapnya tak percaya, karena ku pikir dia bukan lah Doyoung yang ku kenal. Ia semakin berani dan satu lagi, ku rasa kini ia sudah memiliki kekuasaan.
"Thanks!" Kataku dan ia segera memeluk ku.
"Hoh, aku beserta Aboji selalu bersamamu. Aku ingin melindungimu semampu ku, seperti saat kau melindungi ku ketika kecil dulu." Gumannya sambil tersenyum, melepaskan pelukannya.
"Apa yang kau rencanakan?" Aku tau, dia datang kemari dengan sebuah rencana.
"Aku akan bergabung dengan kalian. Menyerang para vampire klan Hwang. Akhir-akhir ini mereka sudah melewati batasan. Kau tau aku satu-satunya yang akan menjadi penerus kakek, jadi aku harus menjadi kuat." Katanya dengan sungguh-sungguh, aku cukup terharu mendengarnya. Saudara ku ini sudah dewasa rupanya.
"Dan aku akan membantumu menjadi lebih kuat." Taeyong tiba-tiba muncul membuat Doyoung tersentak sementara aku yang mampu menyadari kehadirannya hanya tertawa geli.
"Kau, tidak bisakah kau tidak muncul dengan cara seperti itu?" Doyoung kembali lagi ke dalam mode lamanya. Sangat lucu sehingga membuat ku ingin terus tertawa
"Aku tidak bisa." Kata Taeyong dengan datar. Mereka berdua adalah kombinasi yang luar biasa. Satunya adalah seseorang yang sangat lamban dan satunya terkadang bertingkah seperti seseorang yang tidak memiliki kepekaan, luar biasanya lagi mereka adalah keluarga ku.
Alice pov end
-Tbc-
Annyeong semua 😀
Seneng kan di update wkwkwk 😂
Maunya sih update barengan tapi uda pada nggak sabar kan ya 😯
Update ini dulu jadinya 😂
Jangan lupa sebelum baca Follow dulu dan Like + Komennya selalu Author tunggu 😆😆😆
Jangan lupa juga baca FF Author yang lain ya😅😅😅
Thanks uda mau baca FF abal-abal ini semoga kalian suka 😁😁😁
Mian kalau jelek 😢
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top