Bab 7

Love dulu buat part ini ♥️

Jangan lupa follow vote and comen.

Komen setiap paragrafnya ya

Semoga suka cerita ini 💜💜💜

Bima

Happy Ramadhan Kareem ♥️

***

Langit tak henti meneteskan air yang membuat kuyup ke dua anak remaja berseragam putih abu-abu tersebut. Mereka berlari-lari kecil sambil bergandengan tangan berteduh di halte. Sepi, hanya ada mereka berdua disini. Suara hujan menemani seiring waktu yang bergulir.

"Dingin?"

"Udah tau masih tanya!" Jawab Moka sebal.

Bima menggelengkan kepalanya melihat sikap Moka. Cewek ini benar-benar aneh. Kemudian ia mengambil ponsel di dalam tasnya, lalu memesan taksi online. Semakin lama disini mereka bisa sakit mati kedinginan. Bima tidak ingin terjebak begitu lama disini.

"Memang lo yakin bisa bantuin gue bales dendam?"

"Nanti gue tunjukin sesuatu biar lo percaya."

Tepat saat itu sebuah mobil datang. Bima membantu Moka masuk ke dalam taxi pesanannya. Mereka duduk dibelakang supir kemudi. Hujan masih saja turun membasahi bumi tak mau berhenti.

"Kita mau kemana?" tanya Moka bingung, ketika mobil yang mereka naiki mengarah ke jalan yang berbeda dengan rumahnya.

"Ke suatu tempat."

"Baju gue basah ini. Nanti kalau sakit gimana?"

"Tadi pas lo bunuh diri mikir gitu nggak? Sekarang aja sok khawatir sakit, tadi aja mati nggak takut." perkataan Bima membuat Moka cemberut. Ia seperti diingatkan kebodohannya tadi. Bukan salahnya yang mau bunuh diri. Ia hanya frustasi.

Moka memilih diam. Ia menatap pemandangan dari balik jendela mobil. Hujan yang tadinya deras kini reda. Moka menghembuskan napas, ia belum sempat menelpon ibunya. Semoga Maria mengurus ibunya dengan baik. Maria adalah seorang perawat yang ditugaskan mengurusi keperluan ibunya.

Mobil yang mereka naiki berhenti disebuah rumah. Moka berpaling menatap Bima curiga. Kenapa cowok itu membawanya kesini? Apa ini rumah Bima?

"Ini tempat apaan?"

"Masuk dulu nanti gue kasih tau."

"Jangan berani macem-macem ya Lo!"

"Curigaan Mulu sama gue."

"Gimana kalau gue nanti lo perkosa?" Moka memeluk tubuhnya sendiri dengan waspada.

"Nggak doyan gue sama lo. Selera gua itu Natasha Wilona. Tau, kan siapa dia?"

Moka kesal dengan jawaban Bima. Perkataan Bima seolah memojokkannya, jika ia tidak selevel dengan artis papan atas tersebut. Meski kenyataannya ia tidak apa-apanya. Moka memilih untuk keluar dari mobil. Ia pergi ke rumah lebih dahulu. Meninggalkan Bima yang masih sibuk membayar taksi.

"Muka lo bete begitu kenapa?" Bima menyusul sambil membuka pintu.

"Nggak kenapa-kenapa."

"Ikut gue ke dalam. Gue kasih baju ganti."

"Bajunya siapa?"

"Punya gue-lah. Siapa lagi?"

"Nggak mau!"

"Nanti lo sakit gue yang repot. Apalagi kalau sampe nggak masuk sekolah. Besok kita ada latihan drama." Moka akhirnya menurut. Ia terobsesi dengan drama tersebut. Ia ingin menunjukkan kemampuannya pada sang ayah.

Moka berdiri menunggu Bima mengambil baju. Ia mengamati sekeliling ruang tamu. Aneh sekali rasanya. Kenapa tempat ini tidak ada foto keluarga Bima? Jangan-jangan ini bukan rumah Bima! Ia curiga ada yang disembunyikan cowok itu.

"Nih ganti!" Bima melempar baju Jersey Manchester dengan celana training.

"Lo gila ya suruh cewek cantik kayak gue pake baju kek gini."

"Terus lo maunya apa?"

"Baju yang normal-lah. Gue bakal keliatan jelek kalau pake ginian," protes Moka tidak terima.

"Mending lo nggak usah pake apa-apa pasti keliatan lebih cantik." Balas Bima sambil memijat keningnya, ia terlalu pusing dengan Moka. Mau pakai baju aja ribet.

"Dasar Mesum!" teriak Moka sambil pergi menuju kamar mandi berganti baju. Lebih baik ia menggunakan baju ini. Dari pada ia telanjang di hadapan cowok itu.

Bima masuk ke dalam kamar. Ia mengganti bajunya. Lalu menunggu Moka di ruang tamu. Sudah lebih dari dua puluh menit gadis itu tak kunjung keluar. Bima mendesah kenapa wanita selalu lama hanya untuk berganti pakaian. Untungnya tidak lama kemudian Moka selesai.

Bima mengamati gadis itu dari atas sampai bawah. Tidak buruk juga. Jersey miliknya malah terlihat cocok di pakai Moka.

"Apa lihat-lihat naksir?"

"Lo kali yang naksir gue. Peluk dikit aja luluh." Bima kembali mengingatkan aksi bunuh diri Moka kembali. Hal itu membuat Moka malu. Pipinya terasa panas. Sialan!

"Ayo ikut gue."

Bima melangkah diikuti Moka dari belakang. Mereka masuk ke dalam sebuah ruang kerja. Lalu Bima membuka sebuah lemari. Ternyata lemari tersebut bukan berisi baju tapi sebuah pintu rahasia. Moka membuka mulutnya terkejut. Ia seperti berada di film action. Apa Bima memiliki tempat rahasia?

"Tempat apaan ini?"

"Ruang rahasia."

"Bukan penjara bawah tanah, kan?" pikiran buruk memenuhi moka. Ia takut jika Bima membawanya kesini untuk menyekapnya. Lalu ia akan di mutilasi hidup-hidup.

"Negatif terus pikiran lo! Sini ikut gue masuk." Bima menarik tangan Moka. Mereka masuk ke dalam sebuah ruangan melalui pintu tersebut.

Jantung Moka berdebar. Ia takut dan was-was. Bagaimana jika Bima akan memerkosanya? Cowok itu memang terlihat baik. Tapi namanya manusia nggak bisa dilihat dari cover aja kan. Siapa tahu jika Bima itu adalah seorang psikopat. Yang suka menyiksa wanita lalu memperkosanya dan membunuhnya. Moka membayangkan adegan-adegan thriller yang sering ia tonton di film.

"Tegang amat muka lo. Mikir apa?"

"Lo bukan psikopatkan Bim?"

"Coba lu liat muka ganteng gue. Apa gue terlihat seperti seorang psikopat?" Bima tersenyum manis kepada Moka. Sedangkan Moka malah jadi gemas ingin memukul wajah Bima. Kenapa cowok satu ini percaya diri sekali?

Akhirnya mereka sampai di sebuah ruangan. Moka terkejut melihat beberapa layar komputer yang mengelilingi ruangan tersebut. Ia seperti melihat ruangan rahasia yang sering digunakan mata-mata. Matanya terpaku menatap sebuah logo sayap dengan kepala burung di dalam lingkaran berwarna emas.

"Bim, ini tempat apa?"

"Terus Kok banyak banget komputer disini!"

"Semua komputer disini terhubung dengan Cctv di sekolah."

"Serius? Gila! Anjir! Kok bisa?"

"Bukan cuma itu. Ruang BK, kantor kepala sekolah dan ruang guru disana juga ada penyadap suaranya." Ujar Bima dengan bangga.

"Buat apaan disadap? Dasar gila! Itu privasi anjir! Gimana kalau ketahuan habis hidup lo!" Bima tertawa kecil.

"Gue dan orang-orang disini punya satu misi untuk membalas rasa sakit seseorang."

"Gue nggak ngerti."

Bima mendesah lalu duduk di salah satu sofa. Begitu juga dengan Moka. Ia menatap Bima serius. Ia masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

"Jangan bilang siapa-siapa soal ini. Lo udah terlanjur tahu rahasia gue."

"Oke."

"Gue punya geng. Namanya Psychoteam. Semua ini bermula dari kematian adik kelas. Awalnya cewek ini lapor ke guru jika dia di perkosa kakak kelas sampai hamil. Tapi, nggak ada yang percaya. Terus dia bunuh diri."

"Serem banget itu beneran?"

"Iya lah masa gue bohong. Diem dulu gue belum selesai cerita."

"Hehehe, lanjutkan..."

"Setelah perisitiwa itu, sekolah adem ayem seakan tidak terjadi apa-apa. Sampai sorenya gue ngeliat cowok itu maksa cewek buat ML. Gue nolongin dia dan laporin cowok itu ke BK."

"Masalah itu gue kira selesai. Ternyata enggak, cewek itu disuruh keluar dari sekolah dan di kasih uang. Sedangkan si cowok nggak dikasih hukuman apa-apa. Mirisnya lagi si cewek bunuh diri ketika tahu dia hamil. Akhirnya gue dan anak-anak turun tangan kita udah nggak respek lagi sama pihak sekolah dalam nanganin masalah gini. Bayangin aja predator sex kaya dia masih dibebaskan karena bukti yang kurang kuat. Kita cari bukti dan bikin si cowok kena blacklist di sekolah manapun bukan cuma itu kita juga nakut-nakutin dia dengan phobianya." Bima tersenyum mengingat masa itu. Bahkan mereka bisa membuat pihak sekolah yang membela cowok itu dipecat dengan tidak hormat.

"Brengsek banget tuh cowok! Jadi pengen motong burungnya!!" Ujar Moka menggebu-gebu.

"Dikira cewek apaan bisa dipake seenaknya. Sampe bikin trauma bunuh diri lagi. Seharusnya tuh cowok mati aja."

"Dari situ gue bentuk geng ini. Kebanyakan orang yang gabung disini mereka yang punya satu misi sama gue."

"Dan kita bakal bantu lo bales dendam sama Lana dan ibunya."

Deg!

Bagaimana Bima bisa tau?

"Jangan kaget gue tau darimana. Gue bisa tau apa aja yang lo ucapin dan lakuin." Jangan bilang Bima mengawasinya selama ini. Sial!

"Sekarang gue bisa percaya sama lo." balas Moka.

Kemudian Moka menatap beberapa foto cowok-cowok yang dipajang di dinding. Keren juga mereka. Lucunya mereka berfoto layaknya seorang mafia dengan pakaian serba hitam dan kacamata hitam.

"Siapa Bim?" sebuah suara mengalihkan perhatian Bima dan Moka.

Moka terkejut mendapati beberapa cowok dengan jaket hitam senada masuk. Mereka terlihat begitu asing di matanya. Apa mereka semua ini adalah anggota dari psycho team? Muka mereka terlihat tidak bersahabat. Moka jadi ngeri.

"Anggota baru kita."

"Kenalin namanya Moka."

Deg!

Mata Moka melotot mendengar itu. Ia terkejut setengah mati. Bagaimana bisa Bima tiba-tiba menyebutnya sebagai anggota? Sepertinya otak Bima terbentur. Padahal dia disini adalah korban yang meminta perlindungan. Rasanya moka ingin tenggelam juga saat ini. Bima memang gila! Cowok itu malah tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa.

***

Gimana part ini?

SPAM KOMEN DISINI

Instagram Roleplay

@mokavann_ | Moka
@bimacalvin | Bima

@yudis_tiracalvin | Yudistira
@naomilee124 | Naomi
@bimacalvin | Bima
@arju.nacalvin | Arjuna
@sadewacalvin | Sadewa
@nara.asavira | Nara
@nakulasadewa | Nakula

Instagram author

@wgulla_
@wattpadgulla buat info update cerita

Gulla Cassano
Istrinya song Jong Ki

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top