Chapter 15

Sinb mondar-mandir dengan cemas, kini ia tidak lemah lagi seperti beberapa waktu lalu karena ia telah menelan kapsul pemberian Taeyong dan setelah itu ia merasakan tubuhnya mulai pulih.

Langit telah menggambarkan senja dengan kemerahan yang berhamburan. Sosok yang begitu Alice harapkan telah tiba. Aaron datang dengan menutupi sebagian kepalanya dengan tudung. Ia memanjat dari bawah menuju jendela kamar Alice.

"Alice!" Bisiknya berlahan membuat Alice segera menghampirinya.

"Bagaimana caramu bisa pergi?" Tanya Alice penasaran.

"Itu tidak begitu penting sekarang. Kau sudah siap?" Tanya Aaron dan Alice mengangguk dengan cepat.

"Ayo naik ke atas punggung ku. Kita akan melewati atap belakang." Alice masih diam dengan kecemasannya.

"Comeon Alice, kita tidak punya banyak waktu." Ulang Aaron membuat Alice dengan terpaksa naik kepunggungnya.

"Pegang erat-erat. Jangan pernah menggunakan kekuatan mu sedikit pun, agar mereka tidak menyadari keberadaan kita." Pinta Aaron dan Alice pun mengangguk. Aaron belajar dari pengalaman saat mereka tertanggkap waktu itu. Wanita penyihir itu dapat merasakan syihir Alice, jadi untuk memastikan agar itu tidak terjadi lagi? Alice tidak boleh memakai kekuatannya dan pilihan terakhirnya adalah Aaron.

---***---

"Apa? Kau bilang Ayah pergi menyelamatkan gadis penyihir itu?" Tanya Maria yang baru saja datang dari eropa untuk mewakili Ayahnya dalam pertemuan rutin para penyihir.

"Ya nona, bahkan ketua juga membawa serta tuan muda Taeyong."

"APA? Bagaimana ayah bertindak begitu ceroboh? Bukankah kita harus melindungi keluarga Lee? Aku tidak mengerti apa yang ada di fikiran Ayah." Ucap Maria terlihat begitu cemas.

"Dan lebih tidak dapat kami mengerti nona...Mereka mau menikahkan tuan muda dengan wanita penyihir itu." Mata Maria membulat sempurna.

"SHIT! APA MEREKA SEMUA GILA? MEREKA TIDAK TAHU SEBEGITU BERBAHAYANYA GADIS ITU."

BRAK

Maria menggebrak meja dihadapannya. Terlihat begitu menahan amarahnya.

"Tidak! Ini tidak boleh terjadi, aku harus menggagalkannya! Bagaimana pun caranya." Seketika Maria berdiri.

"Nona mau kemana?" Tanya pengawal itu.

"Katakan dimana letak tempat itu?" Tanya Maria tak sabaran.

"Di sebuah castle tengah hutan sebelah timur." Jawab pengawal itu.

"Baiklah, aku akan pergi kesana." Ucap Maria yang kini sudah berjalan cepat menggunakan syihirnya.

Tidak membutuhkan waktu lama untuknya agar sampai di castil milik keluarga Hwang. Ia sudah berada diatas melayang-layang berusaha menelusuri castle itu dengan jangkauan matanya.

"Kau pikir? Aku akan membiarkanmu melakukan ini? Jangan berharap! Kau bahkan melupakan janjimu untuk tak mendekati tuan muda Taeyong!" Gumam Maria dengan amarah yang masih meluap dalam dirinya.

Maria pun berusaha untuk menembus dinding perisai castil tapi benteng perisai itu cukup kuat membuatnya harus terpental beberapa meter.

"Arrrgggghhhh..." Lengkuhannya keluar begitu saja dan muncul sosok penyihir yang tak lain adalah penyihir Tiffany yang merupakan eommanya Alice.

"Aku tidak tau apa yang menjadi alasan bagimu untuk datang kemari penyihir rendahan!" Ucap wanita paruh baya itu dengan tajam. Maria yang sudah sangat kesal bertambah emosi mendengar dirinya dihina.

"Aku memang penyihir rendahan tetapi aku tidak sepicik putrimu." Ucap Maria tak kalah sengit membuat Tiffany mengirutkan keningnya tak mengerti.

"Apa maksud dari perkataanmu?" Tanya Tiffany.

"Ckckck...Kau tak tau? Putrimu itu sudah merencanakan sesuatu untuk segera pergi dari tempat ini dan menikahi tuan muda Taeyong." Jelas Maria.

"APA? Itu tidak mungkin. Ia tidak akan bisa keluar dari tempat ini meskipun ia mau. Aku sudah menyegel kekuatannya dan tidak akan ada yang bisa menembus dinding perisai yang ku buat ini, jadi berhentilah berbicara omong kosong gadis kecil!" Tiffany memandang Maria geram.

"Wkwkwkwk...Ku pikir kau kau memang bukan seorang ibu yang baik. Jadi benar seperti kebanyak orang bilang? Seorang penyihir hitam tidak begitu mementingkan kelahiran seorang putri? Seorang putra lah yang paling di inginkan, kau hanya menciptakan dia sebagai alat untuk mencapai keinginanmu!" Ejek Maria yang membuat amarah Tiffany memuncak. Secepat kilat ia menyambar tubuh Maria dan menghempaskannya begitu saja.

"Kau benar-benar sudah membuang waktu ku penyihir rendahan. Waka...kemarilah dan bunuh gadis kecil ini." Seketika dua sosok makhluk dengan wajah sedikit menyeramkan hadir membuat Maria terkejut. Makhluk macam apa itu? Kenapa ia tidak pernah melihatnya.

"Kenapa? Kau terkejut?" Tangkap Tiffany setelah melihat perubahan wajah Maria.

"Dia adalah makhluk ciptaan ku. Vampire dengan sedikit kekuatan gelap, kekuatannya lebih besar darimu dan Waka kau boleh bersenang-senang dengannya." Ucap Tiffany yang seketika menghilang. Menyisahkan dua makhluk itu dengan Maria yang terlihat begitu cemas.

---***---

"Chittapon...Cek keadaan Alice di kamarnya." Tiffany menghampiri putranya yang sedang berada didalam kamarnya dengan berbagai macam persiapan untuk pernikahannya nanti malam. Ten yang bingung menatap eommanya tak mengerti.

"Cepat! Atau aku yang akan kesana dan mungkin aku sudah tidak bisa mengontrol emosiku untuk melenyapkannya!" Ucap Tiffany dengan tajam.

"Eomma wae? Apa yang sebenarnya terjadi?" Ten masih tak mengerti dengan situasi yang terjadi.

"Dia berusaha untuk pergi dari sini. Gadis bodoh itu sangat mirip dengan Appanya. Hanya untuk hari ini, aku mengorbankan kebahagian ku dan tinggal bersama pria dungu itu. Hanya untuk mu Chittapon, tapi gadis bodoh itu mengacaukannya. Cari dia, aku tidak ingin amarah ku membuat semua rencana kita hancur. Aku benar-benar tidak bisa memaafkannya!" Nafas Tiffany memburu menunjukkan tingkat emosinya yang tinggi. Ten menghela nafas sebelum akhirnya memutuskan untuk melangkah pergi dari kamarnya.

Dengan kekuatan syihirnya, ia menghilang dan kini berada dikamar Alice. Rahangnya mengeras ketika ia tak menemukan gadis itu dimana pun?

"Alice!" Panggilnya dengan suara yang berat, menunjukkan tingkat kemarahannya.

"Alice!" Tidak ada jawaban dan Ten melangkah menuju jendela. Ia memejamkan matanya sebentar sembari menghirup dalam-dalam udara di sekelilingnya. Aroma itu...Aroma yang mengingatkannya pada sosok Alice, Ten dapat merasakannya. Ia pun segera melompat dan melayang di udara mengikuti aroma Alice yang masih tersisa.

Sampai ia menemukan mereka, Aaron yang masih terus berusaha melompati dahan pohon dengan cepat dan sosok wanita yang Ten percaya bahwa itu Alice memeluk Aaron dengan erat membuatnya semakin geram. Meskipun jarak mereka cukup jauh itu tak masalah bagi Ten, ia bisa lenyap dan muncul secara tiba-tiba dihadapan mereka dengan syihirnya.

"Kalian tidak akan pergi kemana-mana." Ucapan Ten menggema, Alice yang menyadarinya segera mendongakkan kepalanya dan mencari sosok Ten.

"Aaron, dia menemukan kita!" Alice sedikit berteriak karena panik.

"Aku yang akan menghadapi mereka, kau hanya perlu melarikan diri." Pinta Aaron membuat Alice menggeleng.

"No! Aku tidak akan meninggalkanmu apapun yang terjadi, tidak akan!" Alice dengan ke keras kepalaanya.

"Kita tidak akan bisa lolos semuanya Alice! Mengertilah! Aku tidak bisa melihat mereka membunuhmu!" Kata Aaron tak mau kalah.

"Aku juga tak ingin mereka membunuhmu Aaron. Apa yang harus ku katakan kepada Adam nanti?" Aaron menghentikan pergerakannya dan turun, menginjakkan kakinya di tanah lagi. Ia mendudukkan Alice dibawah pohon yang rindang kemudian menatapnya sedih.

"Aku yang layak untuk menemuinya karena aku sudah menyebabkan ia mati. Biarkan aku yang menemuinya Alice." Air mata Alice seketika turun, ia sangat tahu apa makna dari ucapan Aaron. Pria itu akan mengorbankan dirinya untuk melindungi Alice.

"No! Jangan lakukan itu, ku mohon Aaron..." Aaron tersenyum sambil mengusap butiran air mata dibawah kelopak mata indah Alice.

"Setidaknya kau masih mempedulikan ku, itu sudah lebib dari cukup. Alice, aku mencintaimu!" Aaron mengecup singkat dahi Alice kemudian berlari dengan kecepatan tinggi, ia akan menghadang Ten.

Alice benar-benar tak bisa meninggalkan Aaron sendirian. Dia tak pantas untuk menjadi korban selanjutnya, Alice sudah mengalami beberapa kali rasa sakit kehilangan seseorang. Kali ini ia tidak dapat membiarkan ini terjadi lagi.

Alice pun berusaha menggunakan kekuatannya dan ia cukup terkejut ketika ia berhasil membuat wujudnya berubah dengan baju hitam, kuku hitam, rambut hitam berkilauannya dan kekuatan yang begitu terasa akan meledak dalam dirinya.

Ia pun segera menerbangkan dirinya untuk segera menemui Aaron dan Ten. Dengan kedipan mata, Alice telah sampai dihadapan kedua makhluk itu membuat keduanya cukup terkejut.

"Kenapa kau kemari? Pergi kataku!" Perintah Aaron. Alice masih terdiam dengan ekspresi datarnya. Menatap tajam Ten membuat Ten tersenyum.

"Apa kau berniat ingin membunuh calon suamimu?" Canda Ten namun tak mampu mengubah ekspresi Alice.

"Tinggalkan dia dan aku tidak akan melukaimu!" Ucapan Alice syarat akan ancaman membuat Ten terkekeh.

"Wkwkwk...Sudahlah, sebaiknya kita pulang. Apa kau ingin eomma yang kemari? Itu tidak akan baik Alice!" Ten berusaha untuk memperingatkan Alice.

"Aku tidak peduli!" Ucap Alice dengan nada dingin. Ten terdiam, kemudian pandangannya teralih pada sosok Aaron. Ten menyerang Aaron dengan sebuah pongkahan batu yang menghantam tubuhnya dengan cepat.

DUAASS

"Arrrggghhh..." Jerit kesakitan Aaron.

"Aaron!" Teriak Alice berusaha mendekati pria itu namun Ten menghalanginya dengan perisai tak kasat mata.

"Ayo kita pulang." Masih dengan kondisi melayang-layang di udara Ten berusaha menarik Alice dan sesuatu tak terduga terjadi. Mata Alice menjadi hitam dan sebuah dorongan angin membuat Ten terpental, namun dengan cepat Ten mampu menyeimbangkan dirinya kembali.

"Kau? Ada apa denganmu?" Tanya Ten tak mengerti dengan perubahan sikap Alice.

"Pergilah sebelum aku membunuhmu disini!" Ancam Alice dengan mata hitamnya yang menyala.

"Kau tidak akan berani melakukan itu." Ten menggeleng sambil tersenyum.

"Jangan meremehkan ku!" Sebuah bola api muncul dari tangannya dan bergerak dengan cepat mendekati Ten membuat Ten harus segera menghindar.

"Jadi kau serius sekarang?" Tanya Ten yang kini sudah berada dihadapan Alice. Seolah pria itu tak merasa takut sama sekali. Alice hanya tersenyum sinis, gadis itu nampak lain sekarang. Apakah ia sudah di kuasai oleh kekuatan gelapnya?

Alice tiba-tiba lenyap begitu saja dan ia berdiri beberapa meter dari Ten. Terlihat amarah gadis itu meluap dibarengi dengan angin yang semakin kencang berhembus seolah terjadi badai membuat beberapa tumbuhan dan pepohonan kecil berterbangan. Langit tiba-tiba gelap dan petir menyala-nyala dibarengi dengan gelegar suara guntur yang seolah mengamuk.

"Hentikan Alice!" Pinta Ten tapi itu tak membuat Alice berhenti, matanya masih menghitam tidak ada lagi jejak putih dimatanya. Rambutnya melambai-lambai tersapu oleh angin yang samakin kencang.

"Hentikan sebelum aku benar-benar melenyapkanmu!" Sosok Tiffany kini hadir ditengah-tengah mereka membuat Ten cukup terkejut, namun Alice hanya meliriknya sekilas. Amarahnya saat ini masih tertuju kepada Ten yang dengan sengaja menyerang saudaranya Aaron.

"Eomma, aku akan mengatasinya." Ten berusaha untuk meyakinkan eommanya.

"Diam! Aku tidak tau bagaimana ia bisa membuka segelnya dan sekarang dia berada di wujudnya yang sempurna. Chittapon...Dia tidak akan mengingat siapapun! Bahkan itu kau, jadi biarkan eomma yang menangani ini. Jika akhirnya nanti dia tidak dapat ku kendalikan? Dia harus segera mati sebelum ia benar-benar akan membunuhmu!"

BLAAAAAARRRRRR

Alice seketika menyerang Tiffany dengan kumpulan asap hitam. Untung saja ia mampu menghindar dan kini Tiffany mengubah dirinya sama seperti Alice dengan perubahan menjadi wujud penyihir hitam.

"Aku yang melahirkanmu! Kau tidak akan bisa semudah itu mengalahkanku!" Teriak Tiffany membuat Alice semakin gencar menyerangnya, kali ini dengan bola api.

"Bicth! Kau sudah sangat tua untuk menjadi sombong. Aku akan membiarkanmu mati tanpa rasa sakit! Harusnya kau berterima kasih padaku." Sinis Alice yang seketika membuat Tiffany geram.

"Aku akan membunuhmu setan kecil!" Tiffany juga menunjukkan amarahnya dengan adanya angin yang sama besar.

Angin yang berlawanan arah saling beradu dan jika saja Ten tidak memiliki cukup kekuatan, ia akan sama seperti Aaron yang kini entar terpental kemana? Hutan seketika menjadi ramai dengan hamburan burung yang kebingungan dan monyet yang melompat dengan kacaunya melewati dahan yang tersisa. Inilah kekuatan penyihir hitam yang sebenarnya, kali ini semua orang akan tahu bagaimana menakutkannya syihir hitam itu.

Kali ini mereka berperang dengan dorongan angin  yang saling beradu, semakin lama semakin besar seperti terpaan badai dan kedua wanita itu masih berusaha untuk menahannya. Ini tidak bisa terus di biarkan karena hutan ini akan benar-benar hancur, tak terkecuali castle milik keluarga Hwang. Bahkan petir masih terus menyala-nyala dan guntur semakin gencar mengamuk, hujan deras pun tak terelakan lagi. Tidak menuntup kemungkinan akan ada bencana besar yang terjadi dimalam ini, dimalam yang seharusnya bulan purnama bersinar dengan terang dan indahnya di langit.

---***---

Taeyong dan Endor masih menunggu dengan setia di perbatasan hutan sampai ketika mereka mendengarkan gelegar suara dari tengah hutan.

"Endor kita harus melihatnya." Endor pun mengangguk tetapi sebelum mereka melangkah, mereka sudah dikejutkan dengan sosok Aaron yang melayang-layang terterpa angin. Endor menariknya dengan syihir dan membawa mereka berdua berlindung disebuah gua.

"Apa yang terjadi?" Desak Taeyong kepada Aaron. Yang seketika membuat Aaron menampakkan ekspresi bersalahnya.

"Dia bersikeras menyelamatkan ku dan sekarang ia bertarung dengan wanita iblis itu." Taeyong cemas dan Endor menghela nafas.

"Endor apa yang harus kita lakukan sekarang? Kita harus segera sampai sebelum bulan purnama." Ucap Taeyong dengan cemas.

"Tuan, kita tidak bisa kesana karena mereka sedang berada di wujud asli mereka." Jawab Endor yang juga kehilangan ide.

"Tapi bagaimana dengan Alice? Dia harus segera di selamatkan." Celetuk Aaron yang membuat Taeyong semakin cemas.

"Aku akan kesana!" Tekat Taeyong membuat Endor menggeleng.

"Kau hanya perlu memberiku jalan untuk kesana Endor." Taeyong masih berusaha untuk meyakinkan Endor.

"Tapi bagaimana nanti anda akan menangani gadis itu? Dia dalam wujudnya yang sempurna sekarang Tuan muda." Kali ini Endor benar-benar cemas. Taeyong ngehela nafas dalam sebelum akhirnya mengucapkan apa yang ada dalam fikirannya.

"Aku akan menggunakan kekuatan ku sepenuhnya untuk mempengaruhi pikirannya, semua kekuatan ku Endor." Ucap Taeyong berulang-ulang.

"Aku akan ikut bersamamu." Celetuk Aaron.

"Ani! Alice menginginkan mu untuk tetap hidup. Dia sangat memperdulikanmu. Ia akan marah kepada ku kalau membiarkan mu ikut." Taeyong mengingatkan Aaron seberapa pedulinya Alice kepada dirinya, ia tidak mau jika terjadi sesuatu kepada Aaron dan membuat Alice bersedih lagi seperti saat dulu ia kehilangan Ten.

Entah mengapa Aaron tersenyum, senyum yang hanya ia sendiri tau maksud dari arti senyum itu. Yang sesungguhnya Aaron merasa ia menemukan sosok tak asing dalam diri Taeyong, ia menemukan sahabat sekaligus saudaranya Adam. Baru beberapa menit mereka bersama, Aaron sudah merasa nyaman. Rasa kepedulian Taeyong kepada Alice dan orang-orang disekelilingnya lah yang membuat Taeyong sedikit mirip dengan Adam, itu menurut Aaron. Aaron tidak percaya ada vampire sebaik Taeyong di dunia ini.

"Kau sangat mirip dengannya." Gumam Aaron.

"Hah? Siapa?" Tanya Taeyong dengan pandangan ketidak mengertiannya. Endor juga menatap Aaron tak mengerti.

"Kau tidak akan mampu untuk mengatasinya sendiri. Aku akan memancing Ten, Endor mengecoh wanita iblis itu dan saat itulah kesempatanmu untuk mempengaruhi Alice." Aaron mengalihkan pembicaraan dengan rencananya dan tidak ada reaski apapun dari dua makhluk dihadapannya.

"Kita tidak punya banyak waktu. Jika saatnya nanti aku tidak bisa pergi bersama kalian, aku akan merasa tenang jika Alice bersamamu." Aaron menepuk pundak Taeyong berupaya meyakinkannya dan pada akhirnya Taeyong mengangguk setuju.

Akhirnya mereka pergi dengan tekat yang sudah bulat. Tidak memperdulikan badai yang telah menerjang hutan dan Endor benar-benar sangat membantu dengan syihirnya meskipun tak sehebat penyihir hitam.

Tidak butuh waktu lama sampai mereka di pusat badai yang menerjang hutan dengan begitu banyak benda berterbangan. Dua gesekan angin yang saling bertolak belakang, sama kuat dan akan mematikan bagi siapapun makhluk yang berusaha mendekat.

"Apa sampai disini cukup Tuan?" Teriak Endor karena suara gemuruh angin yang menyerupai badai begitu membisingkan. Taeyong mengangguk dan mulai memejamkan matanya sementara Aaron memberi istarat pada Endor dan ia segera menghampiri Ten.

"Kau tidak mati?" Tanya Ten sinis.

"Sorry, sepertinya harapanmu itu tidak akan mudah terwujud." Tawa Aaron.

"Kalau begitu, aku akan membuatnya menjadi kenyataan sekarang." Ucap Ten dengan ekpresi dinginnya.

Akhirnya Aaron dan Ten bertarung. Sementara Taeyong masih berkonsentrasi untuk menembus pikiran Alice.

"Alice..." Panggilnya, namun Alice masih belum bereaksi.

"Alice..." Panggilan kedua, Alice sedikit melirik Taeyong. Menatapnya tak mengerti, mungkin Alice yang sekarang dalam kondisi dimana ia berada di dalam wujud sempurnanya yang tak mengingat siapapun kecuali amarahnya.

"Alice...Kau mendengar ku? Akhiri pertempuran ini dan pergi bersamaku." Taeyong dengan seluruh kekuatannya berusaha untuk mempengaruhi Alice dengan kompulsifnya.

"Kenapa aku harus?" Akhirnya Alice menjawabnya meskipun gadis itu harus membagi konsentrasinya antara mempertahankan serangannya kepada Tiffany dan berbicara dengan Taeyong.

"Tentu saja, ini rencana kita. Kau hanya perlu mengalahkannya dan pergi bersama kami. Aku, Endor dan vampire yang kau selamatkan." Seketika Alice melirik pada pertarungan Aaron dan Ten. Nampak Ten berusaha mempermainkan Aaron membuat Alice semakin marah.

"Mari kita akhiri ini wanita tua!" Ucap Alice yang membuat Tiffany cukup terkejut. Itu berarti Alice tak mengeluarkan seluruh kemampuannya.
Taeyong tersenyum ketika melihat perubahan pada Alice, gadis itu mau mendengarkannya ucapanya ternyata.

Alice mendorong tangannya lebih kedepan dan tanpa di duga oleh siapapun, tiba-tiba beberapa angin bergulung hitam datang dan mengelilingi Tiffany. Alice menyeringai ketika angin itu semakin besar dan menghimpit area Tiffany berada.

BURRR....BURRR

BLEDDDAAAARRR

DRASSSSTTTT

"Eomma!" Teriak Ten ketika melihat Tiffany mengeluarkan darah pada bibirnya. Wanita itu masih menatap Alice tak percaya. Bagaimana putrinya itu bisa memiliki kekuatan yang begitu besar melebihi dirinya.

"Kau harus mati!" Ten menerjang tubuh Aaron kemudian membacakan beberapa mantra syihir, dalam hitungan detik Aaron merasa tubuhnya kepanasan.

"Arrrggghhhh...." Jerit Aaron.

KRAAK

Dalam hitungan detik Ten berhasil mematahkan kepala Aaron. Taeyong terkejut menyadari Aaron telah tewas dan ia buru-buru mengawasi Alice untuk mengetahui apa gadis itu tau. Taeyong menghela nafas ketika melihat Alice tidak tahu dan Endor masih terus berusaha melindungi Tuannya dengan perisai yang ia buat sampai Ten menyerang Endor.

"Sangat menyedihkan seorang penyihir sepertimu menjadi budak vampire lemah sepertinya." Cibir Ten dengan serigaian remehnya.

Endor segera siaga dan benar Ten menyerangnya dengan asap hitam disertai angin yang terus berputar, Endor beberapa kali menghindarinya sampai ketika prisai Taeyong melemah dan dengan mudah Ten membuat kembaran dirinya, ada dua Ten disana sekarang. Satu menyerang Endor dan satunya menyerang Taeyong dengan serangan pukulan cepat.

BLASH

DUAASS...DUAASS...

Taeyong yang masih berusaha mempengaruhi Alice tidak begitu siap dengan serangan Ten membuatnya beberapa kali tidak bisa menghindari pukulan cepat Ten.

BLEDDDAAAARRRR

Endor terjatuh dan terseret sampai beberapa meter, sementara Taeyong? Ia kewalahan mengikuti serangan Ten sampai pukulan cepat dan keras menghantamnya, membuatnya jatuh tersungkur.

BUAK

BRUG

Alice melihat semuanya dan bertambah marah. Ia juga akhirnya membagi dirinya menjadi dua. Ia masih menyerang Tiffany sementara satunya menyerang Ten. Tiffany cukup terkejut melihat Alice juga memiliki kemampuan itu. Bagaimana bisa dia juga memiliki kemampuan yang sama seperti Ten? yang merupakan keturunan vampire murni dan penyihir hitam. Alice hanya keturunan vampire hitam dan manusia hunter.

"Kalian harus mati!" Geram Alice. Dengan pandangan mata hitam yang menyala. Alice menggerakkan tanggannya mengintruksikan angin-angin itu untuk menyelesaikan tugasnya. Tiffany terlihat kualahan, ia tidak bisa menahan angin yang terus semakin besar dan mengapitnya.

Sementara jelmaan Alice lainnya menghadapi dua Ten sekaligus. Alice menali kedua tubuh itu dengan tali berbentuk cahaya yang kuat sehingga Ten tak mampu menggerakkan tubuhnya.

"Alice...Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!" Pinta Ten, namun Alice tak meresponnya sama sekali.

Menyadari bahwa mereka tidak akan menang untuk melawan Alice. Tiffany mencoba meloloskan diri dengan membawa serta Ten bersamanya. Mereka menghilang dan Alice hendak mengejarnya tapi di cegah oleh Taeyong.

"Jangan! Kita hanya perlu pergi dari sini Alice." Alice dengan mata hitamnya memandang Taeyong dengan tajam.

"Mereka harus mati!" Alice masih belum sadar, ia masih dalam mode dimana wujudnya sempurna sekarang.

"Tidak! Kita pergi dari sini." Mata merah Taeyong menyala dan ia menggunakan sisa tenaganya untuk mempengaruhi Alice dan benar saja, mata Alice mulai berubah normal dan penampilannya kembali seperti semula.

"Aku dimana?" Tanyanya dengan ekspresi bingung. Belum sempat Taeyong menjawabnya, Alice bertanya lagi.

"Aaron mana?" Alice mengedarkan matanya untuk menemukan sosok Aaron dan Alice terlihat shock ketika melihat tubuh  Aaron tanpa kepala.

"AARON!!!" Jeritnya dengan piluh. Alice menghampiri tubuh Aaron dan berusaha mencari kepala Aaron. Taeyong dengan sisa tenanganya berusaha mendekati Alice.

"Kita tidak punya banyak waktu sebelum bulan purnama Alice." Kata Taeyong dengan lembut, Alice menggeleng dan menangis.

"Aaron kenapa kau meninggalkan ku? Aaron kenapa kau begitu jahat? Kenapa harus kau yang menemui Adam." Alice menangis dan Taeyong memeluknya.

"Alice, Aaron melakukan ini untukmu." Terang Taeyong. "Ia ingin melihatmu bahagia bersama Sally." Lanjut Taeyong yang membuat Alice semakin terisak.

"Aku yang membunuhnya. Kalau saja kita tidak bertemu, ini tidak akan terjadi." Suara bercampur tangis Alice membuat Taeyong membelai rambut indah itu dengan sedih.

"Tidak Alice, Ten yang membunuhnya." Alice menatap Taeyong tak percaya.

"Berhenti menyalahkan dirimu sendiri. Aku melihatnya membunuh Aaron." Jelas Taeyong.

"Benar kata Tuan muda nona." Timpal Endor membuat Alice terlihat begitu sedih dan kesakitan. Beberapa waktu lalu Ten sudah berjanji tidak akan membunuh Aaron tetapi kenapa ia tidak menepati janjinya? Kini Alice semakin kecewa dan ragu dengan ketulusan Ten.

"Bagaimana bisa...bagaimana bisa dia melakukan itu?" Lirihnya dengan suara yang melemah dan Alice terjatuh dalam pelukan Taeyong. Alice pingsan dan Taeyong berusaha menggendongnya. Kekuatan Alice yang begitu besar membuatnya kehabisan banyak tenaga dan ia belum bisa mengendalikan itu sepenuhnya.

"Endor saatnya kita pergi." Perintah Taeyong dan Endor mengangguk mengerti.

"Mari Tuan." Endor hendak membacakan mantranya sebelum ia mendengarkan suara panggilan yang familiar di telinganya.

"Ayah..." Taeyong dan Endor mencari dimana asal suara itu. Maria, dengan berjalan tertatih dan dengan cepat Endor menghampirinya.

"Apa yang kau lakukan disini dan ada apa dengan mu?" Tanya Endor tak mengerti.

"Aku..." Belum sempat Maria mengatakan apapun. Tubuhnya terjatuh, gadis itu pingsan. Di lihat dari penampilannya ia kehilangan banyak tenaga.

"Ayo Endor...Kita harus memulihkan mereka berdua." Panggil Taeyong dan Endor segera menggendong tubuh putrinya. Mereka menghilang ditengah hutan yang telah kacau itu.

---***---

Sally menggunakan kekuatan penyembuhnya untuk menyembuhkan dua orang gadis yang kini berbaring dihadapannya. Setelah sekian lama akhirnya Sally bisa memakai kelebihannya itu.

"Kalau kau sudah tidak sanggup, katakan kepada ku." Ucap Jaehyun membuat Sally mengangguk. Jaehyun sungguh melindungi Sally sekarang, seharusnya Alice tidak perlu mengkhawatirkan saudarinya itu lagi.

"It's Okay, aku baik-baik saja." Senyum Sally terukir begitu manis. Ia lega melihat tubuh Alice masih utuh dan mengetahui fakta saudarinya itu hanya pingsan. Taeyong hanya berdiri di sekitar Alice tanpa mengatakan apapun tapi ekspresinya seolah menjawab segalanya. Ia mengkhawatirkan Alice karena hanya ia dan Endor yang tahu bagaimana perjuangan gadis itu untuk sampai di tempat ini.

"Selesai." Ucap Sally dan nampak kelegaan disetiap wajah semua makluk yang ada disana.

Keluarga Lee dan beberapa pengawal mereka terlihat sedang berada di ruang keluarga setelah acara penyembuhan itu selesai.

"Tuan sudah hampir waktunya." Endor memperingatkan.

"Endor, kenapa kau disini? Seharusnya kau menemani Maria. Dia membutuhkanmu." Tegur Tn. Lee

"Tidak tuan ku. Aku harus menyelesaikan tugasku sekarang." Jawab Endor dengan sopan.

"Aku yang akan menunggunya bersama Jaehyun paman, biarkan Endor pergi dengan Alice. Aku ingin ia segera aman." Ucap Sally dengan jujur dan kecemasannya memenuhi setiap lekuk wajah nan cantik itu.

"Tidak banyak waktu lagi yang tersisa. Endor kau masih harus menggunakan kekuatan mu untuk memindah mereka dan untuk ritual itu." Celetuk Aline yang duduk bersama Mark. Mark hanya diam mengamati diskusi dadakan ini.

"Tentu nona, kau tidak perlu mencemaskan itu." Jawab Endor.

"Cepat! Taeyong masih menemani Alice didalam kamarnya." Terang Ny. Lee

"Baik nyonya." Endor segera melangkahkan kaki meninggalkan ruangan itu.

Taeyong memegangi tangan Alice. Ia terlihat begitu mengkhawatirkan gadis itu lebih dari siapapun. Meskipun Sally sudah menyembuhkannya dengan unicorn yang ia miliki tak lantas membuat Alice segera bangun. Namun perhatian Taeyong teralih ketika ia merasakan tangan Alice bergerak.

"Alice..." Panggil Taeyong lembut dan berlahan Alice membuka matanya. Menatap Taeyong masih dengan kesedihan itu. Alice berusaha untuk bangun dan dengan sigap Taeyong membantu Alice untuk bangun.

"Kau membawa jasad Aaron?" Kalimat pertama itu yang muncul di mulut Alice. Dengan ekspresi bersalahnya Taeyong menggeleng.

"Maafkan aku Alice. Aku tidak bisa, Endor harus membawa Maria pergi bersamanya dan kami kehabisan begitu banyak tenaga." Mata Alice mulai berkaca-kaca.

"Why? Bahkan aku tidak bisa menguburnya dengan layak." Akhirnya krystal bening itu jatuh membasahi pipi Alice dan wujud Alice mulai berubah. Emosinya yang tidak stabil membuatnya seperti itu, tanpa di duga Taeyong memeluknya.

"Alice, Aaron sudah tenang. Dia akan sedih melihatmu seperti ini. Ku mohon berhentilah menangis, kuasai emosimu. Aku belum memberitahu Sally tentang ini juga." Alice melepaskan pelukan Taeyong dan menatapnya serius.

"Jangan katakan apapun kepadanya. Aku-aku tidak sanggup menghadapinya." Lirih Alice masih dengan air mata yang terus mengalir. Taeyong mengangguk mengerti.

"Dia yang menyembuhkan mu barusan." Ucapan Taeyong membuat Alice terkejut. Alice segera mengedarkan pandangannya mencari sosok Sally.

"Dia sudah pergi dan kita juga harus segera pergi." Alice mengirutkan keningnya tak mengerti.

"Kemana?" Tanyanya dan Taeyong menghela nafas sebelum akhirnya mengatakan rencananya.

"Ketempat yang aman untuk melakukan ritual." Alice masih menampakkan ekspresi yang sama, kebingungan dan ketidak mengertian dengan perkataan Taeyong. Taeyong terlihat begitu berusaha meyakinkan diri sendiri untuk mengatakan rencananya ini.

"Kita akan menikah Alice." Alice terlihat shock dengan apa yang dikatakan oleh Taeyong. Sesaat dia terdiam dengan tatapan yang sulit untuk di artikan.

"Why? Kenapa seperti itu?" Alice berbicara dengan hati-hati. Dia tidak menyangka rencana itu adalah sebuah pernikahan yang sama seperti keluarganya rencanakan.

"Karena hanya itu satu cara untuk mencegah Ten menguasai kekuatanmu." Kali ini Taeyong tidak bisa menebak, apakah Alice akan langsung menyetujui rencana ini atau tidak? Taeyong sudah sangat pasrah dengan kemungkinan bahwa Alice akan menolah rencana gila ini. Ya, ini adalah rencana gila meskipun sejujurnya Taeyong menyukai ini.

"Apakah setelah menikah denganmu Ten tidak bisa lagi menggunakan kekuatanku?" Reaksi Alice cukup mengejutkan. Ia tidak langsung menolak malah meminta penjelasan. Ada senyum tipis terukir di bibir Taeyong namun tidak Alice sadari.

"Ne, karena ini bukanlah pernikahan biasa Alice. Ada sebuah ritual yang harus kita lalui untuk menyatukan kita." Alice masih terlihat begitu bingung dengan penjelasan Taeyong tapi ia tidak ingin terus memikirkan ini. Kematian Aaron sudah membuatnya begitu sedih, ia tidak ingin melihat siapapun mati lagi di tangan keluarganya. Itu sungguh jauh lebih sakit dari ia kehilangan seseorang.

"Baiklah...Aku mempercayaimu." Alice mengulurkan tangannya dan Taeyong segera menyambutnya. Endor menyaksikan semua itu semenjak tadi dengan senyum yang mengembang.

---***---

Tanpa menunggu lama Alice, Taeyong, Endor dan Aline beserta Mark telah sampai di sebuah masion terletak cukup jauh dari kota. Berbeda dengan castil milik keluarga Lee, masion ini lebih kecil dan penjagaannya tidak terlalu ketat seperti castil keluarga Lee. Ketika sampai disini langit sudah begitu gelap dan sebentar lagi bulan purnama akan muncul.

Endor membimbing semuanya untuk masuk kedalam Masion indah dan megah itu.

"Aku tidak pernah datang kemari? Hyung, apakah kau pernah kemari?" Tanya Mark yang merasa asing dengan tempat ini.

"Dulu dan hanya sekali." Jawab Taeyong dengan masih menuntun Alice. Gadis itu masih lemas.

"Tempat ini cukup aman untuk sebuah ritual. Ada perisai syihir yang kuat disetiap sudut ruangan yang ada disini." Terang Endor membuat semuanya mengangguk mengerti.

"Kalian bersiaplah dulu. Aku akan mempersiapkan ritual. Nona Aline bantulah nona Alice untuk mempersiapkan segalanya" Lanjut Endor dan Aline mengangguk mengerti.

"Apa aku boleh ikut?" Tawar Mark dan Taeyong menggeleng.

"Kau ikut dengan ku." Seketika bibir Mark mengerucut. Ia terlihat begitu kesal kepada hyungnya yang satu ini.

Aline membantu Alice berjalan menuju kamarnya, sementara Taeyong berjalan ke kamar yang lain bersama Mark.

"Kata Taeyong kau yang memiliki rencana ini." Aline berusaha membantu Alice untuk memakai pakaian tradisional korea yaitu hanbok. Alice sedikit kagum dengan Aline, melihat kelihaiannya membantu ia memasang baju ini. Padahal gadis ini tidak tinggal di Korea beberapa lamanya.

"Percayalah, aku seorang peramal eonni. Kau akan baik-baik saja bersama Taeyong oppa." Aline tersenyum, senyum yang seolah berusaha meyakinkan Alice.

"Semoga...Aku sudah lelah melihat seseorang mati di sekeliling ku. Kalau pernikahan ini bisa menyelamatkan semuanya? Aku akan melakukannya dengan baik." Pandangan Alice menerawang, ia teringat masa-masa dimana ia bersama Ten. Tentu dihatinya sekarang masih tersimpan mana itu meskipun kepercayaannya kepada Ten telah luntur.

"Kau akan bisa melupakannya dengan cepat eonni." Ucap Aline seolah mengerti dengan apa yang di fikirkan Alice. Alice hanya mampu tersenyum getir.

"Kajja, mereka sudah menunggu kita." Ucap Aline sambil memandang kagum Alice yang terlihat begitu anggun memakai hanbok. Mereka berdua berjalan berdampingan seperti seorang saudari, mungkin sebentar lagi gadis ini akan menjadi saudarinya.

Ketika mereka telah sampai disebuah ruangan mereka telah disambut oleh kehadiran Tuan dan Nyonya Lee. Kemudian Endor yang sudah duduk didepan sebuah benda berbahan dasar logam berbentuk balok dengan panjang 2 meter dan lebar setengah meter dengan ukir-ukiran yang berbentuk simbul disetiap bagian. Mark dan Taeyong berada disebelah Endor menatap Alice dengan takjub. Taeyong juga memakai Hanbok, hanbok mereka kali ini di dominasi warna merah.

"Kemarilah nona..." Panggil Endor, Alice pun melangkah dibarengi dengan Alice. Mereka telah sampai didepan benda berbentuk balok itu. Kemudian Endor mengisyaratkan Alice untuk berdiri disamping Taeyong. Tanpa banyak kata Alice menuruti pinta Endor.

"Minum rumuan itu dan berbaringlah diatas tempat ini." Taeyong dan Alice saling berpandangan sebelum akhirnya Aline dan Mark mengambil dua mangkuk ramuan yang tidak mereka mengerti apa itu isinya. Alice merasa ragu namun Taeyong menangguk berusaha meyakinkan Alice untuk mememinumnya. Setelah itu Taeyong mengulurkan tangannya untuk membantu Alice berjalan menuju benda berukuran seperti balok itu.

Mereka berdua pun berbaring disana sambil bergandengan tangan dan memejamkan mata mereka. Tn. Lee dan Ny. Lee berada tepat di kedua sisi kepala mereka. Menempelkan tangan mereka pada Alice dan Taeyong.

SRRREEEKKK

Tanpa kedua pasang ini tahu, langit-langit ruangan itu terbuka dan nampak bulan purnama seolah berada tepat diatas ruangan ini. Pancaran sinarnya menembus dan menerangi Alice dan Taeyong. Endor mulai membacakan matranya dan keanehan demi keanehan mulai terjadi.

Sinar bulan purnama itu seolah menstrasfer seluruh cahayanya kepada Alice dan Taeyong membuat keduanya terlihat begitu bersinar sampai membuat silau siapapun yang melihat, tak terkecuali Mark dan juga Aline. Mereka harus dengan terpaksa menurupi kedua matanya.

---***---

Sinb pov

Aku akan melakukan apapun untuk menggagalkan rencana jahat keluargaku. Aku sudah kehilangan Aaron untuk setiap keraguan ku. Kali ini aku tidak bisa mempercayai Ten meskipun aku sangat ingin bersamanya. Inilah takdirku berada disini, menjalani sebuah ritual pernikahan bersama seseorang vampire seperti Taeyong. Jika kalian mungkin berfikir bahwa aku begitu cemas? Ya, aku begitu cemas, karena aku tidak tahu bahwa ritual ini apakah akan benar-benar bisa membuat semuanya lebih baik.

Sepertinya Taeyong mendengarkan semua yang ku rasakan. Buktinya, ia semakin mempererat genggaman tangan kita meskipun kami tidak bisa saling menatap. Dalam keadaan berbaring seperti ini dengan mata tertutup dan sesuatu tak kasat mata seolah masuk kedalam tubuh ku, tetapi aku tidak mengerti apa itu? Mungkinkah Taeyong mengalami hal yang sama dan diramuan yang tadi ku minum, aku mencium bau anyir darah.

"Itu adalah darah Sally..." Apa bagaimana bisa?

"Kau tidak sedang menggodaku bukan?" Kenapa terkadang aku merasa dia cukup menyebalkan dengan segala tingkahnya.

"Tentu saja, kalau kau tidak percaya? Kau boleh menanyakannya kepada Endor." Wah dia benar-benar serius.

"Taeyong..." Aku berusaha memastikan sesuatu.

"Wae? Apa kau masih tidak terima tentang darah Sally. Lebih baik kau tanyakan saja ke Endor." Ah, kenapa ia bertingkah seolah aku wanita yang cerewet?

"No! Aku hanya ingin bertanya....Apakah kau merasakan sesuatu masuk kedalam dirimu?" Aku sangat penasaran dengan ini.

"Iya, sesuatu yang membuatku merasa bertenang dan kuat." Oh jadi benar? Dia mengalami hal sama seperti ku? Apa benar tentang kekuatan itu? Apa mungkin kekuatan ku beralih kepadanya.

"Ani, dugaanmu tidak sepenuhnya benar. Kekuatan kita bersatu Alice." Oh jadi seperti itu?

"Kalian boleh membuka mata kalian. Kali ini kalian sudah syah menjadi suami-istri." Ah, benarkah? Hanya seperti ini? Ketika aku membuka mataku, aku menangkap senyum terukir di kedua orang tua Taeyong. Apakah mereka sebahagia itu? Apa mereka tidak takut dengan diriku?

"Berhenti berfikir seperti itu!" Aku segera meliriknya dengan senyum yang ku paksakan.

"Kalian sudah menjadi suami istri sekarang. Jadi apapun yang terjadi, kalian harus terus bersama dan menyelesaikan semua kesulitan yang terjadi." Eomma Taeyong memelukku dan aku dapat menyadari kebahagiaannya. Kemudian aku melirik Taeyong yang terus menatap ku dengan senyum tulusnya. Segera aku memalingkan wajah ku. Aneh, kenapa aku harus memalingkan wajahku?

"Kalian boleh beristirahat dikamar yang telah kami sediakan." WHAT? Tidak mungkin kami harus melakukan itu malam ini? AH, aku merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi.

"Jangan berfikir macam-macam." Aku menoleh dan menatapnya malas.

"Lalu apa menurutmu yang akan dilakukan oleh sepasang pengantin ketika malam pertama? Bermain baduk atau bermain kartu?" Ayolah dia tertawa, aku tidak sedang melucu sekarang.

"Jadi kau ingin melakukan itu malam ini, chagi?" WHAT?

"Apa kau ingin ku bunuh!!!!!!"

"Apa yang kau tertawakan. Cepat bawa Alice ke kamar." Ah, bakan Ny. Lee menggoda kami. Aku tidak bisa menghalangi pipiku untuk memerah.

"Ne eomma..." Apa yang membuatnya begitu tenang? Ah, pernikahan haruskan seperti ini?

"Segera beri aku keponakan." Bahkan Mark serasa menyebalkan. Aku ingin mematahkan lehernya.

"Tunggu! Kalian harus melakukan itu malam ini tanpa melakukan itu vampire itu akan terus mengejarmu eonni." WHAT? Bahkan Aline begitu menyebalkan. Tamatlah riwayatku!!!!!!! bahkan aku tidak tau harus berekspresi apa sekarang.

"Jangan menggodanya..." Aku tahu moster sialan ini hanya berusaha menggodaku.

"Aku serius, apa kau lupa kalau aku seorang peramal." SHIT! Bahkan Aline tidak tersenyum sekarang. Aku menatap Endor. danEndor hanya mengangguk kepadaku dan Taeyong. Kini aku dan Taeyong saling berpandangan.

"Jangan terlalu memikirkannya mereka hanya bercanda." Bagaimana bisa itu hanya bercanda?

"Apa kau tidak lihat ekspresi Aline?" Kukuh ku

"Kita pikirkan nanti...Jangan disini mereka masih sangat tertarik dengan kita." Aku pun menoleh dan sadar semenjak tadi mereka memperhatikan kita berdua. Ah, memalukan!!!

Aku dan Taeyong berjalan beriringan menuju kamar kami. Oh God! Rencana apa yang sebenarnya kau tuliskan untukku? Aku benar-benar tidak begitu memahami apa yang terjadi. Aku hanya berusaha untuk mempertahankan semuanya untuk tak terlalu jauh pada garis yang telah tertulis. Sally, aku ingin melihat bahagia dan melihat semua orang tak terluka.

Alice pov end

-Tbc-

Annyeong...Ku kembali dengan Chapter selanjutnya ^^
Bener cukup menguras 2x pemikiran ya jika ngerjainnya di bulan puasa wkwkwk :V
Semoga dan semoga kalian suka chapter ini
Jika banyak Typo itu lumbrah karena Author adalah Queen of typo (julukan anak2 haha)
Jangan lupa vote dan komennya dunk >,<
Tanpa vote dan komen aku bagaikan sayur tanpa garam u.u
Vote dan komen kalian adalah penyemangatku ^^
Thanks karena sudah mau membaca FF abal-abal dan kacau milik pendelusi parah ini hahaha...Sekian terima Taeyong u.u







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top