Chapter 14

Masih berada di kediaman keluarga Lee. Didalam ruang keluarga dengan suasana yang menegangkan tatkala mereka mengetahui sebuah fakta baru tentang keberadaan keluarga campuran. Penyihir hitam dan vampire yang biasa disebut 'Pangeran Kegelapan'. Kenapa disebut seperti itu? Karena ia memiliki kekuatan jahat, mereka pun menikah dan lahirlah penerus mereka yang baru seorang 'Pangeran Kegelapan' selanjutnya yang lebih kuat dari mereka . Dalam mitos yang beredar keturunan campuran itu akan menjadi kuat dan menguasai dunia hanya jika ia menikahi seorang penyihir hitam. Jika itu sampai terjadi maka ia akan menguasai seluruh dunia dan menjadi Lord para vampire sekaligus penyihir.

Itu akan berbahaya bagi seluruh dunia. Penyihir hitam dan Pangeran Kegelapan adalah dua jenis klan yang selalu di takuti selama ini. Kenapa? Karena mereka begitu kejam dan tak mengenal rasa kasihan. Segala bentuk keburukan ada pada mereka dan misi mereka selama ini adalah menguasai dunia dan menjadikan dunia berada di bawah kekuasaan mereka. Itu akan cukup mengkhwatirkan semua jenis makhluk hidup yang tidak menginginkan itu terjadi, termasuk keluarga Lee.

"Apa yang harus kita lakukan?" Taeyong mengulangi lagi perkataannya, menatap penuh kecemasan kedua orang tuanya. Tn. Lee menghela nafas dan terlihat begitu frustasi sementara Ny. Lee memegang tangan suaminya, berusaha untuk menenangkannya.

"Endor, apa kau tidak bisa menangani ini?" Tanya Tn. Lee. Endor diam tak berkutik. Sudah lebih dari ratusan tahun ia mengapdi kepada keluarga Lee, meskipun ia telah mempredikasi hari ini akan terjadi tapi ia tidak pernah berfikir akan secepat ini.

"Ada sebuah cara untuk menghentikan semuanya." Suara seorang gadis memecahkan keheningan dan ketegangan yang terjadi. Mereka terlihat berfikir ketika melihat sosok asing yang beberapa saat lalu berbicara kepada mereka yang kini berdiri disamping Mark. Taeyong seolah memberikan kode lewat tatapannya kepada Mark untuk mengkonfirmasi siapa gadis yang bersamanya sekarang?

"Oh ini..." Seketika Mark gugup sampai membuatnya bingung. Kedua orang tuanya masih memandangi Mark dan gadis itu bergantian, sementara Endor dan Taeyong hanya tersenyum geli.

"Wow...Kau meledek ku beberapa menit lalu dan kini kau juga membawa seorang wanita kesini? Kau benar-benar lihai sekarang." Sindir Jaehyun yang entah sejak kapan sudah berdiri diambang pintu. Kini ia duduk disamping Taeyong dengan wajah mengejeknya.

"Bukan seperti itu, begini dia adalah teman ku Aline Kim." Mereka masih menatap Mark dengan tanda tanya besar. Bukankah seharusnya Mark tidak perlu membawa gadis ini kemari? Karena saat ini mereka membahas sesuatu yang begitu penting?

Seolah Mark tahu apa yang mereka fikirkan.
"Begini, Aline adalah seorang peramal masa depan dan ku rasa itu akan membantu kita." Lanjut Mark. Tn. Lee menoleh kepada Endor dan pria itu pun mengangguk.

"Ya tuan ku, dia adalah seorang peramal. Ku rasa Tuhan mengirimkannya untuk membantu kita." Terang Endor dengan nada yang lebih ringan, seolah pria ini mendapat pencerahan.

"Syukurlah...Jadi? Apa harus kita lakukan untuk mencegah itu semua nak?" Kali ini Tn. Lee bertanya dengan nada suara yang lebih bersemangat karena ia merasa masih ada secerca harapan untuk sebuah kedamain dalam hidup.

"Tunggu! Apa yang sebenarnya terjadi?" Jaehyun yang memang baru bergabung, belum begitu tahu tentang apa yang terjadi. Taeyong yang berada disampingnya mengisyaratkan agar ia diam.

"Nanti akan aku jelaskan." Ucap Taeyong singkat yang membuat Jaehyun harus sedikit menahan rasa penasarannya.

"Lanjutkan nak...Aku ingin tahu apa rencanamu?" Pukas Tn. Lee tak sabar. Aline mengembangkan senyumnya, senyum yang begitu manis dan memikat.

"Sebuah pernikahan." Jawabnya dengan santai membuat semua yang berada di ruangan itu cukup terkejut. Merasa jawaban itu cukup tak masuk akal? Dan membuat banyak spekulasi dalam fikiran mereka.

"Aku? Wae? Kenapa harus aku?" Pertanyaan Taeyong seolah menyadarkan mereka untuk kembali pada pembahasan utama yang masih belum terselesaikan. Taeyong yang memiliki kekuatan membaca fikiran seseorang jelas ia mampu membaca fikiran gadis itu.

"Kemampuanmu sudah meningkat?" Tanya Tn. Lee dan Taeyong mengangguk membenarkan dugaan Abojinya.

"Jauh lebih dari yang Aboji bayangkan. Bahkan Taeyong hyung sudah mampu membaca pikiran siapapun baik itu penyihir, hunter dan manusia." Terang Mark yang terlihat begitu bangga dengan saudaranya ini. Tn. Lee dan Ny. Lee saling berpandangan merasa takjub dengan peningkatan yang di peroleh oleh Taeyong.

"Bahkan Taeyong hyung sudah mampu untuk membaca fikiran orang yang ia mau sejauh apapun. Ku rasa bahkan hari ini semua yang ia jelaskan adalah hasil dari kekuatannya membaca fikiran seseorang." Tebak Jaehyun yang segera mendapatkan senyuman dari Taeyong.

"Tuan, apa kau masing mengingat yang ku katakan dulu? Bahwa tuan muda Taeyong berbeda." Sahut Endor yang seketika mendapat anggukan dari Tn. Lee dan Ny. Lee menatap Taeyong dengan mata berbinar.

"Baiklah aku mengerti Endor. Kita akan membahas ini nanti, sementara itu aku ingin kau melanjutkan ucapanmu nak." Tn. Lee mengarahkan percakapannya pada Aline dan gadis itu mengangguk mengerti.

"Jadi gadis penyihir hitam itu harus di nikahkan dengan putra sulung anda Tuan." Pernyataan Aline cukup mengejutkan siapapun yang ada di dalam ruangan itu, Mark terus menekan tangan Aline untuk mengisyaratkannya agar tidak berbicara omong kosong.

"Bagaimana kau bisa mengatakan itu?" Tn. Lee benar-benar tidak mengerti.

"Karena kami terikat? Atau sesuatu lain? Ah...Itu bahkan tidak berusaha kau fikirkan." Keluh Taeyong yang membuat Aline tersenyum.

"Aku sengaja menghentikan pikiran ku. Tolong jangan membaca fikiran ku lagi. Aku benar-benar tidak bisa berkonsentrasi untuk meramal jika kau terus melakukan itu." Taeyong pun tersenyum seolah merasa bersalah.

"Hyung, hentikan itu hyung! Bukankah kau ingin masalah ini cepat selesai." Mark berusaha mengambil cela untuk membela kekasihnya.

"Kunyuk, kau pikir ini hanya sebuah masalah yang mudah? Kalau kau hanya ingin membela wanitamu, seharusnya kau tidak mengatakan itu." Jaehyun terlihat begitu kesal.

"Sudahlah kalian jangan berdebat. Nak, bisakah kau melanjutkan perkataanmu." Ny. Lee berusaha menengahi perdebatan kedua anaknya.

"Aku memiliki dua pandangan masa depan." Ucap Aline ambigu yang seketika membuat semua yang ada di dalam ruangan itu mengkirutkan dahinya tak mengerti.

"Apa maksudmu? Jelaskan kepada kami, agar kami mengerti." Rasa kecemasan kembali menyerga ketenangan Taeyong.

"Tentu, yang pertama adalah sebuah kehancuran, kematian dan awal yang baru." Aline menghela nafas sebelum akhirnya melanjutkan perkataannya. "Yang kedua sebuah awal kejayaan yang mengantarkan perdamaian. Itu yang ku lihat." Ucap Aline yang tentunya masih menyisahkan tanda tanya besar dimata siapapun yang berada di ruangan ini.

"Maksudmu?" Akhirnya Jaehyunlah yang bertanya.

"Kalau kalian membiarkan pernikahan mereka terjadi, maka gambarannya adalah yang pertama sementara jika kalian menyetujui pernikahan yang ku katakan tadi maka, kejayaan dan kedamain lah yang akan kalian dapatkan." Beberapa dari mereka pun menghela nafas.

"Apakah harus? Kami menikahkan anak kami dengannya?" Wajah Ny. Lee penuh kecemasan.

"Harus, karena itu adalah takdirnya. Mereka memiliki hubungan istimewa jika anda belum tahu." Tn. Lee mengangkat satu alisnya sedikit bingung dengan ucapan Aline.

"Kami bisa saling berbicara lewat fikiran kami. Ku rasa sekarang saatnya aku mengatakan ini kepada kalian." Terang Taeyong yang seketika membuat sebagian isi ruangan terkejut. Mark dan Jaehyun menampakkan ekspresi biasa saja, karena mereka sudah mengetahuinya terlebih dahulu.

"Antara kau dan Alice?" Ny. Lee berusaha memastikan apa yang ia dengar adalah benar adanya. Taeyong pun mengangguk pasti.

"Mereka akan menjadi takdir yang indah. Kalau kalian menyetujui pernikahan ini." Ungkap Aline.

"Apa itu akan baik untuk Taeyong?" Ny. Lee terlihat cemas.

"Itu bukan hanya sebuah pernikahan Nyonya. Pernikahan itu bentuk lain dari penyatuan kekuatan mereka. Mereka akan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Ku rasa putra anda akan mampu membawa gadis itu menjadi lebih baik." Pungkas Aline dan Mark masih setia di sampingnya.

"Apa ucapanmu itu dapat dipercaya?" Sinis Jaehyun yang merasa gadis ini mengada-ngada.

"Bagaimana menurutmu Endor?" Tn. Lee meminta pendapat Endor.

"Ya Tuan, saya pikir ini memang benar. Aku dapat melihat gadis ini memang dari klan peramal." Akui Endor membuat semuanya terdiam.

"Jadi? Apa kau bisa menunjukkan pada kami, apa yang harus kami lakukan?" Tanya Endor kepada Aline.

"Menyelamatkan Alice." Jawab Aline.

"Kau tahu itu tidak mudah. Bahkan Alice tak mengizinkan ku untuk menyelamatkannya. Apa kau memiliki sebuah ide?" Taeyong dengan segala kecemasannya.

"Hanya saudaranyalah kunci ia bisa keluar dari tempat itu."

"Saudara? Maksudmu Sally?" Potong Jaehyun dan Aline menggeleng.

"Lalu siapa? Yang ku tahu saudaranya Alice adalah Sally. Ah...Apa itu Doyoung?" Tebak Jaehyun lagi namun Aline tetap menggelengkan kepalanya membuat Jaehyun menghela nafas frustasi.

"Aaron." Jawab Taeyong membuat semua menatapnya tak mengerti.

"Dia mengatakan bahwa sebenarnya mereka 4 bersaudara." Lanjut Taeyong.

"MWO? 4? Siapa saja hyung? Sally tidak pernah mengatakannya kepadaku?" Jaehyun menggeleng tak mengerti.

"Alice mengatakan nama Adam dan Aaron. Tapi Adam sudah meninggal saat mereka berada di inggris dulu dan terakhir Alice menyebut nama Aaron dalam pembicaraan kami. Ia bersamanya di castil itu." Ungkap Taeyong

"Kenapa harus dia?" Tanya Mark yang tak mengerti. Aline tersenyum sambil menatap Mark penuh cinta.

"Dia adalah salah pengawal yang diandalkan oleh keluarga campuran itu."

"Seorang manusia? Haruskah kami mempercayai itu?" Cibir Jaehyun yang entah mengapa ia masih belum bisa mempercayai gadis dihadapannya ini.

"Dia adalah hunter dan sekarang dia menjadi vampire." Lanjut Aline yang mulai sedikit kesal dengan ulah Jaehyun yang terus tak mempercayainya. "Hanya dia yang tahu pasti seluk beluk castil dan bagaimana ia menyelamatkan gadis itu tanpa diketahui mereka." Kata Aline kemudian.

"Ku rasa itu ide bagus. Kita tidak bisa terang-terangan menyelamatkannya karena itu akan memicu peperangan dan anda sendiri tahu Tuan, akan ada banyak kematian." Ucap Endor berusaha memperingatkan mereka.

"Aku akan menemui Aaron dan mengatakan rencana kita. Setelah itu biarkan aku yang mengurus penyelematan Alice." Tekat Taeyong sudah bulat untuk menyelamatkan Alice.

"Bagaimana caramu untuk menemukannya?" Tn. Lee terlihat begitu cemas. Taeyong menghela nafas, seolah ia mengingat sesuatu.

"Kekuatan Alice telah di segel. Ia hanya bisa berbaring disana." Lirih Taeyong dan Endor nampak berfikir keras.

"Tuan, ia bisa membuka segel itu sendiri." Ungkap Endor membuat mereka sedikit lega.

"Apakah itu mungkin? Bahkan sekarang ia tak mampu bergerak." Taeyong masih merasa itu akan terlalu sulit.

"Aku akan membantumu Tuan Muda. Ia hanya butuh sebuah tenaga untuk membuka segel itu sendiri." Lanjut Endor.

"Tapi bagaimana caranya Endor? Disana begitu ketat bahkan ketika Alice masih kuat, ia tak memakai kekuatannya sembarangan karena itu akan mudah untuk di ketahui oleh wanita itu." Taeyong mengacak rambutnya frustasi. Endor tersenyum sembari memandangi Tn. Lee

"Ibuku bersamanya. Hanya lewat dirinya aku bisa membantumu." Seketika mereka memandang Endor tak mengerti.

"Ia membawa sebuah kitab mantra milik ibukku dan didalamnya terdapat ruhnya yang masih terlindungi kekuatan syihir. Aku akan menggunakan itu sebagai media penghubung kepadanya dan mereka tidak akan menyadarinya." Ternyata selama ini Endor telah tahu bahwa Alice memiliki sebuah kitab syihir peninggalan keluarganya.

"Kenapa kau tak mengatakannya kepada kami?" Tanya Tn. Lee tak mengerti.

"Maafkan hamba Tuan. Ini semata-mata untuk melindungi keluarga ini dan selain itu, kitab itu akan terus menjaganya untuk tak terseret kedalam kegelapan yang ada pada dirinya tanpa gadis itu sadari." Terang Endor yang seketika dapat di mengerti oleh semuanya.

"Jadi? Kapan kita memulainya?" Tanya Taeyong tak sabaran.

"Nanti malam...tengah malam anda bisa mengatakannya kepada gadis itu." Akhirnya Taeyong mengangguk setuju.

"Aku berharap semua baik-baik saja. Aku tidak ingin melihat siapa pun di antara kalian terluka." Ny. Lee berusaha memperingatkan semua orang didalam ruangan itu.

"Kau tidak perlu mencemaskan apapun istriku." Kali ini Tn. Lee memegang tangan istrinya berusaha menenangkannya.

"Tenanglah eomma kami akan baik-baik saja." Kata Jaehyun, diamini oleh kedua saudaranya.

---***---

Alice mulai bisa menggerakkan tubuhnya. Ia berjalan menuju jendela berlahan dan duduk ditepian jendela dengan tatapan hampa. Binar matanya seolah redup dan tanda hitam dibawah matanya seolah menunjukkan gadis itu benar-benar kurang tidur.

Alice pov

Bakhan aku merasa kini langit menertawai ku, melihat begitu bodohnya diriku terperangkap disini. Hanya menunggu waktu sampai saat itu tiba, saat aku tak mampu lagi menghirup udara segar ini, tidak akan ada perdebatan dengan Sally, tidak akan ada perasaan geli karena kekonyolan Doyoung dan tidak akan ada lagi permusuhan dengan Lee bersaudara.

Apakah ini akan menjadi akhir bagiku?

Air mata sampah itu jatuh dan terus jatuh. Aku tidak ingin menyekanya biarakan seperti ini, aku tidak tahu hari esok bahkan mungkin aku tidak bisa melakukannya.

"Kau sudah bisa berjalan?" Kenapa ia begitu ingin tahu? Kenapa kau terus datang? Aku lelah untuk terus menolakmu Ten. Fikiran ku berada di batas, dimana aku ingin menolak mu sekuat tenaga namun hatiku bersikeras untuk berlari dan memelukmu.

Aku tak menanggapi mau pun menoleh dan aku merasakan ia mendekat dan memeluk ku dari belakang. Aku memejamkan mataku dan berusaha untuk menikmatinya karena ku tahu mungkin besok aku tidak akan mendapatkannya.

"Saat aku mati nanti, ku harap kau mengingat ku." Gumam ku dan aku merasakan ia membalikkan tubuhku dan kami saling berpandangan saat ini dengan fikiran penuh gejolak.

"Apa yang kau katakan? Siapa yang akan mati? Kau akan terus bersama ku Alice." Kau tidak akan bisa selama menjadi pria egois Ten. Jika pada akhirnya kau akan menjadi yang terkuat, tetap saja masih banyak hal yang tidak akan mudah untuk di wujudkan.

"Tidak, aku dapat merasakan itu sekarang." Aku menyentuh wajahnya. Aku merindukan sosoknya dulu. Ingin rasanya ku memeluknya tapi aku tak mampu, ketika bayangan itu hadir. Bayangan ketika ia menjadi seseorang yang berbeda dengan segala rencana jahatnya.

Ten memejamkan matanya, menikmati sentuhan tangan ku. Kenapa kita harus di takdirkan seperti ini. Andai kita bisa mengubah segalanya, apa kau mau pergi bersama ku meninggalkan semua ini?

Kini ia meraih tangan ku dan menarik ku dalam dekapannya.

"Jangan katakan itu, ku mohon Alice." Bisiknya dan itu cukup membuat pertahanan ku runtuh. Aku sungguh mencintainya, aku tidak tahu kenapa ini semakin dalam? Bagaimana ini bisa menjadi seperti ini?

Haruskan aku menyerah? Lalu bagaimana dengan Aaron, Sally, Doyoung dan semuanya? Mereka...Aku tidak bisa membayangkan mereka mati di tangannya. Aku--aku akan benar-benar hancur.

"Jangan katakan itu ku mohon. Aku tidak akan bahagia tanpa kehadiranmu." Syukurlah jika kau masih memiliki perasaan itu.

"Bisakah kau mengajakku jalan-jalan. Aku lelah di dalam kamar terus." Aku dapat melihat senyumnya dan aku pun membalas senyumnya meskipun aku sama sekali tidak ingin tersenyum. Aku hanya ingin memastikan keadaan Aaron.

"Baiklah...Kau ingin kemana?" Aku melihat semangat dari kedua sorot matanya.

"Kemana pun kau membawaku. Aku ingin kau menggendongku." Rengekku dan ia mengacak rambutku.

"Berhentilah merengek." Ucapnya dengan geli.

"Ayolah, kau seorang vampire. Tubuhku tidak akan masalah untuk kau gendong bukan?" Aku merajuk dan senyumnya semakin lebar. Aku tidak akan tahu apa yang akan terjadi hari esok kepada kita. Mungkin ini akan menjadi yang terakhir untuk kita.

"Kau lebih baik sekarang?" Aku mengangguk cepat dan mengalungkan kedua tangan ku pada lehernya dan mengecupnya singkat.

"Jebal..." Mohon ku dan ia terkekeh pelan. Aku sedikit menemukan sosok Ten ku meskipun itu seperti sebuah delusi.

"Aish, kau tidak pantas merajuk seperti itu Alice." Aku pun tertawa, tertawa dalam kehampaan.

"Ayo naik!" Pintahnya sembari menundukkan tubuhnya membelakangi ku. Akhirnya ia mau melakukannya. Terima kasih Ten, aku tidak akan melupakan kenangan indah ini.

Aku sudah berada di punggungnya, mengalungkan kedua tangan ku di lehernya dan kepala ku berandar pada bahunya. Perasaan nyaman seketika hadir dan menyergap fikiran ku.

"Bersiaplah..." Ucapnya pelan ketika ia hendak lompat dari jendela kamar ku.

"Apa kau tidak bisa terbang saja? Kau kan bisa menggunakan syihirmu." Ungkap ku kesal.

"Benar juga. Bersiaplah." Aku mengangguk pasti dan ia pun memulai perjalanan kami. Terbang melewati pepohonan di taman castil. Berlahan namun pasti Ten bergerak membuat udara disekitar menerjang tubuh ku lebih keras.

Aku merasakan kakinya menghentak kebumi dan aku mulai membuka mataku. Ini ditaman? Hm...Aku masih dapat mencium wangi pagi yang segar. Bahkan mungkin juga akan menjadi akhir?

"Duduk disana?" Tawarnya dan aku mengangguk. Dengan berlahan Ten meletakkan tubuhku disebuah bangku. Kami duduk bersama saling berpegangan tangan, kepalaku bersandar pada bahunya.

"Hanya seperti ini?" Tanyanya lagi.

"Hm...Ku rasa kita tak akan memiliki banyak waktu lagi." Gumam ku.

"Sudah ku bilang, jangan sekali-kali mengatakan itu lagi." Aku mendengarkan suara Ten sedikit meninggi.

"Baiklah...Aku tidak akan mengatakannya lagi tapi bisakah kau mengatakan bagaimana keadaan Aaron?" Aku memperhatikan ekspresinya yang seketika berubah. Kini ia menatap ku tak mengerti.

"Aku hanya mencemaskannya. Kau lupa dia adalah saudara ku." Ya, itu adalah realitanya.

"Apa kau begitu mengkhawatirkannya?" Aku dapat merasakan kilatan api cemburu di matanya.

"Ten dia sudah seperti saudara kandung ku, perlu kau tahu" Aku berusaha untuk meyakinkannya.

"Tapi dia mencintaimu Alice!" Ten menatapku kesal. Aku masih berupaya membuat diriku tetap santai. Aku hanya perlu memastikan keadaan Aaron bukan? Selebihnya tidak begitu penting sekarang, karena semua yang terjadi diantara aku dan Ten hanya kesenangan sesaat yang bahkan mungkin akan sangat sulit untuk di kenang.

"Aku menyayanginya seperti aku menyayangi Sally dan Adam." Pungkas ku, aku tidak ingin berdebat dengannya tentang bagaimana perasaan ku? Tentunya dia lebih tahu bagaimana diriku, jika selama ini ia telah mengamatiku.

"Adam? Bukankah kau menyukai lelaki itu?" Ayolah, harus kah kita memperdebatkan ini lagi?

"Hm...Tapi Adam sudah pergi dan kini hanya ada dirimu Ten. Sejujurnya aku sangat ingin membencimu sebisaku tapi aku tidak bisa, jadi ku mohon berhentilah untuk memaksaku menjadi diriku yang dulu ketika aku masih berfikir kau adalah Ten, hanya seorang Ten." Aku menekan kata terakhir itu dan aku memandangnya melihat reaksinya. Ia menghela nafas sambil mempererat pegangan tangannya kepadaku.

"Maafkan aku Alice." Gumamnya dan aku meraih wajahnya untuk memandangku sepenuhnya.

"Aku tidak tahu takdir ini akan berjalan seperti apa nantinya. Kau hanya perlu mengingatku apapun yang terjadi." Aku mengecup pipinya dan ia segera memelukku.

"Aku mencintaimu Alice." Bisiknya yang membuat ku merasa sakit.

"Aku juga..." Gumam ku.

"Dia ada di penjara bawah tanah. Apa yang kau mau tentang dia?" Nice! Akhirnya aku mendapatkannya. Ia menatapku penuh selidik.

"Aku ingin kau melepaskannya." Aku menunggu reaksinya. Ia terdiam dengan segala kegundahannya.

"Sebelumnya dia adalah pengawalmu yang selalu dapat kau andalkan bukan? Dia adalah satu yang terbaik diantara mereka. Aaron tidak akan menghianatimu jika ini bukan menyangkut tentang diriku kan? Kau sangat tahu bagaimana ikatan persaudaraan kami, meskipun faktanya ia menyukaiku. Jika seandainya itu Sally, ku rasa Aaron akan melakukan hal yang sama untuknya. Aaron salah faham dengan apa yang Eomma dan kau lakukan Ten, karena itu ia melakukan ini." Aku berusaha memberikan pandangan lain tentang Aaron. Berpura-pura tidak tahu tentang apa yang terjadi. Alice! Kau benar-benar menyedihkan karena kau seorang pembohong handal sekarang!

"Baiklah aku akan melepaskannya. Hanya karena dirimu Alice, aku tidak ingin melihatmu bersedih lagi." Great! Aku cukup merasa lega dan untuk itu aku memeluk Ten dengan erat. Maafkan aku Ten, jika pada akhirnya kebersamaan kita akan menjadi bencana dan penderitaan untuk orang lain? Aku tidak akan merasa bahagia dan sanggup untuk menjalaninya.

"Dan tolong beri pengertian kepadanya, agar ia tidak salah faham lagi tentang rencana mu dan Eomma." Aku juga harus memastikan Aaron untuk tak berulah lagi, karena aku tidak ingin melihatnya terluka.

"Tentu..." Ten pun mengecup dahiku dengan lembut dan aku memejamkan mataku untuk menikmati moment membahagiakan ini.

"Baiklah, sekarang saatnya kau kembali ke kamarmu. Aku tidak ingin melihatmu kelelahan." Ia memperbaiki letak rambutku yang sedikit berantakan diterpa angin. Aku mengangguk mengiyakan perkataannya.

Kami pun kembali menuju kamar ku. Ia meletakkan tubuhku dengan pelan diatas tempat tidur dan disampingnya sudah ada seorang pelayan lengkap dengan nampan yang berisi makanan.

"Kau harus memakan ini agar kau cepat pulih. Besok adalah hari pernikahan kita!" WHAT? Kenapa dia tidak mengatakannya semenjak tadi. Apa yang harus ku lakukan sekarang? Arrgghhh...Ten tidak boleh melihat perubahan wajah ku.

"Benarkan besok?" Aku menunjukkan ekspresi bahagia, namun itu hanya sebuah kepalsuan. "Aku tidak nafsu makan." Lanjutku berpura-pura menunjukkan ekspresi lain dan Ten memandangiku dengan tajam. Akhirnya dia tidak dapat membaca ekspresi ketekejutan ku.

"Ayo makan dan aku akan menyuapimu." Oh God! Semoga saja Taeyong tidak muncul dalam fikiran ku di saat seperti ini? Dia akan curiga kepadaku jika aku hanya terdiam dengan pandangan yang seolah tertuju ketempat lain. Tapi aku sangat ingin ia segera muncul karena aku harus segera mengatakan kabar buruk ini.

Aku pun menghabiskan setengah hari waktu ku bersama Ten. Ia pergi saat tiba-tiba seseorang pengawal memanggilnya dan sekarang aku sendirian lagi di tempat tidur yang besar ini. Sungguh ini begitu sunyi, aku tidak pernah berfikir bahwa hidup ku akan berakhir seperti ini. Aku lebih suka kelelahan membunuh para vampire dari pada hidup seperti ini, hanya ada perasaan hampa.

"Alice..." Ah, akhirnya ia datang.

"Kau harus tahu ini" Kata ku tak sabaran.

"Apa? Katakan saja." Baiklah, memang harus ku katakan.

"Aku menemukan Aaron. Apakah kau bisa membantuku untuk membawanya pergi dari sini?" Ia terdiam sesaat dan aku menunggu jawabannya.

"Tentu, beritahu saja dimana dia sekarang? Aku sudah mengatakan semuanya kepada keluargaku dan kami sudah menyusun rencana untuk menyelamatkan mu dan saudaramu. WHAT? Ini bukan mimpi kan?

"Ini nyata Alice! Kenapa kau berfikir seperti itu?" Apa masih ada harapan? Tapi semua itu akan begitu sulit.

"Tolong berhenti membaca fikiran ku. Itu sungguh mengesalkan." Keluhku.

"Baiklah, jangan khawatirkan apapun! Kau hanya perlu mempersiapkan dirimu untuk segera keluar dari tempat ini bukan berfikir kalau ini adalah akhir segalanya." Apakah sekarang bahkan dia dapat merasakan apa yang ku rasakan? Aneh, kenapa hanya dengan dia aku bisa melakukan ini. Bahkan ketika aku bersama Ten? Masih banyak keraguan yang menyelimutiku.

"Alice! Dimana saudaramu itu?" Ah, berhenti memikirkan sesuatu yang tidak penting. Kini kau harus fokus untuk rencana ini.

"Dia berada di penjara bawah tanah dan kau tahu besok adalah bulan purnama...Ku rasa pernikahan ku akan berlangsung besok." Ten mengatakan ini kepadaku tadi dan ku rasa kita sudah tidak memiliki banyak waktu.

"Apa? Jadi besok. Baiklah aku akan segera memulai rencana ini. Alice kau tenanglah semuanya akan berjalan lancar dan ku pastikan besok kalian akan meninggalkan tempat itu sebelum bulan purnama." Ah, aku juga berharap seperti itu. Aku benar-benar merasa cemas sekarang.

"Hm...Maafkan aku telah begitu merepotkan mu." Aku tidak tahu bagaimana cara mengucapkan rasa terima kasih ku kepadanya. Dia yang selalu ku curigai ternyata begitu baik kepada ku.

"Tidak perlu mengatakan itu. Baiklah, kita sudah tidak mempunyai banyak waktu. Aku akan berbicara dengan saudaramu dulu. Jaga dirimu baik-baik Alice sampai kami membebaskanmu."

"Yes, akan aku lakukan!" Haruskah aku seyakin ini?

"Sampai jumpa nanti." Aku tidak mengerti kenapa ia mengatakan itu seolah sedang melakukan percakapan antara dua orang yang tidak pernah bertemu kemudian bertemu dalam sebuah reunian, konyol sekali.

Ah, ini cukup melelahkan dan aku merasa begitu khawatir dan cemas. Apakah rencana ini akan berhasil? Apakah kami benar-benar akan selamat? Arrrgggghhh...ini membuat kepalaku seolah akan pecah!

Alice pov end

---***---

Taeyong segera bangkit dari tempat tidurnya, ia berlari dengan kencangnya menuju castle milik orang tuanya. Didapati kedua orang tuanya masih berada didalam ruang tamu dan juga Endor.

"Endor, kau harus membantu ku sekarang!" Ucap Taeyong dengan lancar seolah ia tidak pernah berlari kencang barusan. Ia adalah seorang vampire original, hanya menggunakan kekuatan kecepatannya ia bisa segera sampai disini.

"Apa yang terjadi nak?" Tanya Tn. Lee tak mengerti.

"Besok adalah bulan purnama dan pernikahan itu akan dilaksanakan besok."

"MWO??" Ucap mereka bersamaan.

"Jadi, kita harus menemukan Aaron dan segera melaksanakan rencana kita. Kita tidak punya banyak waktu lagi!"Kata Taeyong dengan kecemasan semakin meningkat. Sengaja ia tidak menunjukkan kepada Alice karena ia tidak ingin gadis itu melakukan sesuatu yang tidak bisa ia bayangkan.

"Endor, bahkan kita tidak bisa menunggu sampai tengah malam. Setidaknya kita harus menemui Aaron terlebih dahulu, kemudian barulah kita mengeluarkan mereka dari tempat itu." Lanjut Taeyong.

"Tenangkanlah dirimu nak." Kata Tn. Lee dengan bijak.

"Ah, ini membuatku gila Aboji." Ucap Taeyong.

"Baiklah Tuan Muda, mari ikut dengan ku." Endor pun pergi di ikuti dengan Taeyong tapi tiba-tiba Endor menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya.

"Tuan tempat itu harus siap malam ini juga dan segala macam hal yang dibutuhkan untuk upacara besok harus disiapkan." Ucap Endor yang seketika membuat Taeyong mengirutkan keningnya bingung.

"Baiklah, kalian tidak perlu mengkhawatirkannya." Kata Tn. Lee.

"Apa kau merencanakan sesuatu yang lain?" Tanya Taeyong penasaran dan Endor tersenyum.

"Nanti Tuan Muda akan tahu." Kata Endor ambigu.

Dalam perjalanan yang entah Endor akan membawa Taeyong kemana? Seketika mereka dikagetkan dengan kehadiran Aline dan Mark tak lupa pula Jaehyun.

"Kalian kenapa ada disini?" Tanya Taeyong tak mengerti.

"Ku rasa kau akan membutuhkan bantuan kami hyung." Jawab Jaehyun.

"Endor, apa ini tidak akan apa-apa?" Endor mengangguk.

Dan ternyata Endor membawa mereka di ruangan tempat Alice pernah dikurung dulu. Ruangan itulah yang membuat Alice bisa mendapatkan kitab matra yang selalu ia bawa sampai detik ini. Endor berhenti ketika sampai di depan sebuah lukisan wanita. Itu adalah lukisan ibunya, kemudian Endor membalikkan badannya menatap Taeyong sepenuhnya.

"Dimana saudara Alice itu Tuan Muda?" Tanya Endor.

"Dia diruang bawah tanah." Jawab Taeyong.

Tanpa banyak kata lagi? Endor memejamkan manyata sembari membaca mantra entah apa itu? Tak lama muncul cahaya dari lukisan tua itu.

"Tuan, masuklah kesana dan kau akan berada di kamar nona Alice." Taeyong masih bingung dengan penjelasan Endor.

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti?"

"Sesampainya disana aku akan memberitahumu tentang apa yang akan anda lakukan selanjutnya." Meskipun Taeyong tidak mengerti, ia menuruti permintaan Endor tanpa berfikir lagi.

"Baiklah aku akan masuk." Ucapnya dengan berjalan berlahan menuju cahaya itu dan seketika Taeyong menghilang.

"Endor kau yakin ini akan baik-baik saja?" Tanya Jaehyun.

"Ya Tuan...Aku akan mengawasinya. Tuan mau kah kau membantuku?" Tanya Endor kepada Jaehyun. Sebelum itu Endor menatap Aline kemudian gadis itu mengangguk. Sepertinya mereka berdua telah telah mempersiapkan sebuah rencana.

"Apa itu?" Tanya Jaehyun dengan cepat.

"Kurasa Nona Aline bisa menjelaskannya kepada kalian. Aku harus berkonsentrasi dengan ini dan ku harap kalian segera meninggalkan tempat ini."

"Tentu...Kami akan pergi." Ucap Mark sembari menarik tangan Aline dan juga Jaehyun.

Mereka meninggalkan Endor sendirian dan berjalan beriringan lewati lorong castil. Suasana masih kening ketika Jaehyun tiba-tiba berhenti dan mengatakan sesuatu.

"Sebenarnya apa yang Endor inginkan dari ku?" Pertanyaan Jaehyun yang di tujukan untuk Aline. Aline mendesah, sepertinya ini bukan sesuatu yang mudah.

"Begini, aku tahu ini akan sulit tapi ini harus tetap dilakukan apapun yang terjadi." Mark dan Jaehyun mengkirutkan keningnya semakin tak mengerti.

"Apa yang kau katakan sayang? Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Mark yang pada akhirnya menemukan gelagat aneh dari kekasihnya ini.

"Kami membutuhkan darah suci milik Sally untuk ritual besok."Aline berbicara cukup pelan.

"MWO? Apa kau gila?" Reaksi itulah yang pertama Jaehyun katakan. "Aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuhnya." Pukas Jaehyun dengan emosional.

"Baby, kau tidak serius dengan ucapanmu bukan?" Mark juga tidak dapat mempercayai perkataan kekasihnya ini.

"Dengar aku dulu, ini tidak seperti yang kalian bayangkan. Kami hanya membutuhkan beberapa tetes darahnya saja tidak lebih. Ini hanya untuk ritual pernikahan mereka dan pada akhirnya ini untuk kebaikan semua orang bukan?" Jelas Aline.

"Andwae! Tetap saja itu akan menyakitinya. Aku tidak ingin siapapun menyakiti Sally." Marah Jaehyun. Mark yang berada di posisi sulit hanya terdiam bingung harus berada di pihak siapa.

"Kalau itu demi menyelamatkan Alice, aku akan melakukannya." Suara itu adalah suara Sally yang kini berjalan mendekati mereka dengan dikawal 2 vampire yang seketika menimbulkan ekspresi keterkejutan dari ketiga makhluk itu.

"Sally, apa yang kau lakukan disini?" Tanya Jaehyun berusaha untuk mengalihkan topik.

"Aku mendengarkan semua pembicaraan kalian. Ku mohon, aku bisa melakukan itu. Jaehyun-ah dia saudaraku dan aku harus menolongnya." Mohon Sally sembari memegangi tangan Jaehyun membuat monster tampan itu menghela nafas.

"Kau yakin? Itu sangat sakit." Jaehyun bertanya dengan kegundahannya dan Sally mengangguk pasti.

"Tentu, aku akan melakukannya dan tetap menjaga diriku dengan baik." Sally berusaha menyakinkan Jaehyun dan dengan terpaksa Jaehyun pun mengizinkannya.

"Baiklah, kalau begitu lebih cepat lebih baik." Ucap Aline dan Sally mengangguk.

Pada akhirnya mereka pergi bersama menuju castil Jaehyun dan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk ritual besok.

---***---

Kini Taeyong berada di kamar Alice. Ia masih menatap tak percaya pada sekelilingnya, apakah ini mimpi? Pikirnya berulang kali. Alice tidak menyadari kehadiran Taeyong karena gadis itu tertidur. Taeyong bingung apa yang harus ia lakukan sekarang?

"Bagunkan nona Alice!"  Suara perintah itu adalah dari Endor. Segera Taeyong melaksanakannya. Ia bergerak mendekati tubuh Alice yang tertidur, dengan ragu Taeyong menggerakkan badan Alice. Sudah lama ia merindukan sosok gadis dihadapannya ini dan sekarang ia dapat menemuinya. Ingin rasanya Taeyong memeluk gadis ini, namun apa daya? Ia tak mau membuat gadis ini merasa tak nyaman dengan dirinya.

"Alice..." Bisik Taeyong yang seketika membuat Alice membuka matanya, merasa bingung dengan wajah Taeyong yang berada dihadapannya.

"Kau? Apa ini mimpi?" Gumam Alice setengah sadar membuat Taeyong tersenyum.

"Ani, aku memang berada disini." Taeyong duduk disebelah Alice yang masih berbaring, kemudian gadis itu berlahan mendudukkan dirinya dan berusaha mengembalikan kesadarannya.

"Bagaimana kau bisa datang kemari? Kalau mereka sampai tahu kau ada disini bagaimana?" Alice mulai cemas dan tanpa sadar gadis itu menggoyang-goyangkan tubuh Taeyong. Taeyong tersenyum melihat reaksi berlebihan dari gadis itu.

"Tenanglah Endor bersamaku." Jawab Taeyong endeng.

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? Aku ingin kau menyelamatkan Aaron terlebih dahulu." Pinta Alice dan Taeyong mengangguk.

"Tentu, aku tidak pernah mengingkari janjiku. Endor...Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

"Minta nona Alice untuk menunjukkan tempat saudaranya itu lewat fikirannya. Kita bisa masuk lewat gambaran dalam fikirannya karena kitab itu sudah menyatu dalam tubuhnya sehingga kita bisa mudah untuk masuk juga." Akhirnya Taeyong mengerti maksud Endor.

"Alice, aku ingin kau mengingat dimana Aaron berada. Aku akan masuk lewat ingatanmu." Alice mengerutkan keningnya merasa bingung.

"Ayo lakukan! Kita tidak memiliki banyak waktu lagi Alice." Alice pun mengangguk dan mulai memejamkan matanya dan seketika cahaya itu muncul dihadapan Taeyong.

"Masuklah kesana Tuan Muda."  Pinta Endor dan dengan segera Taeyong masuk kedalam lingkaran cahaya itu.

Alice membuka matanya dan ia tidak menemukan Taeyong lagi. Kemana perginya monster itu? Alice benar-benar bigung.

"Ia menemui saudaramu nona...Ingat jangan tidur lagi kau harus tetap berkonsentrasi ke tempat itu jadi Tuan Muda bisa lebih lama disana." Ucap Endor yang dapat di dengar oleh Alice. Gadis itu pun mengangguk.

Kini kita melihat seorang tertunduk dengan rambut hitam berantakan menunduk dan baju compang-campingnya lebih dari mengenaskan. Taeyong terdiam sebelum akhirnya berjalan menghampiri pria itu.

"Kau kah Aaron." Dengan sangat lamban Aaron mendongakkan kepalanya. Wajahnya di penuhi luka memar namun binar mata penuh bara itu masih terlihat lebar.

"Kau siapa?" Suaranya cukup jernih sehingga mengurangi kecemasan Taeyong. Kalau pria ini begitu lemah, bagaimana bisa ia menyelamatkan Alice?

"Aku adalah teman Alice. Aku datang kemari untuk menyelamatkan kalian." Seketika tubuh Aaron menegang dan menatap tak percaya Taeyong.

"Cih! Jangan bercanda. Kau pikir mudah untuk keluar dari tempat ini?" Pungkas Aaron.

"Maka dari itu, aku butuh bantuanmu. Setelah aku melepaskanmu, bawa Alice segera dari tempat ini. Aku akan menunggumu di perbatasan hutan." Ucap Taeyong dengan serius. Aaron terdiam dengan banyak gejolak di fikirannya.

"Kau serius?" Aaron masih tak percaya dengan ini.

"Tentu, bahkan sekarang Sally bersama kami." Mata Aaron semakin melebar.

"Benarkah? Baiklah, aku akan membawanya melewati lorong rahasia untuk menuju perbatasan hutan." Taeyong mengangguk.

"Ini, kau hanya bisa menggunakan kunci ini sampai tengah malam." Taeyong memperingatkan. Aaron mengangguk mengerti.

"Baiklah aku akan pergi. Sampai jumpa nanti." Ucap Taeyong kemudian menghilang bersama sebuah cahaya. Sebelum itu, saat perjalanan kemari Endor memberikan beberapa pengarahan kepada Taeyong tentang apa yang perlu dikatakan kepada Aaron.

Kini Taeyong sudah kembali berada di kamar Alice. Agar tidak di curigai, Alice sudah mengunci pintu kamarnya.

"Jadi? Apa dia baik-baik saja?" Kehadiran Taeyong disambut sebuah pertanyaan oleh Alice.

"Ya, dia baik saja. Nanti malam dia akan menjemputmu dan kita akan bertemu di perbatasan hutan Alice." Terang Taeyong yang seketika mengubah ekspresi Alice.

Entah kali ini Taeyong tak dapat mencegah tangannya untuk membelai lembut pucuk kepala Alice.

"Tenanglah, ini akan berjalan dengan baik." Seketika tangis Alice pecah. Taeyong memeluk gadis itu dan ikut terhanyut dalam kesedihan.

"Aku merindukan Sally." Ucap Alice disela-sela tangisnya.

"Aku tahu." Hanya kata itu yang mampu Taeyong ucapkan namun hal itu sudah cukup membuat Alice tenang. Pertama kalinya ia merasakan ini, nyaman dan damai dalam dekapan seseorang asing seperti Lee Taeyong.

"Kau harus membuka segel itu Alice." Alice mendongakkan kepalanya dan pandangan mereka bertemu. Taeyong tersenyum.

"Makanlah ini." Taeyong mengambil sesuatu dari sakunya. "Kau harus berusaha membuka segelmu sebelum Aaron menjemputmu, tapi jangan kau pakai kekuatan itu. Percayalah kepadanya, sepenuhnya." Ucap Taeyong dengan lembut namun cukup serius. Kemudian Taeyong melepaskan rengkuhannya dan genggaman tangannya dari Alice. Gadis itu seolah tak rela melepaskan genggaman tangan Taeyong.

"Aku akan menunggumu di perbatasan." Ulang Taeyong dan Alice mengangguk dengan ekspresi sedihnya. Dan Taeyong pun menghilang, Alice masih memandangi sisa cahaya yang berlahan memudar sampai tak tersisa. Pandangannya pun teralih pada dua buah putir kapsul merah ditangannya. Tanpa pikir panjang gadis itu memasukkannya kedalam mulutnya.

Kenapa ia merasa aneh semenjak Taeyong meninggalkannya. Sungguh Alice merasa tidak rela Taeyong meninggalkannya.

"Apa kita akan benar-benar bertemu disana?" Guman Alice dan air matanya pun jatuh membasahi pipinya.



-Tbc-
Akhirnya kelar juga chapter ini ya wkwkwk
Moga ngefeel ya, kalau kalian suka? Tolong votenya...komen juga lebih baik...Author selalu menunggu kok 😅😅😅
Thank

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top