Bab 8
Love dulu buat part ini ♥️
Jangan lupa follow vote and comen.
Komen setiap paragrafnya ya
Semoga suka cerita ini 💜💜💜
Moka
Evander
****
Disaat ku belum mengerti, arti sebuah perceraian
Yang hancurkan semua hal indah, yang dulu pernah aku miliki.🎵
Last Child - Diary Depresiku
****
"Serius Bim lo rekrut cewek?" Evan menatap Moka remeh. Baginya cewek itu merepotkan mereka hanya bisa menyusahkan. Ia paling benci jika harus bekerja sama dengan perempuan.
"Ya. Kenapa keberatan?"
"Bakatnya apa? Kalau cuma bisa nangis mending suruh pulang aja." Moka yang awalnya diam jadi kesal karena diremehkan. Moka sadar ia bukan siapa-siapa disini. Jadi ia hanya diam saja.
"Lo tenang aja. Gue nggak bakal salah rekrut orang." Balas Bima tidak ingin memperkeruh suasana.
Evan menghembuskan napas lalu mengangguk. Bagaimana pun ia selalu menghargai keputusan Bima? Bima selalu tepat dalam memilih.
"Oke. Gue mau cek cctv beberapa kelas dulu." Evan berlalu menyalakan komputer, sedangkan kedua teman Bima yang lain duduk di sofa.
"Jangan di bawa hati Moka. Evan memang gitu," seorang cowok bernama Dandi menyeletuk begitu saja. Moka mengangguk canggung.
"Kenalin temen-temen gue. Ini Dandi dan Dimas, kalau yang tadi Evan. Mereka temen sekelas kita." Bima memperkenalkan ketiga orang itu. Sontak saja Moka terkejut karena tidak menyadarinya. Bagaimana bisa ia tidak mengenali teman sekelasnya? Moka baru sadar ia hanya mengenal Reva, Bima dan Ketua kelas. Ia tidak mencoba berbaur dengan yang lain.
"Dasar sombong temen sekelas sendiri nggak kenal," celetuk Dimas asal. Moka meringis, ia merasa jahat. Karena tidak mengenali temannya. Apalagi si sosok Evan itu. Ia merasa tidak pernah melihatnya.
"Gimana masalah cewek kemarin?" Bima mengalihkan perhatian. Ia tidak ingin teman-temannya menyudutkan Moka.
"Si Cewek depresi di rumah sakit. Tapi, tenang aja si cowok udah menyerahkan diri ke kantor polisi secara suka rela." Bima menghembuskan napas lega. Dua Minggu lalu Evan tak sengaja menemukan sosok wanita yang mau bunuh diri karena di ancam oleh pacarnya. Si cewek dipaksa melakukan hubungan intim jika menolak maka video bugilnya akan di sebar. Kasus itu agak lama penyelesaiannya karena beda sekolah. Gerakan mereka terbatas. Bahkan untuk mendapatkan informasi Bima dan Evan sampai menyamar jadi siswa sekolah sana.
"Berarti usaha kita kemarin nggak sia-sia."
"Gue ada projects baru. Bayarannya mahal."
Moka hanya diam mendengarkan. Jujur ia bingung dan canggung. Bayangkan cewek sendiri disini di kelilingi empat cowok yang pribadinya aneh-aneh."
"NR Grup." Moka melotot ketika Bima menyebut nama perusahaan ayahnya. Jangan bilang projek yang di maksud Bima tadi adalah balas dendam kepada ayahnya.
"Gila! Anjir! Lo yakin Bim?"
"Perusahaan gede itu bakal jadi masalah nggak?"
"Kayaknya seru juga," Evan yang dari tadi hanya mendengar tiba-tiba bersuara. Membuat hening seketika.
"Kenapa pada diem? Kapan lagi bukan gue bisa ngembangin bakat gue buat bobol data perusahaan?" Evan penyuka tantangan. Apalagi soal hacker dan programmer.
"Berarti lo setuju sama projek ini?" tanya Bima.
"Hm," balas Evan.
"Emang ada masalah apa?" Dandi menyahut, ia penasaran untuk apa Bima repot-repot mencari masalah dengan NR Group.
Bima tidak menjawab melainkan matanya melirik ke arah Moka. Menatap gadis itu penuh arti. Hal itu membuat Moka bertanya-tanya apa yang sedang di rencanakan Bima.
***
Pukul empat sore tepat Bima mengantar Moka pulang dengan motor milik Dimas. Langit biru dihiasi beberapa awan putih. Angin sore berhembus menemani laju motor membelah jalan raya.
Moka mendekatkan diri ke Bima. Ia berbisik di dekat kepala bagian kanan Bima. Ia ingin mengajaknya berbicara. Moka masih penasaran dengan alasan Bima yang membuat kelompok seperti itu?
“Bim?”
“Iya.”
“Lo pernah punya dendam apa sampe bikin kelompok gituan?” tanya Moka penasaran. Ia ingin tahu motifnya.
“Gue punya dendam sama orang yang nuker sendal Eiger gue jadi swallow waktu gue sholat Jum'at,” bibir Moka mengerucut. Otomatis ia mencubit pinggang Bima keras. Cowok itu tidak pernah serius jika ditanya.
“Argh sakit!” rintih Bima. Untung saja motor yang ia kendarai tidak oleng. Kejam sekali cewek satu ini.
“Rasain lagian bercanda terus,”
“Gue tuh nanya serius.”
Bima terkekeh, ia tidak membalas perkataan Moka. Ia lebih memilih melajukan motornya dan menambah kecepatan. Tidak ada yang boleh tahu alasan kenapa ia melakukan ini.
Moka terkejut ketika Bima menaiki kecepatan. Tangannya bergerak dengan sendirinya melingkar di perut cowok itu. Ia tidak ingin mati sia-sia. Apalagi jatuh dari motor. Moka memejamkan matanya, ia takut. Ini pengalaman pertamanya merasakan naik motor dengan ngebut. Jantungnya berdebar kencang, rasanya ia ingin mati.
Sepuluh menit kemudian Bima menghentikan motornya di depan sebuah rumah.
“Mau sampe kapan peluk gue?” suara Bima menyadarkan Moka. Wajah Moka pucat, kepalanya pusing dan tubuhnya lemas. Ia tidak punya kekuatan lagi. Padahal ia ingin memaki Bima.
“Bilang aja pelukan gue itu nyaman.” Moka jadi sadar sepenuhnya. Ia melepas pelukannya cepat.
“Cemen banget naik motor aja udah loyo.”
“Awas aja lo besok gue bakal bales,” Moka turun dari motor. Ia mengatur napasnya. Ia menatap Bima kesal. Sehari saja jangan menggodanya.
“Mau gue anter sampe masuk?” Bima mengalihkan perhatian.
“Nggak usah,” meski dilarang Bima tetap mengikuti dari belakang. Bima berjalan di belakang Moka. Ia ingin tahu kondisi Ibu Moka. Waktu itu ia tidak sengaja mendengar apa yang Lana katakan mengenai kondisi ibu Moka. Bima sebenarnya berdiri tak jauh dari keduanya, tapi ia lebih memilih jadi penonton dari pada ikut campur.
Ketika masuk kedua orang tersebut kaget melihat barang-barang di rumah berantakan. Moka jadi panik. Ia berteriak memanggil ibunya.
“Mama mana, Sus?” tanya Moka pada perawat yang ditugaskan menjaga ibunya.
“Di kamar mbak.”
“Rumah kenapa bisa berantakan gini?”
“Tadi Pak Narendra dateng ngamuk nyuruh ibu pergi.”
“Apa?” Moka menatap perawat tersebut tidak percaya. Ayahnya melakukan itu. Apakah ini nyata?
“Ibu tadi nangis kejer. Sekarang udah tidur di kamar.”
“Suster denger orang itu ngomong apa aja? Kenapa dia nyuruh aku dan mama pergi?” tanya Moka tubuhnya bersimpuh lemas. Matanya berkaca-kaca membayangkan ayahnya menghancurkan rumahnya di depan ibunya sambil mengucapkan kata-kata kasar. Pasti Rose sangat tertekan.
“Pak Narendra bilang Mbak Moka bukan anaknya tapi anak selingkuhan ibu.”
“Ayah bilang gitu?” Moka mengingat perkataan Lana di kamar mandi. Lana bilang ayahnya sudah tidak mengakuinya sebagai anak. Jadi ini maksudnya. Dasar iblis licik!
Air mata Moka jatuh tidak bisa dibendung lagi. Ayah yang selama ini ia doakan dan ia harapkan kehadirannya dengan tega melakukan hal itu pada ibunya. Apa ayahnya buta dan tidak merasakan ikatan diantara mereka? Tidak mungkin bukan jika ia bukan anak ayahnya? Bahkan sejahat apapun ayahnya ia tidak bisa membencinya dan terus mencintainya.
Kenapa ayahnya tega meragukan ibunya seperti ini? Kenapa ayahnya tega tidak mengakuinya sebagai anaknya? Ibunya tidak mungkin sekeji itu selingkuh dengan orang. Jika ibunya benar-benar melakukan itu. Bahkan hingga detik ini ibunya masih sangat mencintai Narendra.
Tangan Bima terkepal mendengar semua itu. Ia berdiri tak jauh dari keduanya. Tanpa mengatakan apapun Bima pergi dari sana. Ia mengeluarkan ponsel lalu menghubungi seseorang.
“Lo dimana Dim?”
“...”
“Bawain mobil gue yang di markas. Kita tukeran. Nanti gue share lokasinya.”
Setelah mengatakan itu. Bima mematikan ponselnya. Lalu naik keatas motor melakukannya membelah jalan raya. Tangannya terkepal menahan emosi. Bima rasanya ingin membunuh seseorang.
***
Bima memakai maskernya menutupi wajahnya. Ia berada di basemen parkiran NR Group. Tangan kanannya memegang stik golf. Ia berniat memberi sedikit pelajaran pada CEO brengsek itu.
Khusus untuk CEO.
Bima menendang bacaan itu lalu melemparnya sembarangan. Jiwanya sudah di penuhi emosi. Ia memukul stik golf nya menghancurkan kaca bagian depan mobil.
“Prank!!” suara pecahan kaca terdengar.
Tangannya terus memukul bagaikan Iblis yang tidak memiliki hati nurani tanpa henti sampai hancur. Bukan hanya kaca depan tapi juga samping. Bagi Bima hancurnya mobil ini tidak seberapa dengan hati yang telah Narendra sakiti.
“Mati!”
“Dasar Bajingan!”
“Gue nggak bakal bikin hidup lo tenang!” Bima membabat habis mobil mahal tersebut. Bisa dibilang harganya milyaran. Jauh lebih mahal dari mobil yang kemarin Bima baret.
Mobil Narendra sudah tidak berwujud. Bima tersenyum puas. Lalu ia mengambil pisau di saku jaketnya. Ia menggoreskan pisau tersebut di kap mobil dan menulis kata “MATI” dengan tangan kirinya. Bima memiliki kemampuan menulis dengan kedua tangannya. Selesai menulis Bima menuangkan cairan berwarna merah disana.
Puas dengan apa yang ia lakukan. Bima segera sembunyi. Ia mengumpat di salah satu sudut. Ia ingin melihat reaksi Narendra. Tidak lama kemudian Narendra muncul. Pria itu terkejut setengah mati melihat mobilnya tidak berbentuk.
“Brengsek! Siapa yang berani melakukan ini?” dua mobil mahalnya rusak begitu saja. Ia emosi melihat kondisi mobilnya dari jauh.
“Fery, cek cctv!” perintah Narendra pada asistennya. Bima tersenyum kecil mendengar itu. Narendra tidak akan menemukan apa-apa, karena ia lebih dahulu merusak cctv-nya.
“Panggil satpam!” teriak Narendra pada supirnya —Dono.
“Sialan!” Narendra mengacak rambutnya kasar. Beberapa hari ini kejadian aneh selalu datang padanya.
Narendra mendekat mengecek kondisi mobilnya. Ia terkejut melihat kata mati dan noda merah seperti darah. Bahkan ia terjatuh ke lantai. Ini teror sudah jelas. Ada orang yang dendam padanya dan ingin membunuhnya? Tapi siapa? Narendra dengan napas tersengal-sengal menatap sekeliling ia tidak menemukan hal mencurigakan. Tangan Narendra terkepal, ia akan membalas ini.
***
Gimana part ini?
SPAM KOMEN DISINI
Instagram Roleplay
@mokavann_ | Moka
@bimacalvin | Bima
@yudis_tiracalvin | Yudistira
@naomilee124 | Naomi
@bimacalvin | Bima
@arju.nacalvin | Arjuna
@sadewacalvin | Sadewa
@nara.asavira | Nara
@nakulasadewa | Nakula
Instagram author
@wgulla_
@wattpadgulla buat info update cerita
Gulla Cassano
Istrinya song Jong Ki
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top